"Friends till the end."
Taylor mendongkak bersamaan dengan Andrea yang memasuki kamarnya sambil menyanyikan potongan lirik lagu yang muncul di televisi. Gadis pirang itu terkikik sebelum membiarkan sang ibu bergabung dengannya.
"Friends lagi?"
Taylor mengangguk cepat, kemudian menggedikan bahunya. Ia memang sudah menonton serial ini lebih dari sepuluh kali, hanya saja dirinya belum menemukan sesuatu yang lebih menarik dari kisah pertemanan mereka berenam, jadi ia memutuskan untuk menontonnya lagi.
"Harry udah pulang?" Sang ibu bertanya. Sekarang ia berbaring di sebelah putrinya sambil menatap layar televisi.
"Ya, udah dari tadi." Ia menjawab dengan jujur.
Pertemuannya dengan Harry berakhir tak lama setelah Calvin memutuskan untuk pulang dan gadis itu berakhir dengan menonton Friends sampai detik ini.
"Terus gimana sama Calvin?"
Biasanya Taylor kehilangan semangatnya saat mendengar nama itu disebut. Namun, setelah semua yang terjadi hari ini, tidak ada alasan lagi untuk tidak menyukainya.
"Dia mau bantuin Taylor buat ngomong sama dad." Gadis itu tersenyum sambil membayangkan kata-kata yang dilontarkan Calvin tadi.
"Oh ya?" Andrea jelas terkejut.
"Aneh ya?"
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya. Ia pasti berusaha menghormati Calvin untuk tidak mengatakan bahwa perilakunya barusan tergolong aneh.
Kening Taylor bergelombang sebelum ia kembali membuka mulutnya. "Jujur aja, Mom. Dia bahkan ga ada di sini."
"Sebenernya sedikit," kata Andrea diiringi dengan tawanya dan Taylor tidak bisa menolak untuk bergabung dengannya.
Ponsel di atas nakas bergetar membuat Taylor menggerakan tangannya untuk meraih benda itu.
*Taylor.. ini Harry. Besok lo mau ga datang ke flat? Kita bikin banyak makanan.*
Begitu isi pesannya. Tanpa diberitahu pun, Taylor sudah mengetahui itu adalah Harry. Kenapa juga pria itu harus menyebutkannya? Apakah ia pikir Taylor tidak menyimpan nomor seseorang yang telah dihubunginya berulang kali? Itu konyol dan ia ingin mengejeknya karena itu.
"Siapa?"
"Harry. Dia ngajak makan di flatnya." Gadis itu tidak bisa menyembunyikan senyum idiotnya, padahal ia sudah mati-matian menjaga agar wajahnya tetap netral supaya Andrea tidak menggodanya. Untunglah ia tidak melakukannya. Sejenak Taylor berpikir ibunya mungkin tidak memperhatikan cara ia tersenyum dan cara nada bicaranya berubah seketika. Ia bersyukur karena..
"Dia ga bisa ya sehari aja ga ketemu?" Andrea memicingkan matanya sambil tertawa. Tepat seperti dugaan. Taylor mengerang, kemudian menutupi wajahnya dengan bantal, membiarkan Andrea terus menggodanya.
Ia tidak dapat mengingat sudah berapa episode Friends yang ia lewatkan karena memilih untuk berbicara tentang banyak hal pada Andrea, kebanyakan tentang bocah keriting itu dan sang ibu menjadi pendengar yang sangat baik hingga akhirnya Taylor terlalu lelah untuk berbicara lagi dan memutuskan untuk tidur.
Saat pagi hari tiba, lampu dan televisi sudah dimatikan. Itu jelas perbuatan Andrea dan Taylor harus berterimakasih padanya. Ia melirik jam yang tergantung di dinding, menunjukkan pukul sebelas siang. Tentu ini terlalu siang untuk memulai hari, tapi siapa peduli? Ia menganggap itu adalah hal yang normal, mengingat dirinya tertidur pukul dua pagi setelah selesai berbicara dengan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Fanfiction[Completed] Segala sesuatu yang kalian lihat di media belum tentu sepenuhnya benar, banyak diantara mereka yang suka sekali memanipulasi berita. Ini adalah kisah yang menceritakan kehidupan nyata para selebriti yang selama ini selalu kalian harapkan...