21. Cinta Butuh Perjuangan

122 29 1
                                    

[Regal Argara]

Gue berlari cepat setelah turun dari motor. Tanpa membuang waktu, gue langsung masuk ke gerbang rumah Delin. Memencet belnya seperti orang kesetanan.

"Delin, tolong buka pintunya," rapal gue terus menekan bel.

Sampai akhirnya pintu dibuka. Wanita dengan daster dan rambut yang disanggul keluar dari sana, menatap gue heran sekaligus was-was. "Ada apa, ya?" tanyanya.

"Delin-nya, ada?"

Lalu raut wanita itu berubah ramah. "Enggak ada, Den. Non Delin belum pulang dari siang tadi. Palingan dia main ke rumah Neng Rasi dan nginep di sana. Biasanya juga gitu. Emang ada apa ya? Kok mukanya Aden kelihatan khawatir begitu?"

Gue mengusap wajah semakin gusar. Bukan ini yang ingin gue dengar. "Bibi udah coba telepon rumahnya Rasi itu? Udah mastiin sendiri."

Wanita itu kemudian berjengit, lalu setelahnya menggeleng. "Biasanya---"

"Aish." Gue menggeram kemudian tanpa mendengarkan ucapan wanita yang agaknya asisten rumah tangga Delin itu lebih lanjut, gue berbalik dan berlari. Menyambar motor gue lagi dan melajukannya cepat dengan sebelah tangan, sementara tangan lainnya terus mencoba menghubungi nomor gadis itu; Delin.

"Delin lo di mana siih."

Gue mengerem motor gue mendadak ke pinggir jalan ketika nomor Delin yang terus gue coba hubungi berdering. Panggilannya terhubung. Lalu tak lama, akhirnya setelah entah berapa ratus kali gue mencoba menghubungi Delin, teleponnya diangkat.

"Halo, Delin. Lo di mana? Kenapa lo gak ada di rumah? Lo beneran lagi di rumah Rasi kan? Gak pergi sama Zavin kan? Kenapa lo gak angkat telepon gue dari tadi? Kenapa HP lo gak bisa dihubungi?"

Gue terengah, tanpa sadar gue bertanya tanpa jeda. Tapi tidak ada jawaban di seberang. Sampai beberapa saat terdengar decakan.

"Berisik banget. Kalau dia pergi sama gue, lo mau apa? Delin pacar gue, ya wajar kita pergi berdua."

Gue menjauhkan ponsel sebentar dan menatap kontak Delin. Benar, ini nomor Delin. Tapi kenapa bisa Zavin yang angkat? "Di mana Delin, Brengsek! Balikin HP Delin. Lo jangan coba-coba buat macem-macem sama Delin atau lo tau sendiri akibatnya."

"Hahaha." Zavin terbahak. "Emang gue bakal apain Delin? Gue itu pacarnya, udah pasti gue bakal jagain dia. Hahaha."

"Anjing! Gue tau lo punya niat buruk sama Delin! Lo tuh penguntit gila. Bajingan sakit jiwa. Gue tanya sekali lagi di mana Delin, Sialan?!"

Gue nyaris membanting ponsel gue ketika mendengar Zavin tergelak di seberang sana.

"Oh, ya? Ngapain gue nguntit pacar gue sendiri?" katanya, "bukannya seharusnya gue yang bilang itu ke elo? Cowok gak tau diri yang dengan lancang berusaha ngambil punya orang lain," sambungnya. Suaranya merendah, terdengar mengintimidasi.

Gabut [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang