Chapter 14

53 8 2
                                    

Acara makan malam di kediaman keluarga Swift berlangsung dengan khidmat. Namun, sepertinya tidak bagi gadis bernama lengkap Taylor Alison Swift itu.

Sedari tadi ia tidak menyentuh makanannya sedikitpun. Ia juga tidak mendominasi percakapan di ruangan ini, hanya menimpali sesekali, itupun jika sang ayah memaksanya untuk menjawab.

Pikirannya terus berkutik dengan Harry. Tadi sepulang mengantarkan Taylor ke rumahnya, ia mengatakan bahwa dirinya akan datang menemani Taylor di acara makan malam keluarganya bersama Calvin, tapi nyatanya pria itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali, padahal acaranya sudah dimulai sejak dua puluh menit yang lalu.

Taylor merutuki pria itu. Awas saja jika ia tidak datang dan beralasan sedang tidur atau yang lainnya. Kini perasaannya bercampur aduk, sedari tadi ayahnya terus saja membahas tentang pertunangan bodoh itu dan sebisa mungkin Taylor mengalihkannya.

Semua pandangan mengarah ke pada gadis priang itu kala ia bangkit berdiri dari tempatnya. Sang ayah terlihat sudah khawatir jika Taylor akan mengatakan hal yang tidak-tidak dihadapan Calvin, terlihat jelas mata elangnya seakan memperingati putri semata wayangnya itu untuk menjaga kata-kata yang akan ia lontarkan nantinya.

"Mau kemana?" tanya Scott.

"Kamar mandi." Setelah mengatakan hal itu, Taylor langsung bergegas pergi meninggalkan meja makan. Persetan jika ia dianggap tidak sopan karena sikapnya barusan. Beruntunglah, hari ini kedua orangtua Calvin sedang ada urusan di luar negri sehingga tidak dapat datang, setidaknya itu berita baiknya.

Sesampainya di kamar mandi, gadis itu mengunci pintu rapat-rapat. Setelah itu langsung menghubungi Harry dengan ponselnya.

"Hallo?" ujar Taylor sedetik setelah panggilan terhubung.

"Kedua kalinya lo nelepon gue hari ini. Kenapa? Ga bawa duit lagi?" katanya sambil terkekeh. Kenapa dia bisa setenang itu? Seolah-olah dirinya tidak melakukan kesalahan apapun.

"Lo dimana?"

"Di-"

"Kenapa lo belum datang ke sini? Acara makan malemnya udah mulai daritadi." Ia memelankan suaranya agar tidak ada seorangpun yang mendengarnya.

"God!"

"God!" cibir Taylor mengikuti gaya bicara pria itu. "Buruan ke sini!" sambungnya.

"Iya iya, gue jalan sekarang."

"Jangan jalan, naik mobil aja biar cepet!" balas gadis pirang itu dengan polosnya.

Tawa Harry langsung menggeleggar di ujung sana. "Maksud gue, naik mobil."

Ia memilih tak menanggapi perkataan Harry yang satu itu.

"Gue bakal disana lima menit lagi."

Gadis itu berdecih meremehkan. Mana mungkin Harry bisa datang ke rumahnya hanya dalam lima menit. Meskipun jarak dari flat Harry ke kediaman Taylor tak begitu jauh, tapi tetap saja setidaknya membutuhkan lima belas menit untuk sampai disana.

"Lo naik mobil, bukan roket."

Harry terkekeh pelan setelah itu berujar, "Lo ga percaya?"

"Emang engga."

"Yaudah gue buktiin nih ya. Kalau gue sampe disana dalam lima menit, lo harus mau jadi pacar gue."

Taylor membulatkan matanya. Bisakah Harry tidak mengatakan hal-hal yang bisa membuatnya merasakan sensasi aneh ini lagi? Ia yakin bahwa pria sialan itu hanya bergurau.

Taylor tak bisa berpikir jernih lagi sekarang. Ia langsung memutuskan panggilannya sepihak, tidak peduli dengan Harry yang mungkin akan marah nantinya. Yang terpenting sekarang adalah pertanyaan yang sejak tadi menganggu pikiran gadis itu.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang