22. Obsesi itu Diawali Cinta [End]

288 36 25
                                    

Hai. Ngomong2 ini akhir dari cerita gabut ini ya. Xixixi
Kukira awalnya cerita ini hanya akan berisi recehan doang, ternyata tidak! Taraaa! Setelah ini gak bakal ada lagi yang namanya penderitaan. Yeay!

Happy Reading!
***
[Zakira Andelin]

Gue sama sekali gak pernah berpikir hal ini akan terjadi. Bagi gue, semua hal yang ada di dunia ini hanya ada kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan yang membuat orang-orang berspekulasi, menerka-nerka, dan pada akhirnya stres karena hal-hal yang belum tentu akan terjadi. Makanya gue memilih hidup hanya untuk hari ini. Agar gue tidak terjebak dengan spekulasi-spekulasi mencekik yang membuat gue pada akhirnya berpikiran aneh-aneh. Gue hanya menjalani hari ini dengan seharusnya. Mikirkan semua yang akan terjadi hari ini dan apa yang akan gue lakukan hari ini. Bagi gue, tidak ada kata besok. Besok hanyalah bagian dari hari ini. Jika hari ini berakhir, maka besok itu akan berubah jadi hari ini. Begitu, kan, yang terjadi? Itulah kenapa selama ini gue selalu merasa hidup gue itu datar-datar saja, flat tanpa ada masalah. Hampa istilah bekennya. Karena apa pun yang gue lakukan, semua hanya tentang hari ini. Segala hal akan selesai hari ini. Begitulah gue berpikir selama ini.

Gue kira, mendapatkan masalah itu adalah sesuatu yang keren. Menakjubkan. Orang-orang dengan banyak masalah itu pasti menyenangkan karena bisa merasakan pahit manis kehidupan, berbeda dengan gue yang setiap hari hanya stuck di satu titik sama, tidak mengalami apa pun dan hanya terus terdiam di zona yang bahkan gak bisa gue sebut zona aman, karena gue memang gak punya zona lain selain zona itu. Gue gak bisa keluar ke zona apa pun dan tetap diam di hidup gue yang berakhir hari ini tanpa memikirkan untuk besok, mengabaikan masalah yang datang dan menganggapnya bukan masalah sehingga gue merasa tidak punya beban apa-apa. Gue iri dengan orang yang bisa merasakan beban hidup, patah hati, kecewa pada orang tua, menangis karena terlalu lelah, gue iri dengan mereka. Tanpa gue sadari, orang-orang itu lebih iri pada kehidupan gue yang tidak ada beban apa-apa. Gue baru menyadari bahwa di dunia ini banyak orang-orang yang ingin hidup tanpa beban seperti gue.

Dan sekarang apa yang terjadi ketika gue mendapatkan masalah? Gue bertemu dengan orang yang terobsesi sama gue. Orang sakit jiwa yang bersedia melakukan berbagai hal untuk mendapatkan gue, sekali pun dia harus merusak mental orang lain demi obsesinya.

Gue menarik-narik tangan gue yang diikatkan ke belakang kursi. Kedua kaki gue pun diikat kuat meski tidak diikatkan ke kursi.

"Argh!" gue mengerang mulai geram karena ikatan di tangan gue begitu kuat. "Kenapa sih, lo terobsesi banget sama gue?! Apa yang menarik dari diri gue sampe lo melakukan hal gila begini, hah!"

Zavin tersenyum. "Hm. Kenapa aku tertarik sama kamu? Karena ... kamu itu baik. Malaikat buat aku. Cuma kamu yang dengan mati-matian berusaha keras menolong aku di saat orang lain gak peduli, bahkan orang tuaku sendiri."

Gue berjengit. Kapan gue pernah nolong Zavin mati-matian? Gue nolongin dia juga karena dia membayar, dan bukan cuma dia yang gue tolong. "Zav. Gue gak pernah berusaha mati-matian nolongin lo. Gue cuma jadi pacar bohongan depan temen lo doang, dan itu gak memerlukan banyak usaha."

Zavin menggeleng, dia mendekati gue. Lalu menyibak poninya yang menutup kening. Ada jejak bekas luka besar di sana. "Hari itu, kalau gak ada lo yang datang nolongin gue, mungkin gue gak bakal ada di sini."

Gabut [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang