Taylor's POV
"Lo mau juga?" Harry berbisik, membuatku menoleh dan terkikik sebelum menyikut lengannya.
"Lo tau jawabannya!"
"Apa?" Harry masih bertanya.
"Jelas gue ga mau," jawabku setengah tertawa. Dia pasti bercanda saat mengajakku menari seperti yang dilakukan Louis dan Eleanor saat ini.
"Oke, semua denger! Sekarang giliran gue sama Taylor."
Butuh beberapa detik bagiku untuk menyadari dari mana suara itu berasal. Aku menoleh, menatap pria di sebelahku yang sudah menyuguhkan senyum paling menyebalkan di wajahnya.
Aku sedikit tersentak, kemudian membulatkan mata guna memperingatkan Harry, tetapi ia tampak menghiraukannya. Apa lagi yang diinginkan pria ini?
Semua orang tampak terkejut. Namun, mereka pulih dengan cepat dan menjadi sangat bersemangat.
Aku merasakan sentuhan di pergelangan tanganku, itu Harry. Ia menginsyaratkanku untuk berdiri, tapi aku memilih untuk diam di tempatku. Aku jelas tidak mau dan seharusnya Harry tahu bagaimana perasaanku tentang ini, jadi kusimpulkan bahwa ia memang sengaja melakukannya.
Musik sudah berhenti tanpa sepengetahuanku. Louis dan Eleanor juga sudah tidak menari-nari seperti tadi. Aku benar-benar terlalu banyak berpikir hingga tidak menyadari bahwa pandangan semua orang telah mengarah pada kami. Tepatnya kepadaku.
"Tay?" Harry menyadarkanku, matanya bertemu dengan miliku.
"Apa? Engga!" Aku menolak dengan cepat.
"Ayo, Taylor!" Aku mendengar suara Niall terkekeh di belakangku dan aku menggeleng sambil membalikkan senyumnya. Aku bersumpah untuk tidak bergerak dari kursi ini selama waktu yang dibutuhkan. Itu keputusan final.
"Taylor! Taylor!" Itu muncul dari berbagai suara. Aku berusaha yang terbaik untuk tetap tersenyum dan menggeleng pelan pada mereka, tetapi mereka tetap bersorak dan bertepuk tangan. Ini bencana.
"Ayolah cuma nari kok." Aku meyakini itu suara Eleanor atau mungkin Gigi. Siapapun itu, aku berharap mereka akan berhenti membujuk.
Ini memang hanya tarian, tapi aku tidak mau. Apapun yang terjadi aku tidak akan pernah mau. Biarkan saja Harry menjadi pria bodoh di sana sendirian, tidak denganku.
Tanpa aba-aba, Harry menarik kedua pergelangan tanganku saat aku sedang lengah, setelah itu membawaku menjauh dari kursi, membuat suara riuh terdengar semakin jelas.
Kini aku menatap Harry, maksudku benar-benar menatapnya. Kami berdiri berhadap-hadapan di tempat yang lebih luas, sementara teman-temannya menonton kami dari ujung layaknya menyaksikan pertunjukan lumba-lumba. Oke, mungkin bukan lumba-lumba, tapi jauh lebih baik jika mereka membayar tiket untuk pertunjukan terkutuk ini.
Musik telah kembali diputar dan aku bernarap bahwa speaker milik Zayn rusak sekarang juga.
Harry tersenyum. Aku tahu dari matanya bahwa ia tengah menahan tawanya agar tidak meledak. Ia mengenggam tanganku dan menaruhnya di bahunya. Saat ia mulai menaruh tangannya di pinggulku, aku seharusnya tahu, tapi aku tetap saja terkejut.
Mungkin aku harus lebih tenang. Ini hanya tarian, aku terus mengingatkan diriku sendiri. Bedanya, di hadapanku saat ini adalah Harry dan kami memiliki cukup banyak penonton untuk menyaksikan.
Kakinya mulai bergerak, tapi pandangannya masih mengarah padaku. Aku tidak yakin harus melakukan apa, jadi aku hanya mengikutinya bergerak.
Bagaimana aku bisa tahan? Mata hijaunya yang cerah bisa membakarku kapan saja dan bisakah mereka berhenti bersorak? Itu menganggu. Mengangguku dengan Harry. Tidak, aku pasti sudah gila karena terus memikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Fanfiction[Completed] Segala sesuatu yang kalian lihat di media belum tentu sepenuhnya benar, banyak diantara mereka yang suka sekali memanipulasi berita. Ini adalah kisah yang menceritakan kehidupan nyata para selebriti yang selama ini selalu kalian harapkan...