Chapter 19

47 10 3
                                    

"Ayo dong, Car! Please." Gadis itu kembali merajuk sambil menyatukan kedua telapak tangannya, berharap temannya itu akan luluh dengan sikapnya barusan.

Cara menggeleng lagi. Entah sudah berapa kali ia menolak, tapi Kendall tampak sangat bersikeras untuk membujuknya atau mungkin memaksanya.

"Lagian kenapa juga sih gue harus ikut? Kan lo yang mau ngedate."

Kendall menggedikan bahunya sebelum duduk di ujung kasur dan bergabung dengan Cara. "Lo juga tau, ini pertama kalinya gue ngedate. Gue ga tau harus ngapain dan yang jelas gue ga mau jadi canggung sama Harry, makannya lo harus ikut," jelasnya panjang lebar.

"Tapi gue ga mau ya jadi nyamuk di antara lo sama pacar brengsek lo itu."

Gadis yang disebut Kendall itu memutar bola matanya. "Dia ga brengsek, oke? Dan Lo ga bakal jadi nyamuk, gue janji. Lagian gue udah minta Harry buat bawa temennya. Nih gue kasih bocoran ya, temennya itu kaya dan ganteng banget." Kendall sedikit berbisik di akhir kalimatnya. Sejujurnya ia sendiri tidak tahu siapa teman yang akan diajak Harry ke sana namun, jika dengan sedikit bualan berhasil membuat Cara setuju, maka ia akan melakukannya.

Cara terdiam beberapa saat sebelum menaikkan sebelah alisnya. "Ganteng?"

"Ya, lo pasti suka!" ucap Kendall dengan penuh semangat saat melihat Cara tampak mulai tertarik.

"Well-"

Belum sempat Cara melanjutkan kata-katanya, Kendall langsung berteriak keras sambil memeluk temannya itu dengan erat. "Love you, Cara!"

Kini giliran Cara yang memutar bola matanya, kemudian menjauhkan tubuh Kendall di sekitarnya.

"Lo bisa pake dress gue." Kendall mengedipkan sebelah matanya seraya membuka lemari dan mengeluarkan sebuah dress hitam yang sangat elegan.

❄❄❄

Liam mengusap-ngusap telapak tangannya berulang kali, wajahnya tampak sedikit berkeringat menandakan bahwa ia sedang benar-benar gugup.

"Lo gugup?" Pria berambut ikal itu setengah tertawa saat menyadari bahwa Liam bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun selama perjalanan.

Liam menggelengkan kepalanya dengan cepat, jelas berbohong.

"Gue yang mau ngedate, kenapa lo yang gugup?" cibir Harry.

"Gue ga gugup, oke? Gue cuma pensasaran sama temen pacar lo."

Harry tak merespon lebih jauh lagi. Terlebih saat ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Pun ia menekan tombol hijau dan memasang earphone di sebelah telinganya.

"Halo? Engga, dia ga ada sama Harry. Kenapa?"

Liam yang awalnya tidak memperhatikan, jadi beralih menatap raut wajah Harry yang entah kenapa langsung berubah drastis.

"Harry bakal cari dia, tenang aja." Setelah mengatakan hal itu, panggilan pun terputus sepihak. Jari-jarinya bergerak menekan nama Taylor di layar, berharap gadis itu akan menjawab namun, harapannya hilang begitu saja saat mengetahui bahwa ia bahkan tak mengaktifkan ponselnya.

"Sial! Lo kemana sih?" erang Harry sambil melempar ponselnya ke sembarang arah.

"Kenapa?" Liam akhirnya menyuarakan rasa pensarannya.

"Nyokapnya Taylor bilang Taylor pergi dari rumah dan sekarang handphonenya mati." Harry menghela napas kasar, berusaha menjernihkan pikiran negatifnya.

"Terus?"

"Gue bakal cari dia. Bilangin permintaan maaf gue sama Kendall." Harry berujar cepat, setelah itu menghentikan mobilnya tepat di depan restaurant mewah yang telah di reservasinya kemarin.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang