Bab 10 - Sebuah Panggilan

101 17 2
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Memaafkan seseorang tidak akan membuat harga dirimu jatuh, tapi pahala besar yang akan didapat.

- Assyifa -

By Aisyahh

🍁🍁🍁

Sejak tadi sore, Syifa masih saja setia memeluk kaki nya sambil menenggelamkan wajah nya di lutut. Ia menangis sendiri dalam keheningan, mukena yang ia gunakan untuk sholat Maghrib saja masih juga belum dilepas.

Andai saja kejadian belasan tahun silam tidak pernah terjadi, tentu saja Syifa tidak akan menjadi seperti ini sekarang, Syifa tidak akan pernah dilanda rasa ketakutan yang berkepanjangan. Tapi percuma, karena kata andai tidak akan bisa mengubah segalanya.

Husna yang memerhatikan Sahabat nya yang menangis sedari tadi, merasa sangat kasihan. Syifa telah menceritakan semuanya pada Husna.

Husna memilih untuk menghampiri Syifa, ia duduk di tepat di samping Syifa, dan mengusap punggung Syifa dengan lembut. Syifa yang merasa kan kehadiran Husna pun menegakkan kepalanya, dan menoleh sejenak ke arah Husna.

"Na..." Lirih Syifa.

"Iya."

Syifa menengadahkan kepalanya menatap langit-langit kamar dengan mata sembab." Menurut Lo apa yang harus gue lakukan na, agar gue ngakk selalu merasa dihantui ketakutan seperti ini." Tanya Syifa tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Fa, Sekarang lebih baik kamu lupakan perkataan pak Arshaq tadi sore. Aku tau apa yang kamu rasakan, hanya ada satu cara agar kamu bisa lepas dari semua ini fa." Ujar Husna.

"Apa?"

"Maafkan kesalahan ayah mu."

Syifa spontan menoleh ke arah Husna, alis nya saling menyatu seolah mewakili tanda tanya. Maksud Husna memaafkan kesalahan ayah nya? Oh, itu mustahil akan Syifa lakukan, selamanya tidak akan pernah.

"Memaafkan si brengsek itu maksud Lo na? Ngakk akan pernah na ngakk. Ngakk semudah itu bagi gue untuk memaafkan nya na, luka yang dia torehkan begitu dalam buat gue. Lagian selama ini dia tidak pernah merasa bersalah untuk apa gue harus susah-susah memaafkannya." Kesalahan demi kesalahan yang pernah dilakukan oleh Rizal dahulu berputar secara sempurna di memori Syifa. Menyakitkan memang.

"Bagaimana dia itu tetap ayah kamu fa, yang namanya manusia pasti khilaf, dan waktu itu ayah kamu khilaf  fa, apa sulitnya untuk memaafkan?"

"Apa sulitnya Lo bilang na? Lo ngakk tau apa yang gue rasakan selama ini! Kita tersiksa gara-gara ulahnya itu, Lo iya beruntung na punya Ayah yang begitu sayang sama lo." Jawab Syifa terbata-bata. Tangis nya kembali menggema.

"Meminta maaf dan memaafkan bukan perkara siapa yang salah duluan fa, Meminta maaf dan memaafkan seseorang tidak akan membuat harga diri jatuh tidak akan mengurangi pahala fa, malahan pahala bagi orang yang dengan mudahnya memaafkan kesalahan orang lain itu sangat besar, surga imbalannya."

Syifa bungkam.

"Selama kamu tidak bisa memaafkan kesalahan ayahmu, selama itu pula hidup mu akan selalu dihantui kebencian dan ketakutan fa, kamu tidak akan bisa menjadi lebih baik, karena selalu hidup dalam kebencian. Oke, aku mengerti posisi kamu." Husna menjedah ucapan nya," Lupakan masalah memaafkan terlebih dahulu, untuk sekarang perbaiki diri, dan terus belajar untuk menjadi seorang muslimah seutuh nya, jangan pernah untuk mengaitkan kesalahan ayahmu lagi dengan kehidupan kamu selanjutnya, jika kamu memang belum bisa untuk memaafkan. Jaga mahkota mu fa, Setidak nya demi ibu mu." Lanjut Husna memberi nasehat kepada Syifa.

Assyifa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang