Chapter 4

105 19 7
                                    

"Best fandom 2020 goes to—" Heidi Klum sengaja memotong perkataannya. Detik selanjutnya ia membuka sebuah kertas yang dipegangnya sebelum berujar, "Congrats to One Direction!"

Semua orang tampak bertepuk tangan setelah mendengarnya. Ruangan yang sempat hening itu kembali dihebohkan dengan teriakan dan tepuk tangan. Sontak, Niall langsung bangkit berdiri dan memeluk keempat temannya itu sebelum memutuskan untuk maju ke atas panggung. Satu persatu di antara mereka memeluk singkat Heidi dan menerima pialanya. Sempat Niall dan Louis memperebutkan pialanya dan entah bagaimana pialanya terbagi menjadi dua bagian. Liam yang melihatnya hanya terkekeh sebelum akhirnya mengambil alih untuk bicara.

"Oh liat, kita baru aja megang pialanya selama dua detik dan pialanya udah rusak lagi. Good job guys," ujar Liam sarkastik membuat Niall tertawa pelan. "Um ya, jujur ini adalah hal yang luar biasa. Makasih buat kalian semua yang selalu dukung kita, tanpa kalian kita ga akan dapet ini semua dan penghargaan ini bukan sepenuhnya punya kita, tapi punya kalian juga. Intinya kita cuma bisa bilang banyak-banyak terimakasih. We love you," lanjutnya diikuti tepuk tangan dari yang lainnya. Setelah mengatakan itu, mereka berlima langsung turun dari atas panggung dan segera kembali ke tempat duduk mereka semula.

Kebetulan One Direction ditempatkan di sebuah meja berbentuk lingkaran bersama dengan beberapa selebriti lain, seperti Camila Cabello, Shawn Mendes dan juga Taylor Swift.

Taylor yang duduk disebelah Harry langsung mengulurkan tangannya dan mengucapkan selamat atas keberhasilan kelima pria itu.

Harry balas tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya. "Makasih. Selamat juga buat lo."

Selama acara berlangsung the boys berbicara cukup banyak dengan Camila, Shawn dan Taylor. Entahlah, mereka jadi cukup dekat karena perbincangan ini. Mereka memang sudah pernah bertemu dengan Camila dan Shawn sebelumnya di studio rekaman yang sama saat Camila dan Shawn hendak berkolaborasi. Namun, ini adalah kali pertama mereka bertemu dengan Taylor, meski begitu rasanya mereka sudah cukup dekat dengannya.

Setelah sekitar dua jam berlalu, acara penghargaan itu pun berakhir. Alhasil, One Direction memenangkan semua nominasi mereka yaitu delapan penghargaan. Tanpa menunggu lagi, mereka langsung keluar dari gendung untuk pulang.

"Langsung balik nih?" tanya Louis menatap kepada empat temannya, tetapi tak ada satupun yang menjawabnya. Mereka tampak sibuk dengan urusannya masing-masing. "Woy kacang!" pekiknya.

"Jangan ngegas, Lou."

"Abisnya sih, jawab kek."

"Kuy ke Nandos dulu, abis itu balik deh," usul Niall dengan semangat.

Zayn mengernyit. "Idih masa udah cakep gini ke Nandos sih? Outfit kaya gini cocoknya buat ke kondangan."

"Gue jamin ujung-ujungnya ga bakal jadi kemana-mana. Udah lah mending balik aja," ujar Liam yang mulai kesal seraya berjalan menuju mobil terlebih dahulu.

"Tay!" Zayn yang menyadari keberadaan Taylor disana sedikit memekik membuat perhatian yang lainnya ikut tertuju pada gadis yang dipanggilnya barusan.

Taylor tampak sedikit terkejut saat mendengar namanya disebut. Namun, detik selanjutnya ia kembali menormalkan raut wajahnya.

"Lo ngapain di situ sendiri?" lanjut pria berambut hitam itu.

"Ini gue lagi nunggu asisten gue. Harusnya bentar lagi sampe, tapi sampe sekarang belum datang," ujar gadis pirang itu sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah.

"Gimana kalo lo mampir ke flat kita dulu?" Harry berujar, tak kalah semangat.

Taylor menautkan kedua alisnya, jelas kebingungan. Pasalnya baik Zayn maupun Harry, keduanya baru saja ia temui beberapa jam lalu. Sebelumnya mereka tidak pernah bertemu sekali pun dan anehnya sekarang mereka mengajak Taylor yang notabenya sebagai orang asing berkunjung ke flat mereka?

"Kalo diem terus berarti iya." Tanpa menunggu aba-aba apapun, pria berambut ikal itu langsung menarik pergelangan Taylor dan mengajaknya masuk ke mobil, diikuti Louis, Niall dan Zayn dibelakangnya.

"Lama kaya siput." Liam menggerutu saat pintu mobil terbuka. Namun, langsung menyesali perkataannya setelah melihat siapa yang masuk. "Eh Taylor?"

"Hai, Liam," kata gadis itu sedikit canggung sambil duduk di kursi paling depan. Entahlah, Taylor hanya mengikuti intruksi Harry barusan. Ya, pria itu meminta Taylor untuk duduk di kursi paling depan, tepat di sebelahnya.

Harry membuka pintu bagian lain dan duduk di kursi pengemudi. Setelah semuanya masuk ke mobil, ia segera menancapkan gasnya menyusuri kota London yang cukup sepi.

"Tay, udah makan belum?" tanya Niall di sela-sela perjalanan. Taylor sedikit menoleh dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Tuh! Berarti kita harus pesen makanan."

"Halah itu paling ide-idean lo doang, kan? Sengaja nanya gitu biar dibolehin beli makanan," celoteh Louis.

"Harusnya kalo sama temen tuh percaya aja. Iya ga, Zayn?" Niall langsung menyenggol tangan Zayn yang ada di sebelahnya.

"Musrik percaya sama lo," balas Zayn langsung diikuti kekehan dari Louis.

"Gue baru inget kalian kan patner," sunggut Niall yang akhirnya jadi menggerutu sendiri sepanjang perjalanan.

"Udah woy jan berantem mulu. Malu nih," tegur Harry tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan kota London.

"Weh gila loh! Pertama kalinya seorang Harry Edward Styles yang dulunya berprofesi sebagai tukang roti negur kita. Biasanya dia ikutan ricuh juga. Kenapa nih tiba-tiba? Ada apa perangan?" Niall langsung menanyakan hal itu dengan suara yang cukup nyaring.

"Gerangan, Ni. Bukan perangan," koreksi Liam sambil memutar bola matanya.

"Sok pinter! Makan pake sendok aja masih remed."

"Beda cerita itu!"

Sepanjang perjalanan Taylor berusaha keras menahan tawanya agar tidak meledak. Mereka berlima tampak sangat konyol, berbanding terbalik dengan segala pikiran yang ada di benaknya sejak awal.

"Cantik," gumam Harry nyaris berbisik. Entah darimana asal perkataannya barusan, yang jelas ia menyesali hal itu sekarang. Tapi sudahlah, lagipula sepertinya tidak ada yang mendengarnya karena semua tampak sedang sibuk mendengarkan perdebatan Niall dan Liam, pikirnya.

"Hah?"

Sialan, dia denger.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang