Chapter 11

56 9 5
                                    

"Hai, gue Louis," sapa Louis ramah sambil mengulurkan tangannya ke hadapan seorang gadis cantik berambut kecokelatan, yang diyakininya sebagai calon pacarnya itu.

"Eleanor," balas gadis itu tanpa menerima uluran tangan Louis, membuat pria itu kembali menarik tangannya sendiri.

"Louis! Eleanor!" panggil Simon. Sontak, kedua insan yang terpanggil berjalan ke arah pria itu.

"Ayo duduk dulu." Simon mempersilahkan Louis dan Eleanor duduk bersebelahan, sementara ia berada di sebrangnya.

"Oke, kita ga perlu basa basi lagi karena pihak management udah nghubungin kalian dan dapet persetujuan langsung dari kalian. Itu artinya kalian ga keberatan, iya, kan?" tanyanya sambil menatap Louis dan Eleanor bergantian.

"Sampai kapan?" tanya gadis itu dingin.

"Kita bahkan belum mulai dan lo udah nanya sampai kapan," gerutu Louis menatap gadis di sebelahnya, tetapi gadis itu benar-benar tidak peduli dengan apapun yang dikatakannya.

"Gini—pertama, kita ga tau apa respon orang-orang tentang hal ini, tapi saya harap mereka bisa percaya. Kedua, tugas kalian itu ngeyakinin media dan fans kalau kalian itu beneran pacaran. Makannya, kalian bakal lebih sering pergi keluar, sebisa mungkin harus disorot media. Ketiga, kalian bakal berhenti kalau rumor itu udah ga kedenger lagi," jelas Simon panjang lebar. "Oh ya, kalian bisa mulai dari hari ini," tambahnya membuat keduanya mengangguk saat mendengar penjelasan pria itu.

Setelah percakapan singkatnya dengan, Louis dan Eleanor diminta untuk menandatangi beberapa dokumen dan barulah diizinkan pulang.

"Lo pulang naik apa? Mau gue anterin ga?" tanya Louis saat berada di parkiran, tepat di sebelah gadis itu.

Eleanor menoleh, kemudian tampak berpikir sejenak. "Boleh, lo bawa mobil?"

Pria itu menepuk jidatnya. "Oh iya gue ga bawa mobil, tadi nebeng temen gue, tapi sebenernya gue ga nganggep dia temen juga sih."

"Kalo gitu ngapain lo ngajakin bareng?" tanya gadis itu sembari memutar bola matanya malas.

Louis hanya tertawa singkat sebelum berujar, "Gue anterin naik taksi kan bisa."

"Lo mau jadi supirnya gitu?"

"Ya, bukan. Maksudnya kita berdua naik taksi yang sama. Nah gue nemenin lo duduk di belakang, gimana?"

"Ga usah, ga menguntungkan sama sekali buat gue." Eleanor menyesal mendengar perkataan pria satu ini. Ia lebih memilih mencari taksi sendiri dan berhenti mempedulikan perkataan bodohnya.

"Eh tunggu!" Louis menarik pelan pergelangan tangan gadis itu saat hendak pergi menjauh.

"Apa lagi?" geramnya tanpa menoleh sedikit pun.

"Kita jalan bareng yuk! Kita kan udah resmi jadian hari ini."

Eleanor berbalik, menatap pria itu tajam. "Lo aja belum nembak gue, terus tiba-tiba kita udah jadian gitu?"

Secara tiba-tiba Louis berlutut di depan Eleanor dengan tangannya yang kini mengenggam kedua tangan gadis itu.

Eleanor yang seperti tak mendapat aba-aba sama sekali, langsung membulatkan matanya. Beberapa pasang mata menatap mereka secara bersamaan membuat rona di wajahnya semakin terlihat jelas.

"Lo ngapain?" bisik Eleanor yang rasanya ingin ditelan bumi saat itu juga.

"Eleanor," panggilnya dramatis sembari mendongkak menatap gadis cantik di hadapannya.

"Will you be my girlfriend?"

Setelah kata-kata itu berhasil keluar dari mulut Louis, Eleanor langsung menarik kedua tangannya dan berjalan pergi meninggalkan pria itu, tanpa mengeluarkan satu kata pun. Ia berjalan keluar dari parkiran sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam, berharap bisa melupakan rasa malunya yang tak terbendung lagi.

Satu hal yang sempat terdengar oleh Louis adalah suara gerutuan gadis itu yang merasa malu setengah mati karena menjadi tontonan banyak orang di parkiran.

❄❄❄

Taylor mengaduk chocolate shake yang telah di pesannya beberapa menit lalu. Ia melirik ke arah jam yang melingkar di tangan kirinya. Bahkan sampai saat ini, Harry belum datang menemuinya. Padahal mereka sudah membuat janji sejak dua puluh menit lalu.

Gadis pirang itu membuka ponselnya untuk menghilangkan kejenuhannya itu. Namun, sedetik kemudian ia kembali menutupnya saat menyadari keberadaan Harry di sana.

"Maaf terlambat, tadi nganter Louis dulu," katanya sambil menarik kursi di hadapannya.

Taylor hanya menatap pria itu sinis. "Lama banget," desisnya yang masih dapat tertagkap oleh indra pendengaran Harry.

"Iya iya. Kalau mau marah, marahnya sama si Louis noh." Pria bermata hijau itu membuka buku menu sebelum memanggil waitress dan menyebutkan pesanannya. Setelah waitress itu pergi, mata hijaunya kembali terfokus pada Taylor yang entah mengapa terus saja memperhatikannya sejak tadi.

"Oke, gimana? Lo mau ngomong sesuatu?" tanya Harry sambil menopang dagu dengan tangannya.

Taylor menghela napasnya, kali ini ia tidak boleh menunda lagi. Walau sepertinya Harry sama sekali tidak mempermasalahkan kejadian kemarin, tapi tetap saja Taylor jadi merasa tidak enak padanya.

"Kok diem? Dating macem apa yang diem dieman gini?" katanya membuat Taylor memundurkan wajahnya, terheran.

"Dating? Ini bukan dating!" tegas gadis itu, walau tak bisa dipungkiri bahwa ia merasakan kebahagiaan saat mendengarnya.

Harry terkekeh,"Bener sih, kalo gue yang ngajak, baru tuh dating."

Taylor meniup poninya, tanda malas. "Terserah. Gue mau ngomongin—" Ia menghentikan ucapannya saat melihat Harry yang menatapnya begitu intens membuatnya sedikit risih dan tidak percaya diri di saat yang bersamaan. "Apa sih? Ga usah gitu juga liatnya!" Gadis itu menjauhkan wajah Harry dari hadapannya, sementara pria ikal itu hanya terkekeh geli.

Selang beberapa saat, Taylor menghela napasnya sebelum memberanikan diri untuk berujar, "Jadi, gue mau minta maaf karena kemarin udah bentak-bentak lo kaya gitu. Padahal lo cuma mau bantuin gue, tapi ya lo tau kan? Mood gue lagi ga terlalu bagus waktu itu, jadi gue ga bisa mikir jernih," jelasnya panjang lebar.

"Lo ngajakin gue ke sini cuma buat ngomong itu?"

Taylor heran dengan respon Harry yang terkesan meremehkan persoalan ini. "Iya, emang ngapain lagi?"

"Masa? Gue kira lo mau modus karena pengen ketemu gue."

Gadis itu membulatkan matanya sebelum mengoceh tak jelas, merutuki Harry yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat amat tinggi.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang