BAB 39

49 8 3
                                    

Happy reading  ❤

Hari pertama sekolah di semester baru. Adira datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Tempat pertama yang dia tuju adalah taman belakang sekolah. Entah apa sebabnya, namun dia ingin sekali ke sana. Mungkin ada panegran kodok sedang menunggunya di sana. Setelah bertemu pangeran itu, dia akan menciumnya agar di kodok berubah menjadi seorang kelaki tampan.

Hati Adira sudah membaik setelah berlibur bersama keluarga. Seharusnya dia menghabiskan tiga minggu di Solo tapi ternyata Papa dan Mama menyiapkan kejutan untuknya dan Vito. Mereka berdua diberi hadiah liburan ke Singapura dan Malaysia. Tapi yang berangkat malah bertiga. Sagara tentu tak ingin ketinggalan meski dia sudah beberapa kali ke negara itu. Namanya sultan memang bebas berbuat sesukanya. Dia membeli tiket tepat sehari sebelum Adira dan Vito berangkat. Bahkan parahnya lagi dia belanja banyak di Singapura. Dasar sultan jomblo!

Selama liburan, Vito terus saja memberi wejangan agar Adira tidak menilai seseorang dari sudut pandangnya saja. Sagara yang akhirnya tahu kegundahan Adira ikut-ikutan memberi masukan agar berpikir bijak sebelum bertindak.

“Ehh,” pekik Adira. Di depannya sudah ada orang. Adira panik. Tangan dan kakinya gemetar. Dia ingin kabur tapi tak sanggup bergerak.

Seorang cowok jangkung berbalik. Dia tersenyum lalu memeluk Adira erat seakan takut jika Adira menghilang lagi. Hati Adira menghangat namun tetap saja ada yang sepi. Rama akan pergi. Adira tidak siap untuk itu.

“Gue kangen banget,” bisik Rama.

Adira ingin menjauh namun ketika dirinya dapat mendengar detak jantung Rama, dia malah mengeratkan pelukannya. Dia tak peduli jika mereka akan terpisah yang terpenting Adira harus selalu memberi dukungan pada cowok itu. Kata Vito, cinta seharusnya saling menguatkan.

“Gue juga.” Adira bergumam namun Rama mendengarnya dengan jelas.

“Kenapa lo lari?”

Adira melepas pelukan mereka lalu mendongak. “Kenapa gak ngejar gue?” tanya Adira balik.

Rama mengusap wajahnya. Cewek di hadapannya masih sama. Tidak berubah sama sekali. Masih menyebalkan dan tidak mau kalah. Dan Rama suka itu. “Gue boleh jawab semua pertanyaan yang ada di hati lo?”

Adira mengangguk.

Rama menarik tangan Adira duduk di salah satu bangku usang di pinggir taman. “Gue bakal lanjut kuliah di Jerman. Lo pasti udah ngeliat semua file berkas gue dan berkas tes kesehatan gue.”

Rama menghirup udara pagi yang masih segar. “Semua kakak gue lulusan kampus bagus. Sebenarnya bokap gak maksa tapi gue juga sadar mau sampe kapan gue bandel. Gue juga harus peduli masa depan gue sama kaya kakak gue.”

Adira menggenggam tangan Rama lalu mengusapnya pelan. “Terus ?” tanyanya antusias.

“Gue pengen buktiin kalo gue bukan Rama yang taunya ngabisin uang ortu doang. Gue emang punya masa lalu yang bisa dibilang buruk. Gue malas belajar. Tukang bolos, berkelahi, nilai gue jelek. Tapi gue bisa kan belajar memperbaiki diri biar masa depan gue cerah.”

“Makanya gue berusaha daftar ke salah satu kampus di Jerman. Pas beberapa hari gue pernah hilang, gue lagi wawancara ke sana. Gue lolos dan keluarga gue seneng. Ngeliat mereka bahagia gue jadi makin semangat.”

Mendengar niat baik dari Rama, Adira merasa tak enak hati. Dia sudah meresahkan Rama hanya karena keegoisannya. Dia tidak siap jika Rama harus menetap di Jerman. Dia marah karena mereka tidak bisa sama-sama.

“Maaf ya. Gue harusnya ngasih dukungan bukannya ngambek.”

Rama mengangguk. “Gue ngerti kok. Gue juga galau pas gue sadar gue sayang sama lo, gue jadi dilema buat milih kuliah ke luar.Gue sempet mikir gimana kalo gue kuliah di Jakarta aja.”

Adira cepat-cepat menggeleng. “Jangan. Lo harus kejar mimpi lo.”

Rama menatap rumput-rumput hijau di pinggir kolam. Dirinya meresa lebih baik sekarang. “Makaksih ya, Di.”

“Buat?”

“Lo udah ngasih dukungan ke gue.”

Adira merangkul Rama. “Boleh gue jawab pertanyaan yang ada di hati lo?”

“Silahkan.”

“Gue sayang sama lo.”

Rama tersenyum simpul. Sebuah pertanyaan yang selalu mengganjal di hatinya sudah terjawab.

"Boleh gue tanya?"

Adira medongak. Pandangan bertemu. "Silahkan?"

"Mau jadi pacar gue?"

"Dasar gak romantis. Katanya mantan playboy."

*** 
Tiga bulan kemudian.

I found a love fore me
Oh darling, just dive right and follow my lead
Well, I found a girl, beautiful and sweet
Oh, I never knew you
were the someone waiting for me

Suara merdu Ed Sheeran menemani perjalan dua remaja yang sedang dilanda mabuk asmara. Malam minggu kesekian kalinya Adira. Sebelum punya pacar dia tidak pernah merayakan yang namanya malam minggu. Biasanya setiap malam sama saja. Tidak ada yang istimesa dan dispesialkan. Dia hanya rebahan di depan TV, main HP, membaca komentar di postingan artis idolanya, dan paling sering  tidur cepat karena gabut. Namun beda halnya sekarang. Rama selalu mengajaknya keluar rumah. Malam minggu sudah tak sekelabu saat masih menyandang status jomblo.

Hari ini, cowok itu membawa mobil. Padahal menurut Adira lebih romantis dengan motor tapi Rama bersikeras. Katanya, naik motor gampang masuk angin. Nanti acara kencan romantis bisa gagal kalau ada kentut merusak di tengah acara.

“Kita mau kemana sih?”

“Ancol.”

Adira mengernyit. “Udah malam loh ini.”

Rama menyiakan. “Gak ada yang bilang sekarang subuh. Jangan-jangan situ mau berenang ya?”

Adira berdecak kesal sambil mencubit lengan Rama. “Kok bisa sih suka sama mahkluk ngeselin kaya kamu.”

Sejak inseiden pengakuan isi hati yang berlokasi di taman belakang sekolah ditambah momen yang jauh dari kata romantis, mereka sudah ber-aku-kamu.

“Rama gitu loh. Ganteng, tajir, dan penuh pesona.” Rama menaik-naikkan alis sambil tertawa bangga.

Tidak banyak lagi obrolan sampai akhirnya mereka sampai ke daerah Ancol. Adira berdecak kagum saat Rama menggandengnya menyusuri dermaga cinta. Bukannya berlebihan tapi biasanya Adira ke tempat itu sore hari bersama Vito. Beda saat malam, suasananya sangat indah dibantu dengan lampu dari restoran Le Bridge yang memberi kesan hangat dan romantis.

“Mau langsung makan?”

Adira menggelengkan kepalanya persis anak kecil yang hendak disuruh pulang dari tempat wisata. “Sini dulu. Cantik pemandangannya.”
Rama bersedakap di samping Adira. “Cantikan juga kamu.”

Lagi-lagi Adira mencubit Rama. “Dasar tukang gombal gagal romantis.”

“Ihh galak banget sih pacarnya Rama.”

Adira mengeluarkan ponsel dari sling bag-nya. “Yuk selfie dulu. Mau buat IG story, biar mantan kamu pada histeris.”

Tidak peduli pada Adira yang tengah sibuk berpose dari segala sisi, Rama menarik Adira lalu merangkulnya. Mereka memandang ke arah laut. “Gak terasa, dua hari lagi aku berangkat.”

“Iya ya. Aku bakalan ngerasa sepi di sini.”

“Mau janji sama aku?” Rama menoleh pada Adira.

“Janji apa?”

“Kamu belajar lebih giat dan ngajar cita-cita kamu.”

Adira menjulurkan jari kelingkingnya dan disambut oleh Rama. “Aku janji.”
***

GAYA TOLAK-MENOLAK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang