Chapter 18

6 0 0
                                    

"Seribu kata 'terimakasih' dariku takkan cukup membalas semua kebaikanmu dan seribu kata 'maaf'darimu takkan cukup menyembuhkan luka yang kau goreskan."
-Umi Atmawati

~~~

Dua minggu lebih aku dirumah gara-gara pandemi. Yang aku lakukan selama dirumah adalah makan, rebahan, nonton anime, scroll sosial media sampe kuota internet abis, beberes rumah (kalo niat), nyuci baju (kalo udah numpuk kek masalah hidup), bikin video tiktok ehh bukan maksudnya bikin video tutorial nulis kanji (kalo lagi pengen) sisanya tidur. Aku pengen tau selama karantina mandiri kalian ngapain aja?

Sang matahari memancarkan sinarnya dibalik celah bolongan atap kamar membangunkan diriku yang super mager. Aku masih tiduran di kasur sambil memeluk guling main hape liat whatsapp.

"Gini amat sih hidup gue." Kataku sambil matikan handphone memeluk guling berusaha memejam mata lagi. Karena bukan waktunya tidur lagi, aku meraih handphone buka kunci layar nyalain data buka whatsapp. Mungkin melihat storywhatsapp orang sambil rebahan bisa menghabiskan waktu dibandingkan harus bersama dengan orang yang salah. (Apasih lah ni)

"Oh ya, paket gue kira-kira udah ada dimana ya?" Aku membuka bagian belakang casing handphone mengambil lipatan kertas resi tersebut. Aku buka web pelacak paket dan mengetik nomor di dalam kolom yang tersedia. Setelah ku klik paketku sudah sampai di pusat penyimpanan barang Jakarta.

"Huft. Akhirnya nyampe di Jakarta. Paling perkiraan paketnya dateng ke tempatnya dia siang atau sore." Kataku sambil keluar dari web itu dan berganti buka whatsapp.

Membuka whatsapp yang kosong melompong tanpa pesan dari siapapun. Semua nampak sepi layaknya hati yang  ditinggal pergi oleh sang penghuni.

Saat aku sedang ngescroll sw, aku lihat Riski update sw sekitar dua puluh menit yang lalu. Aku penasaran dia update sw apa di hari minggu pagi. Dia upload foto persiapan konferensi pers di gedung Badan Nasional Penanggulan Bencana Jakarta.

"Dihh kok Riski kerja sih? Bukannya hari ini hari minggu? Harusnya dia libur dong. Gimana yaa?" Sejak itu aku merasakan perasaan tidak enak. Perasaan itu susah dijelaskan tapi yang jelas firasatku mengatakan, 'akan ada hal yang membuatmu kaget maka bersiaplah.'

***

Tak terasa waktu menunjukkan pukul empat sore. Cuaca di Cikampek mendung tapi tidak hujan sama seperti kalian yang deket namun tak kunjung jadian haha. Aku baru aja selesai beberes rumah. Ini adalah kegiatan yang sering aku lakukan dirumah. Setelah semua udah beres, aku mengambil handuk yang tergantung di luar rumah. Sudah menjadi kebiasaan mandi hanya satu kali sehari doang. Hehe maklum jiwa rebahan sudah melekat.

Setelah mandi, aku nyalakan kipas angin duduk main hape di kamar. Tiap hari main hape terus kek ada yang ngechat aja hehe. Aku bertanya-tanya mengenai paketku.

Udah nyampe belum yaa paketnya?

Kok dia engga ngechat gue yaa?

Daripada aku hanya menebak-nebak mending aku lacak kembali paket itu. Jantungku berdetak lebih cepat serta jari-jariku gemetar kala mengetik nomor resi di kolom. Aku takut kalo firasat yang aku rasa tadi pagi beneran kejadian.

Misal nyasarnya masih di sekitar wilayah tempat tinggalnya sih enggak apa-apa. Mungkin dia bakal ngambil barangnya tapi kalo nyasarnya di tempat jauh apa dia bakal nyari paketnya? Ahh sial pikiranku dipenuhi asumsi jelek yang seharusnya tak perlu dipikirkan.

Aku Mencintaimu Sejauh 84, 1 KM (Cikampek - Jakarta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang