Happy reading ❤
Adira melenggang memasuki gerbang. Hari ini tidak mendung. Mentari tersenyum sejak menampakkan diri. Jadinya Adira lebih bersemangat berangkat ke sekolah. Beberapa anak cowok yang sedang bercengkerama di koridor kelas X tersenyum pada Adira. Cewek itu hanya menganggukkan kepala sebagai balasan.
Di depan kelas X-3, Ega merapikan pot bunga. Hari ini adalah jadwal piketnya. Cewek itu mendongak ketika menyadari kedatangan Adira."Tadi Kak Rama ke kelas. Dia nyariin elo. Ada apa sih?" tanya Ega.
Adira mengangkat bahu. "Enggak tau deh gue. Gue masuk ya. Perut gue sakit."
"Ya udah masuk sono."
Adira masuk ke dalam kelas. Dia mendapati Ningrum duduk di kursinya. Ningrum tidak sendirian. Dia bersama Wiwid. Mereka membahas seleksi anggota debat bahasa Inggris tahun ini. Kedua cewek itu sangat lancar bicara dalam bahasa Inggris.
"Selamat pagi Mbak Adira."
"Pagi. Gimana ujian debatnya. Lulus nggak?" Adira meletakkan tas lalu duduk di bangku milik Ega.
Wiwid memegang pipinya. "Gue seneng banget. Gue sama Ningrum lolos. Lo nggak minat? Ada gelombang keduanya."
Adira mengedikkan bahu. Kemampuan bahasa Inggrisnya juga tidak kalah dibanding Ningrum dan Wiwid tapi dia tidak berbakat dalam debat. Bisa-bisa malah debatnya jadi acara adu jotos.
"Gue nggak bakat debat. Gue mau masuk ekskul aja deh. Gue bakalan ikut fotografi."
"Wah bagus itu mah. Lo kan bakat jadi tukang poto. Ntar Ega bisa jadi model lo." Ningrum cekikikan membayangkan betapa rempongnya Ega jika jadi model Adira.
Panjang umur, orang yang mereka bahas masuk ke dalam kelas. Tapi dia tidak sendiri. Di belakangnya, Rama berjalan sambil cengengesan. Beberapa adik kelas langsung mengangguk memberi hormat. Mood Rama sedang baik. Dia membalas sapaan adik kelas dengan senyum secerah matahari.
"Lo masuk-masuk bawa fauna tuh, Ga." Adira tersenyum jahil.
Rama langsung menarik kursi di samping Adira. Cowok itu meletakkan sebuah buku tulis di hadapan Adira. "Didi, bantuin gue dong."
"Bantuin apaan sih?"
Rama meraih ponselnya di saku celana. Dia mengetik sesuatu lalu ponsel Adira bergetar. Rama memberi kode agar Adira mengecek ponsel. Adira menurut. Pesan Rama berisi soal Kimia beserta jawabannya.
"Lo mau gue nyatet PR lo?"
Rama tersenyum lebar sambil mangut-mangut.
"Gue nggak mau."
Rama menarik kursinya sehingga jarak mereka berdua semakin dekat. Adira langsung berpindah ke bangku Wiwid. Tidak masalah dia dan Wiwid berbagi tempat duduk asalkan dia tidak dekat-dekat dengan Rama. Bukan karena Rama rabies tapi ada perasaan aneh jika berdekatan dengan cowok itu.
"Tadi malam gue bela-belain nganterin kebab buat lo padahal hujan. Ega, gimana sih temen lo itu?"
Mata Ega terbuka lebar. Dia tidak tahu berita hot seperti diutarakan Rama barusan. "Kak Rama serius ke rumah Adira cuma karena kebab?" Rama mengangguk sehingga Ega semakin heboh. "So sweet banget tau nggak sih."
Adira melipat tangan. Matanya melotot mendengar kalimat Rama. "Jadi lo pamrih?"
Rama mengangguk. "Lupain deh soal kebab. Kali ini gue mohon deh dengan segala hormat. Tolong banatuin catet PR gue. Gue lagi ada urusan ke luar sekolah."
"Lo bolos dan gue nyatet PR lo?"
Rama geleng-geleng. "Siapa bilang gue bolos? Gue ada urusan penting dan gue udah izin sama Beb Fatma." Rama mengeluarkan sebuah surat dari saku kemejanya.
"Bantuin dong, Dir. Sekalian lo nabung pahala. Kan nolong orang nggak bakal ngerugiin elo." Ningrum ikut-ikutan memihak Rama.
Adira berdecak. Tapi dia meraih buku Rama walaupun wajahnya jutek. Rama menaik-naikkan alis. Adira mengerucutkan bibirnya. Ega, Wiwid, dan Ningrum saling bertukar senyum menyaksikan interaksi Adira dan Rama.
"Makasih Didi. Ntar tugasnya lo anterin ke kelas gue ya. Kasih ke Geri aja jangan Kemal." Rama langsung pergi begitu Adira setuju menyalin tugasnya.
***Bel istirahat kedua sudah berbunyi. Semua siswa X-3 berhamburan ke luar. Sebagian besar dari mereka pergi ke toilet untuk mengganti rok putih dan batik sekolah menjadi seragam olahraga. Adira masih belum beranjak dari tempat duduknya. Dia masih fokus menulis tugas Rama. Padahal di kelas hanya tinggal dirinya. Ditambah lagi perutnya sejak pagi terasa sakit. Tidak jelas apa penyebabnya tapi mungkin karena Adira tidak sarapan. Jam istirahat pertama juga tidak makan apa-apa karena harus ke perpustakaan mencari buku biologi.
"Akhirnya PR si lutung kelar juga." Adira meregangkan otot-otot tangannya.
Adira langsung keluar. Langkanya sengaja dibuat cepat-cepat agar dia masih sempat mengganti seragam. Olahraga adalah mata pelajaran kesukaannya, jadi dia tidak bolah terlambat. Dia memilih menaiki tangga dari koridor kelas sebelas agar lebih cepat. Di perjalanan banyak orang yang memandangi Adira, mungkin karena dia memasuki kawasan senior. Tapi bukan Adira namanya jika langsung ciut nyalinya.
"Isss kok pada ngeliatin gue sih. Perasaan gue belum secetar kakak gue Katty Perry deh." Adira bergumam sendiri ketika semakin banyak senior cewek yang melirik ke arahnya.
Saat memasuki lantai tiga Adira berpapasan dengan Vio dan si manusia serigala. Mereka mencegat langkah Adira, tepatnya hanya Vio karena si manusia serigala langung menuruni tangga.
"Permisi Kak. Gue mau lewat."
Vio memutar bola mata. "Lo mau ngapain ke kelas XII?"
"Gue ada urusan sama Rama. Lo kepo banget sih jadi orang."
Seseorang tiba-tiba merangkul Adira dari belakang. Adira menoleh, ternyata Dwi. "Heh ngapain pada berhenti di sini? Lagi lampu merah ya?"
Adira melepaskan tangan Dwi dengan kasar. Waktunya terbuang percuma berurusan dengan mereka. "Permisi."
Baru saja Adira hendak melengkah menjauh. Dwi berteriak mengundang perhatian seluruh anak kelas XII yang sedang berdiri di koridor. "Woi lo PD banget berkeliaran lagi lampu merah. Tuh rok lo berdarah."
Adira menelan ludah. Pantas saja banyak yang memperhatikannya sejak tadi. Tapi kenapa mereka hanya dia saja membiarkan Adira berkeliaran dengan keadaan seperti itu. Adira terdiam. Dia tidak tahu harus kemana. Satu-satunya yang terlintas di kepalanya adalah mengeluarkan kemejanya dari rok. Semoga saja bisa menutupi bercak merahnya.
"Woi, itu masih kelihatan gambar pulau seribu di rok lo." Vio berteriak sekuat tenaga sambil terbahak.
Adira menunduk. Dia tida sanggup melangkah mencari kelas XII-7. Adira balik badan menuju tangga. Tangan Adira ditahan seseorang. Adira berhenti. Dia menoleh. Seorang cowok mengulurkan sebuah jaket. Adira terpaku. Lagi-lagi Dareen menolongnya. Tangan Adira kaku.
"Maaf ya." Dareen melebarkan jaketnya lalu menutupi rok Adira.
"Kak?"
"Kenapa?" Dareen mengarahkan kedua lengan jaket pada Adira agar dia mengikatkannya.
"Makasih ya."
Ulalalalala aku nggak tau maungomong apa. Cuma mau bilang see you on the next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
GAYA TOLAK-MENOLAK [TAMAT]
Roman pour Adolescents[ON GOING] Ibarat magnet, Rama dan Dira itu punya kutup yang sama. Sama-sama Utara atau sama-sama Selatan. Sesuai sifat magnet, kutup yang sama tidak akan pernah bersatu atau disebut 'gaya tolak menolak'. Mereka punya kepala sekeras batu dan hati se...