Ya udah, balikan yuk!
___________________________________________
Hujan deras mengguyur Kota Bandung di pagi hari. Diikuti oleh hembusan angin yang menerpa kulit secara perlahan. Hawa dingin merasuk ke dalam kalbu, menimbulkan kesan ngilu-ngilu syahdu di relung jiwa yang terdalam.
Di sudut ruang kamar itu, tampak Dania yang sedang meringkuk di atas ranjang big size nya. Tatapannya kosong ke arah jendela. Bermacam pikiran berkecamuk memenuhi kepalanya. Mulai dari rencana rujuk kedua orang tuanya, kenyataan bahwa selama tiga bulan yang lalu ia bukan berpacaran dengan Dimas, hingga kematian Flaretta.
Berkali-kali Dania menyalahkan dirinya sendiri atas seluruh kejadian yang menimpanya.
"Sebenarnya gua salah apa sih?"
"Kenapa harus gua yang ngalamin ini semua?"
"Apa gua nggak pantes bahagia?"
Dania menghembuskan napasnya. "Kalau gitu buat apa gua hidup?"
Gadis tersebut beranjak berdiri dari kasurnya. Ia melangkah menuju meja rias kamarnya. Mengambil seutas tali yang telah ia simpan sejak dahulu.
Dania menatap seutas tali itu dengan mata berkaca-kaca. Sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya. "Apa ini akhir-"
"Sesulit apapun masalah yang lo hadapin sekarang, jangan pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup lo Dan."
Dania menoleh cepat ke arah sumber suara itu. "Daniel?"
"Lo ngapain di sini Niel?"
Daniel tersenyum. "Nyamperin lo."
"Gua denger dari Celin lo kabur dari rumah, jadi gua cari Lo." Daniel melangkah mendekati Dania. "Dan ternyata bener dugaan gua, lo ada di sini Dan."
Dania tersenyum miris mendengar penuturan Daniel.
"Lo ngapain nyamperin gua Niel?"
"Bukannya gua nggak penting ya bagi kalian?" ujar Dania miris.
Daniel menggeleng. Ia mendekapkan Dania dalam pelukannya. Pertahanan Dania runtuh. Ia tak kuasa menahan isak tangisnya. "Keluarin aja, jangan lo pendem sendiri Dan." Daniel mengusap perlahan punggung Dania.
"Niel, gua nggak sanggup Niel."
"Nggak ada satupun orang yang peduli sama gua termasuk sahabat gua sendiri Niel."
"Sampai-sampai gua mikir, sebenarnya gua ini pantes bahagia nggak sih?"
"Gua capek Niel."
Dania melepaskan pelukan itu. Ia menyeka air matanya. Gadis itu menghembuskan napasnya perlahan. "Termasuk lo juga Niel."
"Lo tau siapa penyebab gua jadi cewek gak bener?"
Dania menunjuk tepat ke arah Daniel. "Lo Niel."
"Dan juga papa," gumam Dania perlahan.
Daniel menghembuskan napasnya perlahan. Ia sudah menduga bahwa Dania akan mengucapkan kata-kata tersebut. Kemudian ia tersenyum ringan. "Ya udah, balikan yuk."
Dania menoleh cepat ke arah Daniel. "Apa? balikan?" ujarnya tajam.
"Bukannya Lo yang mutusin gua waktu itu?"
"Dan, lo salah pah-"
"Eits, bukan lo Niel. Tapi, bunda Lo," ujar Dania dengan tatapan tajam.
Ucapan Dania membuat Daniel tercengang. Lelaki itu sangat sensitif dengan semua topik pembicaraan yang menyangkut kedua orang tuanya yang telah tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PHILOMATH'S ✔️
Teen Fiction[COMPLETED] PART DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU✨ Ini bukanlah kisah seorang cold boy atau possesive boy mengejar cinta gadis biasa dan sebaliknya. Tapi kisah tentang Dania Putri Salsabilla, seorang Ratu Fakgirl SMA Nusantara...
