(Prolog 1) Toples Itu Kunamai Rindu

59 7 0
                                    

Malam ini secangkir kopi dan puntung-puntung inspirasi menemaniku merayakan sepi. Setidaknya aku tidak benar-benar sendiri menyelami malam yang semakin dingin, semakin sunyi dan sepi. Kopi hanyalah satu-satunya temanku yang selalu menjadi saksi betapa hebat rinduku. Ah aku bukan ingin menceritakan tentang kopi, bukan. Ini semua tentang aku yang begitu rajin menabung rindu hanya untuk membeli temu yang tak pernah direstui takdir.

Entah berapa banyak prosa, hikayat, puisi yang menceritakan tentang rindu. Tentang betapa hebatnya rasa itu yang bahkan bisa dengan tega setiap saat membunuh dan menghancurkan setiap perindu. Aku tak peduli. Aku tak peduli dengan cerita mereka, kisah mereka, perasaan mereka. Aku tak peduli dengan rindu yang mereka agung-agungkan. Aku hanya peduli pada rasa saat ini yang ingin kusebut rindu. Tapi berhak kah aku? Kemana jua rinduku harus berlabuh.

Aku rela jika setiap kali aku merindu aku harus tega menikam hatiku, membunuhnya, menguburnya dalam ruang penglupaan. Sejak dulu, setiap kali aku merindu aku membuatkan bintang dari lipatan kertas dan kutulis namamu lalu kusimpan baik-baik dalam toples kaca yang kutempelkan tulisan bertuliskan "RINDU UNTUK LYRA" .

Aku tahu kau punya temanku, tapi aku tak bisa bohongi diriku. Setiap kali aku melihatmu bermesraan dengannya bisa kau bayangkan bagaimana hatiku saat itu. Tapi kupastikan kau tak akan pernah tahu. Aku adalah orang yang paling hebat menjaga cinta. Di depanmu dan didepannya aku bisa tertawa terbahak bersama menceritakan kekonyolan-kekonyolan dan percandaan yang akan membuatmu ikut tertawa. Tapi tidak kah kau tahu dibalik semua itu aku menyimpan kekonyolan diriku sendiri atasmu.

Hidupku penuh dengan gurauan, tapi percayalah cintaku tak pernah bergurau. Bagiku melihatmu bisa tertawa penuh bahagia sudah lebih dari cukup. Biar aku saja yang menanggung perasaanku. Pun aku tak pernah menyebut itu beban. Kerelaanku adalah bukti cintaku.

Aku adalah saksi perjalanan cintamu dengan kekasihmu yang juga temanku. Semua hal aku tahu, setiap momen indahmu aku menyaksikan dengan penuh haru dan pilu. Aku hanyalah sebuah simbol (+) diantara x dan y dalam persamaan linier yang membuat kau dan dia satu. Aku adalah kertas antara pena dan tinta yang membuat kisahmu dan kisahnya bahagia. Aku adalah bilangan prima dalam aritmatika yang membuat kalian tidak bisa dibagi dua. Aku hanyalah substitusi dalam rumus matematika yang menggantikan bintangmu jika ia tak mampu bersinar untukmu.

Aku hanyalah pengganti jika kekasihmu itu sibuk tak bisa mengantarmu, tak bisa menjemputmu, tak bisa menemanimu karna satu dua sebab. Tapi hanya raga yang kugantikan, perasaanmu tidak. Aku terima, aku rela, sebab aku mencinta. Dalam diam, dalam senyap yang bahkan semut pun tak akan mampu mendengar lirih suaraku. Dia adalah bintang, dan kau adalah rasi tempat bintang berlabuh sedang aku hanyalah bulan yang diam diam mencintamu.

Hari berlalu, musim berubah, tahun berganti. Tak ada yang berubah dari rasaku. Pun toples-toples itu tak pernah bocor. Mereka tetap tersimpan rapat, semakin bertambah dan saling betumpukan satu sama lain. Ah, betapa hebat aku menyimpan semuanya. Aku ini adalah penabung ulung. Jika saja yang kutabung itu adalah uang tentu saja sudah mampu membeli apapun yang kumau. Nyatanya aku hanya menabung rindu yang tak kunjung mampu membeli temu.

Lyra dan Toples RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang