4. Luluh

261 48 6
                                        

[Zakira Andelin]

Di sini, gue berdiri dengan kening berkerut, masih agak sedikit bingung dengan kehadiran cowok tinggi yang memakai kaca mata, namun tidak membuatnya terlihat culun di depan gue sekarang. Dari tampangnya, kayaknya cowok ini anak kelas 12 deh.

"Kenalin, gue Zavin Antariksa," katanya sambil tersenyum ke arah gue sambil mengulurkan tangan. Sok ramah banget.

Gue hanya diam, memandangi uluran tangan itu tanpa berniat membalas. Gue punya hak, kan, buat gak ngenalin diri ke sembarang orang?

"Oh-" Cowok itu tampak kikuk menyadari bahwa ulurannya tidak gue sambut, kemudian menarik kembali tangannya. "Sorry kalau kesannya gue sok akrab dan bikin lo gak nyaman."

"Hm." Gue berdehem mengiyakan tanpa ada niat untuk mengatakan kalau gue nyaman-nyaman aja.

Gue menunggu beberapa saat, sampai cowok ini mengutarakan maksudnya menghampiri gue sekarang.

Setalah gue hitung-hitung sampe sepuluh dalam hati, cowok di depan gue ini tak kunjung membuka mulutnya, malahan yang ada menggigit bibir bawahnya seolah-olah sedang menimbang-menimbang sesuatu yang berat---kayak dosa kalian misalnya. Mwehehe. Serius kok.

Gue memutar mata kemudian menghela nafas berat, "Lo kalau mau ngebatu terus gue tinggal ya? Gue mau ke kelas, udah telat nih."

Cowok itu mengangkat kepalanya dan menatap gue. "Anu---itu---"

"Anu-itu-anu-itu apaan sih? Tampang aja cakep, tapi ngomong gak lancar." Nah, jutek gue kambuh kalau sama orang asing kan? Iya, gue emang gini, kalau sama orang yang ga dikenal rada judes. Mungkin itu kali ya, yang bikin gue cuma punya temen dikit, itupun modelan Rasi. Cekcekcek.

"Gue duluan ya, Bang. Lo lama."

Tanpa menunggu, gue berbalik gitu aja. Malas menunggu cowok yang gak punya kepastian. Ragu-ragu mulu. Gue paling males sama orang yang ragu-ragu. Buang-buang waktu gue doang, dan endingnya gak ada yang pasti.

"Tolong jadi pacar bohongan gue. Satu mingu---aja."

Lengan gue dicekal, dan cowok itu tiba-tiba ngomong begitu cepat sambil memejamkan matanya. "Apaan dah?" ujar gue kembali mengernyit. "Lo ngomong kayak mau ngungkapin isi hati aja, pake menggigil segala."

Zavin, cowok itu, membuka matanya, dan sadar dengan omongan gue dia segera melepaskan tangannya dari lengan gue. "Ekhem." Dia berdehem, dan kemudian tampangnya berubah jadi cool, seolah-olah raut grogi tadi langsung lenyap begitu saja.

Heran gue, ini orang apa bunglon ya? Cepet banget ngerubah muka.

"Gue bilang, tolong jadi pacar bohongan gue. Seminggu dari sekarang aja deh."

Gue mengernyit lagi. "Kenapa sih? Jones ya lo? Tapi sorry, gue jelek-jelek gini gak mau pacaran sama sembarang orang."

"Tapi lo kan biasanya nerima job buat jadi pacar bohongan kan?"

"Oh ya?" gue balik bertanya. Tau dari mana? Wah, parah nih kalau ada yang bocorin, soalnya dalam kontrak udah ditulis, gak boleh bocorin identitas partner. Tega banget. Lagian kan admin webnya Rasi, harusnya ke Rasi dong ya. "Tau dari mana?"

Dia lagi-lagi tersenyum sinting, kemudian menggaruk belakang kepalanya. "Ada deh," katanya, "bantuin gue ya?" dan mulai memelas sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Gue mengernyit jijik. Kalau mau tau, gue paling gak suka sama orang yang minta dikasihani pake tampang mengiba gitu. Bukannya kasihan, malahan pengen gue tendang. Kalau mau minta tolong, ya bilang aja langsung, gak usah melas-melas kayak anak anj---kucing maksud gue. "Ogah! Mati aja lo sana!"

Gabut [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang