13. Kue

137 37 9
                                        

[Zakira Andelin]

"Sih, temenin gue dong nanti pas pulang sekolah. Ya?"

Gue menatap Rasi serius dengan tatapan yang dibuat semenyedihkan mungkin. "Cuma beli kue doang kok. Nyokap gue ulang tahun hari ini. Ya? Pleaaaase."

Hari ini adalah hari ulang tahun Mama, dan sama seperti tahun-tahun yang berlalu, gue selalu beli kue buat Mama. Biasanya gue bakal beli tepat sehari sebelum hari H biar pas tengah malam bisa ngasih kejutan. Tapi kemaren Mama masih di luar kota, memeriksa cabang butiknya yang di Bandung. Jadi gue memutuskan untuk memberi kejutan hari ini, tepat ketika Mama pulang.

Rasi menghela nafas dari samping gue. Membenarkan kacamatanya kemudian menatap gue menelisik dan mengulum bibirnya. "Tapi hari ini gue kayaknya gak bisa. Gue ada simulasi buat persiapan olimpiade kimia minggu depan." Rasi menatap gue dengan tatapan bersalah, "Maaf, ya."

Gantian gue yang menghela nafas berat. "Ya udah deh, gue beli sendiri aja. Lagian deket kok. Lo belajar aja yang rajin biar gak begok." Gue kemudian tertawa setelah mengatakan itu.

Rasi merengut menatap gue sebal. "Kayak yang pinter aja lo."

"Gue? Lo meragukan kecerdasan gue yang paripurna ha?!"

"Dih, macam tak betul je."

"Pale lo." Gue menoyor kepala Rasi, yang dibalasnya dengan erangan kesal. Tidak sadar saja Bu Depsi sudah melotot di depan. Untungnya bel keluar main menyelamatkan, gue langsung menghela nafas lega.

"Yey, horeee! Udah habis buk jamnya, kita mau jajan nih, mana warungnya jauh. Perut Delin udah kedengeran bunyinya tuh, Buk," teriak Riko dari kursinya sok paling belajar aja dari tadi padahal kerjanya main SOS di belakang buku bareng Jun, mana bawa-bawa nama gue lagi. Gue mangacungkan kepalan tangan pada cowok itu yang dibalasnya dengan cengiran.

Bu Depsi geleng-geleng kepala, namun dia tidak bisa menyangkal dan memilih menggerutu lalu berlalu keluar kelas begitu saja. "Dasar gak berterimakasih," rutuknya.

"Skuy cabut." Gue berdiri hendak menarik tangan Rasi, namun sebelum itu Rasi sudah menyeletuk lesu, "Gue harus ke perpus. Pelatihannya dimulai setiap keluar main," kemudian menghela nafas berat.

Gue menggeleng-geleng kepala kemudian bersedekap. "Makanya lo kalau begok gak usah sok mau berubah jadi pinter. Mana pake masuk ekskul kimia terus mengajukan diri jadi partisipan olimpiade lagi. Is is is."

"Lo temen gue apa setan sih? Bukannya dikasih semangat malah dibikin makin down." Rasi melotot ke arah gue dengan muka sebal.

"Gue? Siapa? Ya pacar Kim Beom ganteng lah," ujar gue kemudian langsung berlari keluar kelas sebelum Rasi mengeluarkan hidung berasap dan tanduk merahnya. Pasalnya, Rasi itu begitu menggilai aktor drama satu itu. Dia fans garis kerasnya. Pokoknya gak boleh ada yang nyenggol-nyenggol Kim Beom depan dia atau ngaku-ngaku jadi pacarnya kayak gue tadi. Kalau udah gitu, dia bakal ngamuk.

"ANDELIIIIIIN! SINI LO SETAN! JAHANAM! BERANI-BERANINYA LO NYEBUT NAMA MASA DEPAN GUE PAKAI MULUT PENUH DOSA LO ITU, HAH?!" Gue ngakak sejadi-jadinya sambil lari. Yakin deh gue, pasti kelas sekarang udah runtuh gara-gara teriakannya Rasi. Mwahahaha. Seru juga ngerjainnya.

Gue berusaha menstabilkan deru nafas gue yang sesekali masih tertawa pelan. Gue sudah jauh dari kelas, jadi gue berjalan santai, lagian Rasi gak mungkin ngejar juga. Tujuan gue kali ini ke depan gerbang, nyari makanan kaki lima. Perut gue dah laper parah. Jadi, tanpa ragu gue melangkah menuju gerbang sekolah, sebelum akhirnya seseorang berjalan di samping gue.

Gabut [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang