Chapter 7

7 1 0
                                    

"Masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kesempatan dan masa depan adalah tantangan."
-Jerome Polin Sijabat

~~~~

Aku semakin sibuk seiring berjalannya waktu. Tidak hanya sibuk belajar buat ujian tapi mulai sibuk persiapan untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

Kalian yang terutama kelas 12 pasti tau dong ada 3 jalur masuk perguruan tinggi negeri. Pertama yaitu SNMPTN atau seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Yaitu seleksi masuk universitas negeri pake rapot dari semester 1 sampe 5 serta prestasi akademik ataupun non akademik.
Kedua itu SBMPTN yang masuk universitas pake tes dan yang terakhir ujian mandiri.

Walau pendaftaran SNMPTN diperkirakan dimulai sekitar pertengahan februari tapi akhir januari pihak sekolah apalagi bagian bimbingan konseling sibuk menyeleksi siapa murid yang bisa ikut snmptn. Tidak semua murid kelas 12 bisa ikut jalur ini. Hanya sekitar 40 persen murid terbaik yang bisa ikut serta dalam SNMPTN.

Presentasi ini sesuai sama akreditas sekolah. Kebetulan sekolahku akreditasnya A jadi sekolahku dapet sekitar 40 persen. Kalo akreditas B sekitar 30 persen dan C sekitar 20 persen. Koreksi bila aku salah

Maka dari itu Bu Dina selaku guru Bimbingan konseling kelas 12 menyuruh seluruh kelas dari Ipa maupun Ips untuk fotocopy raport dari semester 1 sampai 5 untuk dilakukan pemeringkatan supaya tau siapa siswa yang termasuk 40 persen terbaik agar bisa ikut SNMPTN

"Anjir banyak amat padahal cuma kertas fotokopian doang." Kataku sambil berjalan membawa fotokopian rapot anak kelas menuju ruang BK.

"Yaa kan siswanya banyak. Ayok buruan nanti ruang BK nya penuh. Gue gamau kalo ruang BK nya penuh." Seperti biasa dia berambisius kalo menyangkut soal kuliah. Aku hanya mengikutinya dari belakang.

Pas udah nyampe di ruang BK Panjul mengintip dari jendela sambil jinjit. Aku tanya, "lo ngapain begitu? Bu Dina nya ada dan ruang bk nya lagi sepi." Aku tau dia bersikap demikian ingin tau keadaan ruang di bk tapi sayang Panjul terlalu pendek jadi ga keliatan.

Dia langsung masuk duluan ke ruang BK tanpa sepatah apapun. Aku tau dia malu. Seharusnya dia banyak minum susu biar nambah tinggi. Kasian aku sama dia sering dikira anak kelas 10 wkwk.

Aku masuk ke ruang BK. Didalam ruangan yang tidak terlalu luas terdapat tiga meja kerja beserta kursi, sebuah shofa untuk menyambut tamu, sebuah komputer untuk keperluan siswa untuk mencari info kuliah atau hal lain, timbangan serta alat pengukur tinggi badan dan beberapa poster mengenai berbagai macam profesi maupun qoutes-qoutes motivasi.

Bu Dina menyuruh aku dan Panjul untuk menaruh kertas fotokopi rapor anak kelas di meja yang banyak sekali tumpukan fotokopian rapot kelas lain. Selain menaruhnya, aku dan Panjul juga merapihkan meja itu agar lebih mudah dicari dan tidak hilang. Ketika aku dan Panjul sedang beberes, Bu Dina berkata, "Makasih yaa kalian udah mau bantu ibu beresin rapot anak kelas. Ibu snagat sibuk jadi gaada waktu buat beresin." Sambil mengetik sesuatu di notebook.

"Sama-sama,bu." Aku dan Panjul ngomongnya barengan. Dan akhirnya pekerjaan beberesnya selesai.

Setelah beberes Panjul mau konsultasi perihal apa aja yang harus dipersiapkan agar bisa dapet bidikmisi dengan Pak Handoko. Beliau juga guru bimbingan konseling sekaligus suami dari Bu Dina. Panjul langsung duduk di kursi berhadapan dengan Pak Handoko yang sedang jam kosong jadi beliau meluangkan waktunya untuk mendengarkan serta memberi saran untuk panjul.

Aku Mencintaimu Sejauh 84, 1 KM (Cikampek - Jakarta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang