"Harusnya lo cari cara. Nyokap gue bisa panik gara-gara gue ga pulang."
"Mana handphone lo? Biar gue yang ngomong sama nyokap lo." Harry berujar sambil meraih ponsel gadis itu secara paksa.
Belum sempat Taylor memprotes perlakuan Harry, pria itu sudah menempelkan ponselnya ke telinga.
"Hallo Mom Andrea, ini Harry."
Taylor yang menyadari bahwa panggilannya sudah terhubung langsung melemparkan tatapan tajam padanya, seolah memperingati pria itu agar tidak bicara yang tidak-tidak.
"Iya, Taylor masih sama Harry kok." Harry tersenyum lebar saat menyadari bahwa tatapan gadis itu tak kunjung pergi darinya. Dengan sengaja, Harry pun menekan loud speaker agar Taylor bisa ikut mendengarnya.
"Oh ya bagus deh kalo gitu."
"Tapi maaf Mom, hari ini Taylor ga bisa pulang soalnya Harry lagi sakit perut dan sekarang ada di klinik. Tadi Harry udah nyuruh Taylor pulang aja, tapi dia ga mau. Katanya mau nemenin Harry di sini," tukas pria berambut ikal itu secara gamblang. Taylor yang terkejut mendengarnya, langsung mencubit lengan pria itu sampai meringis.
"Astaga Harry! Tapi kamu gapapa, kan?" Suara Andrea kembali menginterupsi kegiatan kedua insan itu.
"Iya, gapapa kok. Besok pagi juga udah bisa pulang kayanya," balasnya sambil mengusap lengan kanannya yang masih sakit.
"Ya udah cepet sembuh ya, Harry. Bilangin sama Taylor, jagain kamunya yang bener."
Gadis pirang itu mengernyitkan dahinya. Apa-apaan Andrea ini? Dia malah lebih mengkhawatirkan Harry daripada anaknya sendiri? Keterlaluan!
"Mom—" Taylor hendak memprotes perkataan sang ibu barusan. Namun, terpaksa terhenti karena tangan Harry langsung membekap mulutnya.
"Kalian saling jaga, oke?" lanjut Andrea yang tampaknya tak mendengar suara Taylor barusan.
"Iya, Mom. Harry tutup teleponnya dulu ya, anak Tante rewel minta—"
Perkataan Harry tadi tiba-tiba terpotong karena Taylor langsung menarik kembali ponsel miliknya dan mematikan panggilannya secara sepihak, setelah itu menjauhkan tangan besar Harry darinya.
"Gue udah bilang, ga usah ngomong yang aneh-aneh!" Gadis itu berteriak sambil memukuli lengan Harry.
Harry hanya tertawa keras kala melihat raut wajah gadis itu yang entah kenapa merona. "Oke tapi itu alasan yang bagus, kan?" tanyanya santai sambil menahan kedua tangan Taylor untuk berhenti memukulinya.
"Ngga sama sekali," tukasnya penuh penekanan, setelah itu menepis tangan Harry.
Pria itu hanya terkekeh pelan menanggapinya. Kemudian mengajak Taylor untuk kembali duduk di sebelahnya. Ia pun menurut saja walau sejak tadi bibirnya tak berhenti menggerutu.
Keheningan menyelimuti mereka berdua selama beberapa saat, tetapi itu tak membuat keduanya menjadi canggung. Mereka justru tampak menikmati keheningan tersebut.
"Tay," panggil Harry pada akhirnya. Taylor hanya bergumam sebagai jawaban, itupun tanpa menoleh sedikitpun.
"Gue boleh nanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Fanfiction[Completed] Segala sesuatu yang kalian lihat di media belum tentu sepenuhnya benar, banyak diantara mereka yang suka sekali memanipulasi berita. Ini adalah kisah yang menceritakan kehidupan nyata para selebriti yang selama ini selalu kalian harapkan...