BAB 1

169 50 102
                                    

Happy Reading

Buat yang pernah mengikuti kisah pewayangan, pasti sudah tidak asing dengan Rama Wijaya. Yappp. Dewa Rama terkenal dengan paras tampan bersinar bagai bulan. Sejak masih muda ia memiliki sifat bijaksana, setia, dan penyayang. Sayangnya, Dewa Rama tidak mewariskan sifatnya pada Rama siswa XII IPS 7 SMA Tunas Bangsa. 

Rama Adelio. Siapa sih yang tidak kenal dengan si jangkung itu. Cowok yang kerjaannya membuat onar, paling senang menindas junior, dan ciri khasnya ada di seragam yang urakan. Jika Dewa Rama sangat setia pada Dewi Shinta, maka jangan berharap lebih pada Rama Adelio. Dengan wajah yang tampan, ia menyandang gelar playboy cap tiga panah. Satu cewek yang ditembak tiga yang jadi pacarnya.

“Gue sama Nadine udah putus. Dia yang mutusin gue.”

Rama sedang duduk di kursi guru. Kakinya ia selonjorkan ke meja. Sesekali ia menggoyang-goyangkan sandal jepitnya. Keadaan kelas sepi karena semua teman-temannya sedang memeriahkan MOS di lapangan. Rama hanya ditemani oleh Prabu. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana bisa Prabu dan Rama bisa nyambung secara Prabu sangat rapi, belajarnya bagus, malah sekarang ia menjabat sebagai ketua ekskul fotografi. Mungkin itu adalah salah satu wujud dari kata nyaman.

“Jadi apa rasanya diputusin cewek?” Prabu beranjak dari kursinya. Ia duduk di meja guru agar lebih dekat dengan Rama.

Rama menurunkan kakinya lalu menegakkan badannya. Ia merapikan air mineral yang tergeletak di meja. Sudut bibirnya terangkat.

“Gue sih biasa aja. Kalau gue mau, lima belas menit setelah putus, gue bisa dapat tiga pengganti Nadine. Siapa sih yang nggak kenal gue?”

Prabu menghela nafas. Ia tidak habis pikir dengan ulah Rama. Sudah berkali-kali ingin tobat jadi playboy tapi tetap saja mempermainkan perempuan. Tiba-tiba Prabu teringat kejadian kemarin di lapangan.

“Ada yang nggak kenal sama lo. Cewek yang ngantuk berat pas lo berkoar-koar kemarin.”

Kening Rama berkerut. Ia membenarkan ucapan Prabu. Dari pengamatannya kemarin jelas sekali cewek headband pink itu tidak tahu siapa dirinya. Dengan lancang cewek itu menyuruhnya ke psikiater. Ia dikira sakit jiwa. Rama melirik Prabu. Sebuah senyum licik terukir di wajahnya. Prabu sudah paham isi kepala si jangkung itu.

“Dasar emang tuh cewek, ngatain gue sakit jiwa. Awas aja.”

Rama mengalihkan pandangannya ke luar kelas. Di lapangan, semua anak kelas X sudah dibagi menjadi kelompok kecil Satu kelompok terdiri atas lima orang. Setiap kelompok akan di suruh menjelajahi posko senior. Satu posko diberi waktu lima belas menit untuk mengajari atau lebih tepatnya mengerjai junior mereka. Itu semua ide Rama. Tahun ini ia yang menjadi ketua MOS.

“Gue harus ketemu sama cewek itu.” Rama berdiri. “Gue mau ke lapangan dulu.”

Prabu meraih tasnya. Ia mengikuti Rama. Sebagai ketua fotografi Prabu juga harus mendokumentasikan setiap momen MOS. Walapun punya banyak anggota yang kompeten, Prabu tidak mau melalaikan tugasnya. 
***

Rama memindai keberadaan cewek yang sedang ia cari. Matanya berhenti di samping tiang bendera yang menjadi posko kelas XI IPA 2. Lima orang sedang berbaris sambil menyanyikan lagu potong bebek angsa. Cewek buronannya sedang memperagakan gaya masak di kuali. Lucu juga, batin Rama.

“Kak, kelompok ini gue ambil alih.” Rama tersenyum pada salah satu cowok anak kelas sebelas. Cowok itu mengangguk tanpa berniat membantah permintaan Rama. Ia memilih mundur dan bergabung dengan teman-temannya.

“Selamat siang Diks,” sapa Rama.

“Siang Kak.”

Lima orang yang yang sedang berhadapan dengan Rama menjawab serentak. Rama mengangguk. Ia melirik cewek dengan headband. Kali ini cewek itu memakai hadband  hijau, kalung lobak dan kaos kaki hijau-biru.

GAYA TOLAK-MENOLAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang