Chapter 6

83 14 14
                                    

Hari ini adalah hari yang cukup menyebalkan, setidaknya begitulah bagi kedua pria bernama Harry dan Zayn. Bagaimana tidak? Mereka diminta untuk berbelanja bahan makanan seorang diri dan di sinilah mereka sekarang, di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota London.

"Harry, kayanya kita harus beli ini deh." Zayn menunjuk sebuah tissue warna-warni yang menurutnya sangatlah unik.

"Ga usah, buat apaan?" tanya Harry seraya memutar bola matanya malas. Sejak tadi yang mereka lakukan hanyalah membuang-buang waktu, padahal mereka sudah berada di sana lebih dari satu jam, tetapi keduanya masih belum menemukan barang yang benar-benar diperlukan.

"Lucu woi, gue ga pernah liat ada tissue pelangi kaya gini."

"Penting banget ya? Yang ada malah dimasukin ke museum sama si Niall," balas Harry geram sendiri. Ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya terlebih dahulu, meninggalkan teman bodohnya itu.

Pria berambut hitam itu menghela napas perlahan. Sejurus kemudian memutuskan untuk mengikuti Harry dan berusaha menyeimbangkan langkahnya. "Ga usah buru-buru sih, baru juga sampe."

"Baru sampe? Kita udah di sini tiga jam, oke?"

"Tiga jam dari mana? Kebiasan lo hiperbola tau ga?"

Harry terkekeh pelan sebelum berujar, "Udah buruan beli apa aja, sekalian beli makanan juga. Ini lagian harusnya kerjaannya Niall, kenapa jadi kita sih?"

"Ga ada yang bisa di harepin dari dia, mageran gitu anaknya. Idupnya emang kurang berguna." Zayn jadi menggerutu sendiri hingga akhirnya memutuskan untuk membawa beberapa jenis buah dan sayuran ke kasir.

"Ya Tuhan, lama banget jalan lo," gerutu Harry yang sejak tadi tak berhenti mengeluh.

"Sabar! Ini bawaan gue banyak, sementara lo bawa apa hah? Harga diri aja ga lo bawa," balas Zayn tak mau kalah.

Harry langsung menghentikan langkahnya. Ia menatap Zayn dengan tatapan kesal selama beberapa saat. "Lo kok malah emosi? Ya udah sini gue bawain." Akhirnya Harry meraih sebuah paperbag di tangan Zayn.

"Eh itu ada apaan ya rame-rame?" Pria berambut ikal itu menunjuk salah satu tempat di tengah mall.

"Baca tuh, fashion week. Lo ga sekolah apa gimana sih?" Zayn menjawab malas-malasan. Menurutnya, pertanyaan Harry barusan itu tidak perlu dijawab, bahkan anak berusia lima tahun saja bisa tahu tanpa bertanya.

Ia tersenyum lebar saat sebuah ide muncul di benaknya. "Ayo ke sana!"

Zayn menatapnya dengan alis yang nyaris menyatu. "Ngapain?"

"Di sana pasti banyak cecan."

Zayn seharusnya tidak heran lagi. Ia menyesal karena menjawab pertanyaan Harry barusan. Bayangkan saja jika ia tidak menghiraukan Harry tadi, mungkin saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang.

Zayn tampak berpikir sejenak sebelum mengiyakan permintaan Harry dengan berat hati. Setelah itu ia mengikuti kemana pun Harry akan membawanya pergi. Lagipula tidak ada gunanya menolak ajakannya karena pada akhirnya ia akan melakukan apa saja untuk memaksa Zayn ikut ke sana.

Keadaan di sana memang terbilang ramai. Namun, Harry dan Zayn bisa merasa tenang karena mereka pikir tidak akan ada yang mengenali mereka dengan masker dan kacamata yang dikenakannya sejak tadi.

"Zayn, itu tuh modelnya di depan." Harry langsung berjalan mendekat, diikuti Zayn di belakangnya.

"Hai semua," sapa Harry saat mencapai kursi paling depan. Di sana ada beberapa model yang tampak sedang bersiap. Salah satu di antaranya menyuguhkan senyum dan balas menyapa Harry. "Hai, apa kita saling kenal?"

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang