"Harry, ambilin starbuck gue yang ada di kulkas dong!" pekik Niall dari arah ruang tamu.
"Imbalannya apa?"
"Perhitungan banget. Ga usah aja ga usah!" Niall bersungut. Setelah itu memutuskan untuk mengambil kopinya sendiri.
Harry yang melihat hal itu hanya terkekeh dan bergabung dengan ketiga teman lainnya yang sedang tampak asik memainkan sebuah permainan di PS.
"Hei, pada main apaan?" tanyanya sambil duduk di sofa.
"Berisik."
Harry tak terkejut lagi jika mendapat respon seperti itu dari Louis, terlebih jika ia sedang bermain games seperti ini. Louis sangatlah kompetitif dan selalu ingin memenangkan segala permainan.
"Geser woi! Sempit banget ini," ujar Zayn kepada Harry yang duduk tepat di antaranya dan Louis.
"Geser-geser pala lu! Ini udah mepet. Makannya minta Sarah beliin sofa baru. Sofa macem apa ini? Kalo kita duduk berlima pasti langsung sesek napas semua."
"Kita mah engga ya, Zayn? Biarin aja dia sesek napas sendiri," ujar Louis tak mengalihkan pandangannya sama sekali dari layar TV.
"Sialan lo, Lou! Kalau ga mau minta Sarah beli sofa baru, mending lo duduknya di lantai gih biar lega soalnya lo yang bikin sempit."
Louis menatap Harry dengan mata yang memicing. "Apa? Gue harus sekurus apa lagi sih?"
"Nah mulai kan ngomongin berat badan. Ujung-ujungnya gue lagi yang disuruh pindah," kata Liam pasrah. Tanpa menunggu lagi, ia langsung memutuskan untuk duduk di lantai.
Pria berambut hitam itu terkekeh pelan sebelum berujar kepada Liam. "Nah untung lo peka."
Belum sempat Liam merespon, suara bel pun berbunyi membuat semuanya saling bertatap-tatapan.
Setelah hening beberapa saat, Harry pun mulai membuka suara. "Buka sana, Zayn!"
"Ogah, emang gue babu lo?"
"Gue juga ga mau sih punya babu kaya lo," timpal Harry tak mau kalah.
Liam menghela napas perlahan. "Udah gue aja lah! Muak banget gue dengernya, punya kaki ga dipake."
"Lihat lihat! Liam Teguh." Louis mencibir sambil menunjuk-nunjuk Liam. Namun, Liam tak meresponnya sedikit pun. Ia tetap melanjutkan langkahnya dan membukakan pintu flat lebih lebar lagi.
"Eh Sarah?" ujar Liam sedetik setelah melihat siapa yang datang.
Gadis yang dipanggil Sarah itu mengulas senyum dan melangkah melewati Liam.
"Hi boys!"
Suara itu terdengar sangat familiar di telinga mereka. Bagaimana tidak? Mereka mendengar suara Sarah hampir setiap hari. Oh ya jangan lupakan ocehan-ocehannya yang bisa bertahan selama dua puluh empat jam penuh itu. Jika kalian bertanya-tanya tentang Sarah, biar kujelaskan sebentar.
Gadis berambut cokelat itu adalah asisten pribadi One Direction. Sudah sekitar empat tahun atau bahkan lebih, ia mengurusi kebutuhan kelima bocah itu. Mulai dari membuatkan mereka makanan setiap harinya, membelikan kebutuhan mereka sampai memberi tahu jadwal kerja mereka, bahkan setiap ada tour, dialah yang mengurusi semua kebutuhan the boys dari mulai nol sampai selesai. Jika ditanya apakah Sarah kewalahan dengan sikap kekanak-kanakan mereka? Jawabannya adalah iya, tetapi gadis itu begitu menikmati pekerjaannya saat ini. Entahlah, ia justru merasa sangat beruntung bisa berada dekat dengan kelima pria luar biasa ini.
"Hai Sarah, ngapain ke sini?" ujar Louis to the point, diikuti kekehan dari yang lainnya.
Niall yang mendengar nama Sarah disebut langsung berlari dari arah dapur menuju ruang tengah. "Sarah? Hai," katanya dengan penuh semangat.
Sarah yang melihatnya hanya memutar bola mata singkat. Setelah itu duduk tepat di sebelah Louis yang kebetulan kosong.
"Gue cuma mau ngasih tau kalian. Besok sore kalian bakal pergi ke acara BillBoard. Kalian masuk delapan nominasi," jelas Sarah yang hanya ditanggapi anggukan dari semuanya. "Ya, gue cuma mau bilang itu. Apa kalian butuh yang lain?" Gadis berambut cokelat itu menatap mereka satu persatu.
"Sarah, kapan kita bakal ke Nandos? Lo udah janji," kata Niall, mengabaikan pertanyaannya barusan.
"Kita bakal pergi hari ini kalo lo mau."
"Beneran? Ayo pergi sekarang! Sebentar, gue siap-siap dulu," ujar Niall penuh semangat setelah itu berlari kecil ke kamarnya. Sarah yang melihat hal itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sudah terbiasa dengan tingkah Niall yang seperti itu.
Beberapa menit berlalu hingga akhirnya pria berambut pirang itu kembali ke ruang tengah.
"Katanya mau siap-siap, tapi kok bajunya masih sama?" tanya Sarah dengan dahi yang berkerut.
Niall beralih menatap Sarah sebelum berujar, "Gue bilang kan siap-siap, bukan ganti baju. Gue cuma sisiran sama pake parfum doang."
Sarah mengangguk sekali, tanda mengerti. Sejurus kemudian ia menatap ke arah Harry, Liam, Louis dan Zayn. "Kalian mau ikut juga?"
"Engga," jawab semuanya kompak, kecuali Louis. Ia benar-benar sedang fokus dengan permainannya. Lagipula ketiga temannya sudah menjawab, jadi ia pikir dirinya tidak perlu menjawabnya lagi.
"Lou, ikut ga?" tanya Sarah memastikan.
Pria itu hanya menggeleng, tanpa menatap Sarah sedikitpun. "Nanti dimarahin Niall lagi," ujar Louis sekenanya. Rasanya Niall ingin mencekik Louis saat itu juga. Kenapa juga ia harus mengatakan hal seperti itu sih?
"Loh kok gitu? Gapapa kan, Ni kalo Louis ikut?" Kini gadis bernama Sarah itu beralih menatap mata biru Niall.
Pria itu menghela napasnya sebelum berujar dengan tak ikhlas, "Terserah."
"Tuh. Mau ya, Lou?"
Kali ini Louis menatap Niall dan langgsung tertawa setelah mendapati ekspresi kesal di wajah pria itu. "Engga deh, Sar. Lain kali aja."
Senyuman di wajah Niall mengembang ketika Louis menolak ajakan Sarah. Baguslah, setidaknya ia bisa makan berdua dengan Sarah tanpa gangguan dari yang lain. Namun, raut wajahnya sedikit berubah ketika ia menatap Sarah yang sepertinya sedikit kecewa. Ya, Niall dapat melihat jelas kekecewaan di wajah gadis itu. Apa Sarah sedih karena Louis tidak mau bergabung? Tapi kenapa? Sepertinya ia tidak keberatan sama sekali saat Harry, Liam dan Zayn tidak mau bergabung. Jangan-jangan Sarah menyukai pria sarkastik itu. Niall membenci setiap pertanyaan bodoh yang merasuki pikirannya saat ini.
"Ayo Ni! Pulangnya kita naik boom boom car," ujar Sarah penuh semangat sambil bangkit berdiri dan menarik pergelangan tangan Niall keluar dari sana. Sebelum benar-benar pergi, ia sempat melambaikan salah satu tangannya ke arah belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Fanfiction[Completed] Segala sesuatu yang kalian lihat di media belum tentu sepenuhnya benar, banyak diantara mereka yang suka sekali memanipulasi berita. Ini adalah kisah yang menceritakan kehidupan nyata para selebriti yang selama ini selalu kalian harapkan...