Senin pagi. Seperti biasa Ipang mengantarkan dua anak tetangganya yang kaya raya itu ke sekolah mereka yang tidak jauh dari rumah. Setelah memastikan kedua anak itu masuk ke sekolahnya Ipang memutar si Buhun dan memacunya dengan kecepatan penuh. Dia sudah berjanji akan menjemput Lyra di halte Pasar Induk dan berangkat bersama ke pabrik. Ini adalah hari pertama mereka sebagai pekerja meskipun hanya berstatus magang dan kenyataannya mereka bolos dari sekolah.
Halte Pasar Induk. Ipang memarkirkan si Buhun di tepi jalan yang berjarak sekitar 10 meter dari halte. Sengaja ia parkirkan agak jauh agar tidak menghalangi angkutan umum yang berhenti disitu. Kurang dari 5 menit kemudian Lyra turun dari angkot dan melihat-lihat kesekitar. Begitu menemukan Ipang disebelah motornya ia pun segera mendekati Ipang.
"Ayo Pang langsung berangkat aja." Pintanya.
Ipang memberikan helm pada Lyra. Lyra kesulitan memakaikan pengait helm itu. Dengan segera Ipang membantunya. "Sini aku bantu Ra!" sejurus kemudian mereka pun berlalu.
Diruangan pelatihan mereka mendapatkan instruksi dari perempuan yang sama tempo hari dan kini perempuan itu mengenakan seragam putih-putih khas perusahaan. Setelah menandatangani kontrak magang mereka pun mendapatkan seragam dan kartu pengenal.
"Gue cocok kan Lin pakai seragam ini?" Bisik Ipang pada Lintang yang tengah mengancingkan seragam yang dikenakannya.
"Nggak!" jawabnya ketus.
Ipang merengut dan bergumam "menyebalkan!"
Satu orang memegang 1 unit komputer. Disudut ruang kerja mereka bertumpuk kotak dus berisi map yang penuh dengan lembaran form. Dan form itulah yang harus mereka input ke dalam suatu aplikasi yang tersedia di komputer. Anak-anak lain terlihat memang siap untuk bekerja. Pembawaan mereka serius. Beberapa menghitung jumlah form dalam kotak dus itu dan bersiap mengerjakan. Sedangkan Ipang, Lintang dan Lyra justru terlihat santai. Bagi mereka bertiga ini tidak lain hanyalah permainan yang membuat mereka bisa libur sekolah. Sedangkan anak-anak lain memang statusnya sudah lulus dari sekolah dan sedang mencari pekerjaan tetap.
"Ah sayang banget nggak ada Aceng!" Lirih Ipang mendekatkan kursinya ke meja Lintang sambil melihat pekerjaan Lintang.
"Ya mau gimana lagi, bukan wewenang kita juga kan." Jawab Lintang, matanya tetap fokus pada lembaran form yang sedang dia input.
Ipang kembali ke mejanya. Melirik Lyra yang mejanya berada tepat didepannya. "Ra udah dapat berapa map?"
"Baru 3 Pang. Kamu dapat berapa?"
"5 dong!" Ipang bersorak bangga lalu melemaskan otot-otot tangannya dan juga lehernya.
"Ah sial, cepet banget kamu Pang. Aku kejar dulu ah."
Semua orang fokus mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Sedangkan Ipang yang memang bisa meng-input lebih cepat berlagak santai dan mengunjungi meja-meja anak lain.
"Hai!" Ipang mendekati seorang gadis yang berambut panjang dan mengenakan bando berwarna kuning di sebelah mejanya.
"Hai juga!" gadis itu menjawab tapi matanya tetap fokus pada layar komputer dan form-form ditangannya.
"Dini ya?" tanya Ipang.
Gadis itu berhenti melihat layar. Wajahnya berpaling ke arah Ipang. "Kok tau?"
"Lha itu ada tulisannya di Id Card kamu." Ipang menunjuk Id Card yang ada di dada kiri gadis itu.
Gadis itu tersenyum kecil lalu kembali ke fokus ke layar komputer.
Tidak ada yang bisa diajaknya bicara Ipang pun kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaannya.
Bell tanda berakhirnya pekerjaan pun berbunyi. Semua bergegas merapikan pekerjaannya dan menata meja kerja dengan baik. Tumpukan map berisi form yang belum selesai di input mereka tandai dan mereka pisahkan untuk dikerjakan esok harinya.
"Ipang jangan dulu keluar. Tunggu!" Lyra mencegah Ipang yang sudah didepan pintu keluar dari ruangan itu.
Ipang pun menghentikan langkahnya dan berbalik. "kenapa Ra?"
"Sini kita foto dulu bertiga."
Ipang yang tidak punya ponsel tidak terbiasa dengan berfoto. Tapi dia menurut saja dan mendekati kedua sahabatnya itu.
"Pang nanti anterin Lyra pulang sampe rumah ya." Pinta Lintang.
"Siap boss." Ipang menirukan gaya hormat bendera.
Tentu saja Ipang tak keberatan mengantar Lyra pulang. Bahkan jika tidak terdesak waktupun Ipang bersedia menjemput Lyra kerumah. Tidak hanya menunggunya di halte Pasar Induk.
Sore hari di kawasan industri adalah tempat yang sangat tidak diinginkan siapapun. Jalanan yang macet, bising suara knalpot, seringkali juga terdengar suara klakson bersahutan. Bagaimana tidak pada jam itu semua karyawan pabrik keluar dari sarangnya. Tentu saja jumlahnya ribuan bahkan mungkin puluhan ribu. Keluar dalam waktu yang serentak. Sungguh pemandangan yang menyebalkan.
Tapi tidak bagi Ipang. Sore itu adalah hari yang sempurna baginya. Sebab setidaknya dalam satu minggu kedepan dibelakang jok si Buhun duduk membonceng seorang gadis yang disukainya. Dialah Lyra, kekasih dari sahabatnya. Ipang bersikap seperti biasa saja, tidak pernah menampakan bahwa dia menyukai Lyra. Begitupun dengan Lyra. Karena sudah menganggapnya sahabat mereka tidak terlihat seperti ada sesuatu. Padahal jauh di lubuk hati Ipang yang paling dalam ia begitu amat menginginkan Lyra. Tentu saja Ipang tidak akan pernah berani mengatakannya sebab Ipang tahu Lyra milik sahabatnya. Bisa membonceng Lyra setiap hari saja sudah cukup baginya.
Satu minggu berlalu sejak hari pertama mereka magang di pabrik itu. Pada hari terakhir mereka mendapatkan upah yang cukup besar untuk ukuran anak sekolah.
"Belikan HP saja Pang biar mudah kalo dihubungi." Sahut Lyra sambil menenteng amplop upahnya.
Ipang membolak-balikan amplop itu. Dipandnagnya lamat-lamat. Dengan uang segitu memang cukup untuk membeli ponsel. "Lihat saja nanti Ra." Jawab Ipang.
"Gimana kalo kita jajan Mie Ayam Bangka sebelum pulang?" ajak Lintang.
"Oke!" Ipang dan Lyra menjawab serentak.
Hari terakhir magang. Dan mendapatkankan uang yang lumayan besar tentu saja membuat Ipang dan Lintang senang. Mereka melupakan urusan sekolah yang sudah satu minggu mereka membolos. Entah mereka ingat tapi bersikap masa bodo atau memang mereka benar-benar lupa akan Bogem pak Yitno dan cincin batu akik besarnya yang akan mendarat di kepala mereka jika dia tahu Ipang dan Lintang membolos untuk magang. Jawabannya akan mereka temukan hari senin esok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lyra dan Toples Rindu
Romance11 tahun aku menabung rindu, 11 tahun aku menyimpan baik-baik rasa yang begitu hebatnya. 11 tahun aku menunggu keinginan yang tak kunjung menemui takdirnya. Kau tahu, sampai detik ini aku sudah mengumpulkan 76 toples yang kutata baik-baik di dinding...