Happy reading ❤
"Bang, janji gue akan pulang jam sembilan pas enggak lebih. Enggak kurang juga kok."
Adira menempelkan jidatnya di pintu kamar Sagara. Dia sedang membujuk abangnya agar bersedia meminjamkan mobilnya. Adira sudah bersiap pergi ke mall. Dia bahkan mengenakan dress bunga-bunga. Rambut dicepol asal-asalan seperti gaya artis korea. Ega dan Ningrum menunggu di ruang tamu.
Mereka bertiga berencana pergi ke luar menggunakan mobil supaya dandanan mereka tidak rusak. Ega sudah janji memakai mobil mamanya. Ternyata di luar dugaan mamanya pergi ke kondangan. Sekarang hanya ada satu harapan lagi. Mobil Sagara. Tapi sepertinya semesta kurang mendukung, cowok itu tidak mau mengizinkan. Alasannya Adira tidak punya SIM. Dia masih di bawah umur. Andai saja eyang sudah pulang dari toko material, pasti Adira akan memakai mobil eyang.
"Bang, kali ini aja gue janji." Adira mengetuk kamar Sagara.
Tidak ada jawaban dari dalam. Adira menarik nafas. Dia balik badan. Vito berdiri di hadapannya. Entah sejak kapan bersandar di pintu kamar Adira. Vito meaikkan alis.
"Dasar Sagara. Perlu gue ajarin tuh anak."
Vito mendorong pintu kamar Sagara. Matanya melotot mendapati cowok itu bermain game sambil memakai headset. Adira mengekor di belakang Vito.
"Apa-apaan lo berdua? Masuk sembarangan ke wilayah kekuasaan gue."
Vito menarik selimut Sagara. Sebuah bantal guling menghantam kepala Sagara. "Pinjemin mobil lo. Cepat."
Sagara meremas mukanya. Dia frustasi karena tingkah sok pahlawan Vito. "Heh kecoa garong. Gue itu bukannya pelit. Tapi lo tau kan Adira belum punya SIM."
"Cuma ke mall dekat rumah kok Bang, nggak ada polisi. Kita dari jalan yang biasa itu. Please." Adira mengatupkan tangnnya di depan wajah.
Sagara mengibaskan tangannya mengusir kedua adiknya keluar. "Sekali enggak tetap enggak. Naik taksi online aja. Abang bayarin sekalian uang jajan abang tambahin."
Vito berdecak. "Ribet banget sih lo. Mana kuncinya siniin."
Sagara menghela nafas. Dia akan selalu kalah jika berdebat dengan Vito. Sagara turun dari tempat tidur. Dia meraih segepok kunci di laci meja belajarnya. Di pintu, Vito dan Adira senyum penuh kemenangan.
"Nih, jangan ngebut-ngebut."
Adira menerima kunci dengen semringah. Setelah itu dia mengulurkan tangannya di depan muka Sagara.
"Apa lagi?"
"Katanya mau nambah uang jajan." Adira menaik-naikkan alis.
Sagara mengelus dada. Dia mengambil beberapa lembar uang di dompetnya. Adira terkikik menerima uang Sagara.
Vito ikut-ikutan merampas uang Sagara."Gue juga dong. Butuh modal malam minggu nih."
"Lo berdua keluar dari kamar gue cepat."
Vito dan Adira berlari. Mereka menuruni tangga sambil terkekeh. Di ruang tamu, Ega dan Ningrum menunggu sambil bermain dengan Bebeb.
"Kita berangkat." Adira menunjukkan kunci di depan Ega.
"Eh, halo Kak." Ega berdiri sambil mengulurkan tangannya pada Vito. "Gue Ega temennya Dira."
Vito menaikkkan alis menyambut uluran tangan Ega. "Oh, hai."
"Ya udah berangkat yuk." Adira menyeret Ega. Ningrum mengekor dari belakang. "Kak, kita berangkat. Bye."
"Hati-hati. Pulang lama juga boleh. Pake aja mobil Sagara seenaknya. Anggap milik sendiri."
***Tiga orang cewek megitari mall tanpa tahu tujuan. Sejak menginjakkan kaki ke mall besar itu, mereka hanya mutar-mutar tanpa beli apa-apa. Sudah masuk ke toko buku tapi keluar lagi dengan tangan kosong. Masuk ke gerai sepatu tapi hanya cuci mata saja.
"Sumpah, itu sepatu yang biru pengen gue bungkus."
"Emang bisa main bungkus aja. Bayar dong."
Ega menjitak kepala Ningrum. "Jajan dua bulan juga kagak cukup beli itu."
"Makan dulu deh. Laper perut gue." Adira menarik Ega dan Ningrum masuk lift.
"Elo mah laper terus."
Mereka keluar di lantai foodcourt. Ningrum mengajak makan ke restoran Jepang. Ega dan Adria hanya menurut. Adira sebenarnya kurang suka tapi namanya juga ditraktir. Ega memindai seisi restoran yang padat.
"Itu ada Kak Rama. Bener nggak sih?" Ega memicingkan matanya.
Ningrum ikut-ikutan menyipitkan matanya. Dia mengangguk. Di pojok ruagan ada Rama dan James. Mereka berbincang akrab dangan seorang gadis.
"Beneran ada Kak Rama. Ih ganteng banget." Ningrum menunjukk Rama. Cowok itu memakai jeans hitam, kaos putih dan kemeja kotak-kotak berbahan flanel.
Adira berdecak. "Kayak gembel gitu dibilang keren. Gue ada ide. Rekam gue ya."
Adira mendekati Rama. Ega dan Ningrum mengikuti. Mereka tidak tahu apa yang ingin dilakukan Adira. Tapi Ega mengikuti saran Adira. Diam-diam, dia merekam Adira dengan ponselnya.
"Rama."
Rama terkejut. Dia menoleh ke arah Adira. James dan Nadia juga ikut menoleh. Adira mendekati Rama.
PLAK
Sebuah tamparan mendarat di pipi Rama. Cowok itu membelalakkan matanya. Dia menaikkan alis. Adira baru saja menamparnya.
"Dasar kamu tukang selingkuh. Kita baru jadian dua hari, kamu jalan sama cewek lain." Adira mengibaskan rambutnya.
Rama terbatuk. Dia melihat Adira bingung. Sejak kapan dia jadian dengan cewek tengil itu. "Woi ratu drama sejak kapan kita jadian?"
"Kamu bilang sayang ke aku ternyata kamu jalan sama dia." Adira menunjuk Nadia. Cewek itu menatap Adira dan Rama bergantian. James hanya terkekeh.
"Rama, katanya lo jomblo. Gue kan malu dituduh gini." Nadia menghela nafas.
"Nad, ini cewek sakit jiwa."
"Sayang. Aku cantik, imut,lucu kamu bilang sakit jiwa?"
"Nad, percaya sama gue." Rama manarik pergelangan tangan Nadia. Cewek itu berjalan ke luar restoran.
PLAKKK
"Gue udah bilang nggak suka pembohong. Urus dulu cewek lo sana. Ngakunya single. Dasar buaya.
Rama tercengang menyaksikan kepergian Nadia. Beberapa orang yang lewat memperhatikannya. Rama berusaha menahan emosi. Dia balik badan mendapati Adira terkekeh. James ikut-ikutan tertawa.
Enggak tau deh gimana part ini. Jadi aku udah nggak nulis selama seminggu karena kemaren kurang fit jadinya ya gini. Rada rada aneh ya. Gapapa ya maapin wkwkwkw
See on the next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
GAYA TOLAK-MENOLAK [TAMAT]
Teen Fiction[ON GOING] Ibarat magnet, Rama dan Dira itu punya kutup yang sama. Sama-sama Utara atau sama-sama Selatan. Sesuai sifat magnet, kutup yang sama tidak akan pernah bersatu atau disebut 'gaya tolak menolak'. Mereka punya kepala sekeras batu dan hati se...