Bagian 10

18 2 0
                                    

Ipang memacu motornya dengan kecepatan tinggi bak pembalap motor liar meliuk-liuk menyalip mobil dan motor lain. Memang sangat menyenangkan mengendarai motor dengan suara bising dan ngebut. Seolah-olah tak peduli malaikat maut selalu mengintai. Salah perhitungan sedikit saja ketika menyalip bisa berujung petaka. Tapi Ipang memang sudah sangat lihai memacu motor itu. 

Motor itu sudah menemani masa bujang Ayahnya dan kini diwariskan pada Ipang sejak ayahnya pergi berdagang ke sebrang untuk mengadu nasib agar lebih baik. Ayahnya pulang setidaknya 3 kali dalam satu tahun. Paling lama bisa hanya dua kali saja saati Lebaran dan Tahun Baru. Tapi budaya nyaba memang sudah biasa dikampung mereka. 

Sebenarnya ayah Ipang pindah ke kota ini untuk mencoba berdagang cimol seperti keponakan-keponakannya yang lebih dulu. Tapi rupanya dewi fortuna tidak memihak padanya. Sehari paling pulang bawa uang 20 ribu saja dan tentu saja itu jauh dari cukup untuk menghidupi Istrinya dan kedua anaknya. Menyerahlah ia dikota ini dan memilih Sumatera untuk berdagang kacamata di pelosok yang belum terjamah toko optik.

Mendengar suara motor Ipang tiba didepan rumah Lyra langsung keluar rumah untuk menemuinya. Ia membukakan pintu pagar. "Masuk dulu Pang."

"Iy Ra." Ipang memarkirkan motornya di depan rumah Lyra dibwah pohon jambu yang tak pernah berbuah. Entah apa yang salah dengan pohon itu.

Mamanya Lyra ikut keluar dan melihat Ipang. "Oh pergi sama Ipang, kemana memangnya Lintang?" Ibunya Lyra memang sudah sangat kenal Ipang. Karna sering kali Lyra bercerita tentang Ipang dan lintang. Bahkan Mamanya pernah bilang pada Lyra. "Mama heran sama Ipang, kok dia mau aja ya nganterin kamu. Padahal yang pacarnya kamu kan Lintang." Lyra menjawabnya ya karna memang mereka bersahabat baik jadi saling bantu.

"Ah dia sibuk terus Ma!" jawab Lyra dengan ketus merasa sebal kekasihnya itu tak bisa mengantarnya hari ini.

"Yasudah hati-hati ya Ipang. Jangan ngebut-ngebut dan pastikan kembalikan Lyra dalam keadaan baik-baik saja." Mamanya tersenyum terlihat kelegannya saat tahu Ipang yang akan mengantar anak kesayangannya. Mamanya Lyra memang sudah percaya dengan Ipang. Toh selama Lyra diantar oleh Ipang, Lyra selalu kembali dalam keadaan tak kurang apapun.

"Iya bu, tenang saja. Percayakan pada Ipang." Dengan bangga Ipang menepuk dadanya dan membalas senyum Mamanya Lyra.

"Yasudah Ma aku berangkat dulu ya." Mereka menyalami Mama Lyra dan beranjak menunggangi motor berandal itu.

Ipang memacu motornya dengan pelan. Bahkan terlalu pelan. "Kok pelan banget Pang!" sampai Lyra protes.

"Ya, kan kata Mama kamu harus hati-hati Ra!"

"Ya tapi gak sepelan ini juga Pang."

"Oke deh, pegangan tangan ya, aku nggak mau kamu terjungkal." Ipang mengendurkan pundaknya dan bersiap memacu adrenalin bersama motor berandalnya. Dengan sejuru Lyra memegang pundak Ipang agar tidak terpental.

Ipang mengendurkan gas nya dan berkata pada Lyra dengan nada sedikit berteriak. "Kamu tahu nama motor ini Ra?"

"Apaan Pang aku nggak dengar?" Lyra mendekatkan kupingnya ke arah kepala Ipang.

"Kamu tahu nama motor ini?" Ipang mengulangi pertanyaannya dengan nada yang lebih keras.

"Memang ada namanya?"

"ada lah!"

"Apa emang?"

"Buhun!"

"Apa artinya pang?"

"Tua Bangka Ra."

Lyra hanya mengangguk saja tak terlalu mempedulikan nama yang diberikan Ipang untuk motornya itu. Selama motor itu bisa menggantikan Lintang mengantarnya kemana saja itu sudah cukup buat Lyra.

Lyra dan Toples RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang