Bab 12 - Satu Langkah Maju

94 17 3
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Saya mencintai Rasulullah, Tiada tauladan yang baik bagi kita sekarang ini melainkan Beliau Sang Baginda Rasul kekasih Allah, Saya ingin dipertemukan dengan beliau di akhirat kelak. Saya tidak mungkin menyakiti wanita sedangkan Islam sendiri memuliakan wanita, ibu saya wanita saya juga mempunyai kakak wanita, sampai kapanpun hidup saya tidak akan terlepas dari yang namanya wanita, tanpa wanita mustahil saya akan berada di atas dunia ini. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk menyakiti wanita.
• Arshaq Alkmaar Anugerah •

- Assyifa -

By Aisyahh

🍁🍁🍁

Takdir. Satu kata yang hampir sebagian manusia tidak bisa memahaminya apalagi takdir tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.

Takdir. Satu kata tersebut yang seringkali manusia hanya bisa menerima apabila takdir yang datang baik, namun jikalau yang datang adalah takdir buruk tidak sedikit dari mereka yang berburuk sangka kepada sang penulis takdir sendiri.

Padahal justru terkadang Allah menguji kita dengan musibah ini karena Allah sedang menyiapkan kita ke tempat yang mulia di sisi-Nya. Atau justru Allah bermaksud menerima kembali kita sebagai hamba-Nya, jika dengan musibah itu kita beristighfar, bertaubat, dan mengakui segala kesalahan kita, dan mengakui segala kemahabesaran Allah. Tapi hanya kita saja sebagai manusia yang jarang sadar akan hal tersebut.

Begitu juga halnya dengan Syifa tidaklah mudah baginya untuk menerima kenyataan baru yang begitu menampar relung jiwanya. Menerima kenyataan bahwa ibu yang sangat ia sayangi selama ini divonis menderita gagal ginjal. Sungguh kenyataan sangat sulit untuk bisa Syifa pahami.

Syifa meratapi dirinya sendiri, ia merasa selama ini hidup nya tidak berguna, ia merasa selama ini adalah anak durhaka, bagaimana tidak? Penyakit yang diidap oleh ibu nya sendiri ia tidak pernah tahu.

"Ibu kenapa ngakk pernah bilang sama kita selama ini? Kenapa ibu sampai tega menyembunyikannya dari kita... hiks?" Tanya Syifa bertubi-tubi kepada sang ibu dengan tangis yang sudah tidak bisa ia bendung lagi.

Erina hanya menggeleng,"Maafkan ibu sayang, ibu Ndak bermaksud untuk menyembunyikan ini semua dari kalian, tapi hanya ibu belum yang siap memberi tahu kalian." Air matanya juga tumpah.

Syifa dan Alesha dengan serentak langsung memeluk Erina yang terbaring di atas brankar suasana seketika berubah menjadi haru.

"Ibu...hiks...kita sayang ibu...kita akan selalu ada untuk ibu...hiks..."

Erina mengelus punggung kedua putri nya itu bergantian, rasa bersalah menjalari sekujur tubuh nya. Erina merasa bersalah kepada anak-anaknya, ia merasa selama ini ia telah menjadi ibu yang egois. Erina pikir dengan menyembunyikan semuanya dari Syifa dan Alesha adalah jalan yang terbaik, Erina paham betul selama ini kedua putrinya itu hanya mengecam rasa pahit tanpa harus ada kata bahagia terlebih Syifa. Setidaknya dengan cara ini Erina bisa melihat raut bahagia dari mereka, tanpa harus tau kebenaranya. Benar kata pepatah " Sepandai-pandai tupai melompat suatu saat pasti akan jatuh juga." Lambat-laun Syifa dan Alesha pasti akan tau tentang penyakit yang diidap Erina selama ini.

"Ibu minta maaf...sayang."

Erina mengusap  jejak-jejak butiran air mata yang masih menempel di wajah nya. "Syifa,yang kesini sama kamu tadi siapa?"

Assyifa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang