17. Tulisan

113 32 1
                                    

[Zakira Andelin]

Pagi senin. Upacara di tengah matahari yang entah kenapa tiba-tiba sangat terik sampai-sampai membuat baju basah akibat keringat kegerahan. Tidak berhenti di situ, Pak Nato si guru BK entah kerasukan apa tiba-tiba menjemur kami yang terlambat selama tiga puluh menit di depan tiang bendera setelah upacara usai.

Bisa lo bayangin gimana buruknya gue mengawali pagi? Dan setelah hukuman selesai, hal buruk lainnya terjadi. Ketika gue masuk ke kelas, pergantian jam pelajaran terjadi. Dan si garang dan tidak bertenggang rasa dalam memberi tugas, Ibuk Terhormat Zimi masuk. Guru PPKN yang kalau memberi tugas catatan langsung satu bab yang banyaknya tidak terkira dan harus selesai hari itu juga.

"Aaaarh! Kayaknya sekarang emang hari sial gue!"

Gue mengusak rambut sampai berantakan. Gue gak peduli lagi mau bagaimana penampilan gue terlihat. "Tau gini gue mending bolos aja."

Rasi menghela napas, kemudian memukul kepala gue dengan buku tulis. "Misuh-misuh ya misuh-misuh aja, tapi tangan tetep harus kerja. Biar pas lo selesai ngomel, tugasnya selesai juga!"

"Berisik lo!"

Gue mengerang, kemudian kembali mencoreti buku gue, meringkas buku paket yang entah kenapa terlihat begitu tebal hari ini.

Gue masih sibuk menulis dengan malas-malasan ketika seseorang datang dan menarik kursi di samping gue, kebetulan yang punya kursi sedang bergabung dengan gerombolan penggibah di sudut lain kelas, yang mungkin sekarang sedang histeris dan nyaris tidak bernapas karena kehadiran cowok itu.

Gue tidak menoleh sedikit pun dan berusaha keras untuk fokus pada buku gue. Namun cara Zavin menumpu siku dan menatap gue tanpa berkedip lama-lama membuat gue terganggu juga.

"Mau apa sih lo?! Gue colok mata lo baru tau rasa!"

Bukannya takut, Zavin malah tersenyum. Tangannya terulur kemudian menyelipkan rambut gue yang jatuh di samping mata ke telinga. "Kenapa sih, Yang? Masih pagi udah marah-marah."

"EKHEM! UHUK-UHUK!"

Rasi entah kenapa tiba-tiba punya penyakit batuk berdahak akut.

Gue melirik cewek itu sebentar, yang tampaknya masih menulis tanpa menoleh ke arah gue. Tapi bisa gue lihat dengan jelas Rasi berusaha mengulum bibirnya.

Gue mendesis, kemudian mendelik ke arah Zavin. "Gue lagi emosi! Pengen makan orang aja rasanya."

"Kenapa sih?"

Zavin mendekatkan kursinya ke arah gue, gak tau juga ini orang lagi ngapain, kosple jadi pacar perhatian kali ya. Coba aja kontrak kita udah berakhir, pasti dari tadi udah gue timpuk pakai buku.

"Delin tuh males nyatet, abis kena hukum gara-gara terlambat, terus dikasih tugas banyak banget sama Buk Zimi." Rasi menarik kursinya mendekat, kemudian meletakkan bukunya di samping buku gue dan mulai mengerjakan tugasnya. "Gak baik berduaan, ntar yang ketiganya setan. Makanya gue jadi yang keempat di sini."

"Ketiga dong lo harusnya. Lo kan setan."

"Pulang-pulang dimarahin. Ngajak berantem." Rasi mengacungkan penanya, kemudian meletakkan pena itu ke mulut, seolah-olah memberi kode, "Diem lo, biarin gue di sini deket-deket Zavin." 

Gabut [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang