Tak terasa hari ini adalah malam natal, besok natal dan beberapa hari yang akan datang adalah tahun baru. Itu terdengar sangat cepat, namun nyatanya waktu terasa begitu lambat apalagi jika kau menghitungnya setiap persekian detik. Seperti yang Taylor lakukan saat ini, ia sedang terjebak di rumahnya sendiri dan harus berpura-pura menikmati makan malamnya dengan keluarga Calvin. Ide siapa lagi jika bukan berasal dari Mr. Scoot yang terhormat? Kemarin ia merecanakan makan malam ini dengan sebaik mungkin karena ayah dan ibu Calvin baru saja kembali dari urusannya, maka tidak ada salahnya untuk mengundang mereka makan malam sekaligus merayakan malam natal bersama, begitu katanya. Taylor cukup yakin bahwa ayahnya akan mengundang mereka lagi saat malam tahun baru dan jujur itu membuatnya gila.
Biasanya Taylor begitu bersemangat menunggu momen ini setiap tahunnya walau ujung-ujungnya hanya akan bertukar hadiah dengan Andrea, Scott dan Austin. Setidaknya itu jauh lebih baik daripada tahun ini.
Gadis itu menatap makanan dihadapannya dengan hampa, mengabaikan percakapan membosankan dan kurang bermutu dari ayahnya dengan ayah Calvin.
"Kita bisa mulai bikin rencana pertunangannya kalau keduanya udah siap." Perkataan Pamela yang mana adalah ibu Calvin sukses membuat Taylor tersedak dengan jus jeruk yang diminumnya barusan.
Ia berdeham beberapa kali untuk beraptasi dengan keadaan sebelum menatap Andrea dan Scott secara bergantian, seakan bertanya-tanya. Ia pikir makan malam kali ini hanyalah untuk merayakan malam natal tanpa membicarakan masalah pertunangan tapi sepertinya itu adalah hal yang mustahil.
Taylor hanya diam, tak merespon sama sekali hingga akhirnya Calvin yang mengambil alih. "Mom, Dad." Seketika gadis itu tegang, berharap pria dihadapannya tidak mengatakan hal-hal yang tidak disetujuinya. "Calvin harus ngomong dulu sama Taylor. Boleh, kan?" sambungnya.
Mereka mengangguk sambil tersenyum, kemudian Calvin bangkit berdiri menghampiri Taylor dan membawanya ke halaman belakang. Oh bagus sekarang ia bertindak seperti tuan rumah, gadis itu menggeram dalam hati.
"Mau ngomong apa?" tanya Taylor ketus sesampainya mereka di halaman belakang yang cukup jauh dari ruang makan.
Calvin menghela napas dan menyisir rambutnya dengan jari tangannya. "Kalo lo mau tunangan sama gue, jauhin cowok yang kemarin nganterin lo pulang itu."
Taylor nyaris tertawa saat mendengarnya. Yang benar saja, kata-katanya barusan seolah percaya bahwa Taylor sangat menginginkan pertunangan bodoh ini.
"Ga ada yang lucu, Taylor," tegurnya.
"Oke, gimana kalau gue ga mau?" Gadis itu menghentikan tawanya yang dibuat-buat.
Calvin mengernyit, membuat kedua alisnya nyaris bertautan. Ia merasa sudah cukup sabar menghadapi gadis dihadapannya ini, meskipun seharusnya tidak.
"Kita ga akan tunangan," jawab Calvin dengan tenang, namun Taylor cukup yakin bahwa ia sedang menahan amarahnya.
"Oh bagus, itu yang gue mau."
"Gue udah cukup sabar sama sikap kasar lo belakangan ini tapi kayanya lo itu keras kepala dan ga tau diri banget ya?" Pria itu nyaris berteriak dan mulai menunjukkan sikap aslinya.
"Turunin nada bicara lo!" Taylor malah ikut beteriak, lebih keras dari Calvin. Ia paling tidak suka jika seseorang mulai meneriakinya seperti itu, bahkan Andrea saja tidak pernah melakukannya.
"Apa perlu gue bilang sama bokap lo kalo lo udah selingkuh sama cowok brengsek itu?"
"Siapa yang lo sebut brengsek? Seenganya dia ga pernah neriakin gue kaya gini dan ya.. bilang aja sana."
"Taylor." Pria itu berujar melewati gigi-giginya. "Sekali lagi-"
"Gue mau putus. Kita putus dan ga bakal tunangan, semuanya jelas." Gadis itu menarik kesimpulannya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect
Fanfiction[Completed] Segala sesuatu yang kalian lihat di media belum tentu sepenuhnya benar, banyak diantara mereka yang suka sekali memanipulasi berita. Ini adalah kisah yang menceritakan kehidupan nyata para selebriti yang selama ini selalu kalian harapkan...