BAB 17

37 12 41
                                    

Happy reading ❤

Adira mengaduk-aduk semangkuk soto. Merasa ada yang kurang, dia mencomot perkedel jagung. Ningrum mendekatkan sambel ke mangkuk Adira. Dia langsung menambah sambal ke dalam mangkuk sotonya. Ningrum paling hafal kebiasaan Adira kalau makan suka pedas.

“Bagi cabe dong.” Ega baru saja duduk di samping Adira. Wiwid menggeser sambal.

“Cabe-cabean makan cabe juga,” cibir Ningrum sambil terkekeh. Ega langsung menodongkan garpu ke hadapannya.

Adira melahap seisi mangkuknya cepat-cepat. Perutnya perlu di beri nutrisi setelah pelajaran Fisika. “Emang deh soto Buk Yayuk paling enak.”

“Pelan-pelan dong makannya.” Ningrum menarik selembar tisu lalu menyerahkan ke Adira. “Muka lo ikutan makan tuh.”

Adira menerima tisu. Dia membersihkan pipinya. Matanya menangkap sosok senior berwajah dingin baru saja memasuki kantin. Senior itu berjalan beriringan tiga cewek lainnya. Sepertinya dia dan Vio satu geng.

“Ning, lo kenal kakak yang duduk di pojokan?” bisik Adira.

Ningrum melirik orang yang dimaksud Adira. “Gue pernah berpapasan. Namanya gue nggak tau. Tapi sumpah aneh banget.”

Adira mengangguk. “Mirip manusia serigala. Pucet terus enggak ada ekspresinya. Serem.”

Ega diam-diam melirik target yang dibahas Adira dan Ningrum. Seorang senior duduk di sudut ruangan. Cewek itu menatap ketiga temannya. Tatapannya kosong. Adira mengangkat bahu. Dia berusaha tidak peduli pada keempat seniornya itu. Tapi pikirannya kembali teringat pada Dareen. Cowok itu pernah menyelamatkannya dari Vio cs.

“Lo kenal senior kita yang namanya Dareen?” Adira menyenggol lengan Ningrum.

“Dareen siapa lagi?”

“Cowok yang minjemin seragamnya waktu gue nyungsep. Dia juga nyelamatin gue dari si Vio.”

Ningrum geleng-geleng. Walaupun kakaknya sekolah di Tunas Bangsa tapi dia tidak tahu seluruh siswa di sekolah mereka. “Lo kira gue anggota geng Bu Fatma.”

Ega mendadak berhenti makan. Dia senyum-senyum tidak jelas karena menyadari kedatangan lima cowok tampan. Rama dan keempat sahabatnya masuk. Mereka mengambil posisi di sebelah meja Adira. Pandangan Rama menyapu seisi kantin. Adira mendongak tepat saat Rama meliriknya. Rama terkekeh. Adira langsung mencebik. Nafsu makannya mendadak hilang. Dia memaki di dalam hati karena ada Rama di dekatnya.

“Adira,” panggil Kemal.

Adira terseyum. “Hai Kak.”

“Jems, gue pesen bakso sambelnya dikit,” ujar Rama sehingga percakapan Adira dan Kemal terpotong.

Prabu tersenyum tipis. “Gue soto.”

James sebagai seksi konsumsi menghampiri Buk Yayuk. Rama mengangkat kakinya ke atas kursi. Adira sempat melihat gayanya super songong. Tapi dia berusaha untuk tidak peduli. Prabu mengeluarkan sebuah buku lalu fokus membaca. Geri dan Kemal mendadak dipanggil Bu Fatma karena tidak masuk pelajaran pertama.

“Woi, sini lo.” Rama melambai pada cowok kelas sepuluh. Adira melirik. Cowok itu satu kelasnya. Namanya Iqbal.

Cowok bernama Iqbal itu mengangguk. Takut-takut dia menghampiri Rama. Alis Rama terangkat. Ekor matanya menangkap Adira mengepalkan tangan.

“Lo anak kelas berapa?” tanya Rama.

“X-3 Kak.”

“Oh gue miss call aja. Muka lo nggak usah pucat gitu.” Si cowok itu mengangguk. Dia pergi setelah mendapat izin dari Rama.

Rama berdiri. Dia meninggalkan Prabu bersama James. “Gue duduk di sana ya.”

Rama pindah tempat duduk. Dia mengambil posisi di samping Wiwid sehingga dia dan Adira berhadapan. “Gue boleh gabung kan cewek cantik?”

“Boleh Kak,” jawab Ega.

“Muka lo kenapa kayak mau boker gitu?”

Merasa Rama bicara padanya, Adira mengangkat kepalanya. Dia menggeser mangkuk soto. Selera makannya sudah benar-benar hilang.

“Lo pindah meja deh. Nggak usah urusin muka gue.”

Rama tidak peduli pada wajah jutek Adira. Dia memajukan tubuhnya sehingga lebih dekat dengan Adira. “Lo pasti ngira gue ngerjain temen lo yang cupu tadi, kan? Lo tenang aja. Gue udah pensiun nindas junior.”

Adira mengangkat bahu. Dia berdiri. Lama-lama berhadapan dengan Rama bisa merusak urat sarafnya. Wiwid, Ega, dan Ningrum ikut beranjak dari meja.

“Kita duluan ya, Kak,” pamit Ega.

“Oke adik cantik. Makananya gue yang bayar. Bilang ke temen kalian yang namanya Adira, nanti dia pulang bereng gue.”
***

Bel pulang berbunyi nyaring ke penjuru sekolah. Adira membereskan semua buku-bukunya. Setelah semua beres, dia mengambil sapu. Hari ini adalah jawalnya membersihkan kelas. Wiwid dan Ega langsung kabur ke warung nasi Padang  karena ada jadwal paskib setelah makan siang. Di kelas tinggal ada Adira, Ningrum, dan dua cewek piket lainnya.

“Ning, gue bonceng lo aja nyampe halte busway.”

“Tapi lo pulang sama Kak Rama?”

Adira meletakkan sapu di susut kelas. Tugasnya sudah selesai. “Bodo amat sama si Rama.”

“Di, gue tebak lo bakal pulang bareng dia deh.”

“Gue bawa motor. Mana mau gue pulang bareng siluman buaya itu.”

Ningrum dan Adira keluar kelas. Ningrum merangkul Adira ke arah parkiran. Tidak ada tanda-tanda kemunculan Rama. Motor trail hitam miliknya terparkir di samping motor matic Adira.

“Motor lo aja sampingan sama motornya doi,” bisik Ningrum.

Adira tersenyum sinis. Dia menaiki sepeda motornya. Perasaannya tidak enak. Dia menunduk memeriksa ban motornya. Kedua bannya kempis.

“Anjir, kok bisa sih kempis sih?”

“Ya ampun Dir. Gimana dong?”

Adira mendadak panik. Tadi pagi motornya masih baik-baik saja. Kata-kata Rama di kantin terngiang di kepalanya. Cowok itu pasti menegrjainya lagi.

“Ning, lo balik duluan aja. Lo kan mau nemenin nyokap lo. Ini biar gue urus. Gue nelpon abang gue aja.”

Ningrum meremas jari-jarinya. Dia tidak mungkin tega meninggalkan Adira saat susah. Tapi dia juga buru-buru. “Dir, maafin gue.”

“Biasa aja, Ning. Ini gue udah hubungin Bang Sagara. Lo balik aja.”

Walapun tidak tega, Ningrum menuruti Adira. Kini, Adira berdiri di samping motornya. Dia sudah menghubungi Sagara. Abangnya itu ternyata sudah pulang ke Bogor. Dia juga sudah mengabari Vito. Vito akan menjemput motornya sore. Adira menghela nafas. Dia akan meninggalkan motornya sampai dijemput Vito.

“Gue anter lo pulang.”

Adira menoleh. Rama tersenyum sambil mengulurkan helm. “Ogah gue,” balas Adira.

Adira memutar badan. Belum sempat dia menjauh, Rama mencekal pergelangan tangannya.

“Lo pulang bareng gue. Titik.”

“Kalo gue nggak mau jangan dipaksa.”

Adira melepaskan tangannya. Kakinya melangkah menjauh dari parkiran. Rama mengikutinya. Adira mempercepat langkahnya. Dia tidak mau pulang dengan Rama. Sebuah motor berhenti saat Adira sampai di gerbang. Cowok itu membuka helmnya. Adira terkejut.

“Kak Dareen?”

“Gue tadi lihat motor lo rusak. Mau gue anter?”

Mau dibawa ke mana hubungan kita? Rama nyanyi gessss. Baru pertama kalinya lho ada cewek nggak mau di anterin Rama. Udah ah gelap. Adira cuma mau bilang see you on the next chapter.

GAYA TOLAK-MENOLAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang