Part 39 | Malaikat penenang

116 28 5
                                    

"Jujur soal apa Dim?" Dania menatap wajah Dimas dengan raut wajah penuh tanya.

Dimas tersenyum. Kemudian tangannya beralih mengacak-acak gemas rambut Dania. "Nungguin ya?"

"Ishhh. Lo nyebelin tau nggak?" Dania mencubit keras paha Dimas. "Udah tau gua orangnya suka kepo. Lo malah kayak gini!"

Dimas tertawa ringan melihat Dania yang sedang mengomel. Wajah gadis itu...
Tampak sangat menggemaskan!

"Nggak-nggak Dan. Gua serius mau jujur sama Lo," ujar Dimas.

Dania berdecak kesal. "Ya udah cepetan."

"Awas lho ya, Lo bohongin gua lagi!" tunjuk Dania tepat di depan mata Dimas.

"Iya Dan," jawab Dimas serius.

"Ya udah apa?"

Dimas berdehem ringan. Ia menarik nafasnya perlahan. Kemudian berkata, "Pertama, gua mau tanya sama Lo. Se inget Lo, kapan pertama kali kita ketemu?"

Dania mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat-ingat. "Waktu pertama kali lo pindah ke sekolah."

"Terus gatau kenapa semenjak itu kita jadi akrab."

"Mulai dari lo selalu nemenin gua belajar di perpustakaan setiap istirahat.."

"Lo bilang ke gua kalau mau nyalon jadi ketua OSIS, dan gua selalu dukung lo. Terus apalagi ya? Gua lupa tau Dim."

Dania tertawa ringan. "Kalau dipikir-pikir, lucu aja gitu. Kita yang dulu pernah sedekat nadi, sekarang sejauh bumi dan matahari."

Senyum tipis terukir di wajah tampan Dimas. Ia senang melihat antusiasme Dania dalam menceritakan kisah kedekatan mereka dahulu.

"Kenapa sih Dim tiba-tiba lo tanya soal itu ke gua?"

Dimas menggeleng. "Gapapa."

"Tapi lo tau nggak Dan? Kita udah pernah ketemu. Jauh sebelum itu."

"Oh ya? Kapan?" kejut Dania.

"Lo inget nggak, dulu lo pernah ikut balap mobil sama Daniel dan sama satu orang lagi? Dia pendatang baru di acara malam itu," ujar Dimas.

"Oh iya inget-inget! Jangan bilang orang it-"

Dimas mengangguk. "Iya Dan, itu gua."

"Terus, apa Lo juga inget sama orang yang nolongin lo waktu pingsan di club habis balapan itu?" tanya Dimas.

"Ya kalau itu gua nggak inget lah Dim. Kan pas itu gua mabuk. Otomatis gua nggak tau siapa dia,"ujar Dania. Tangan gadis tersebut beralih memegang dagu, kemudian menebak, "Eh tapi bentar, jangan bilang juga kalau orang itu elo?"

Lagi, dan lagi Dimas mengangguk. Tebakan Dania selalu benar.

"Beneran?" tanya Dania.

"Iya Dan," ujar Dimas meyakinkan.

"Kok bisa gitu sih?" ujar Dania keheranan.

"Nama nya juga jodoh Dan. Pasti adaaa aja cara Tuhan mempertemukan kita," ujar Dimas sambil mencubit gemas pipi chubby Dania.

Blushh

Pipi Dania memerah.

Ia memalingkan wajahnya ke lain arah.

Perlakuan sederhana dari Dimas selalu membuat jantung Dania berdegup kencang. Ia seperti merasakan ribuan kupu-kupu yang berterbangan dari dalam perutnya.

"Terus, lo mau jujur soal apa lagi? Cepetan!" ujar Dania. Gadis tersebut masih setia memalingkan wajahnya di hadapan Dimas.

"Kalau lo masih inget soal balap mobil yang lo ikutin waktu itu, harusnya lo masih inget dong soal..." Dimas tampak menggantungkan ucapannya.

THE PHILOMATH'S ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang