Chapter 2

14 2 0
                                    

"Pacaran online, belum ketemu udah diputusin, ditikung sama orang juga online. Kurang bego apa gue dalam percintaan sendiri?"
-Umi Atmawati

~~~


Tanggal 22 Desember 2019 adalah hari pembagian rapot semester 5. Aku berjalan di pinggir jalan menuju sekolah. Ada beberapa ojek mondar-mandir membawa penumpang yang kebanyakan para siswa di sekolah SMA tersebut. Setiap hari seperti ini membuatku bosan tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

Waktu terasa cepat jika kita tidak menyadarinya. Beberapa bulan yang lalu aku masih belajar akuntansi. Deg-degan kalo setiap kuis matematika. Cerita perang dingin di kelas dan ada banyak hal yang sudah ku lewati selama 6 bulan terakhir. Sekarang adalah penentuan apakah aku benar-benar berhasil di semester kali ini dengan tetap mempertahankan peringkat di 10 besar atau malah menurun.

Aku gak bisa memprediksi siapa aja orang yang akan menempati posisi 10 besar di kelas 12 IPS 4. Biasanya yang sering goyah itu dari peringkat 4 sampai 10. Sering terjadi pergeseran atau ada orang yang sebelumnya dinilai enggak bakal dapet rangking ternyata masuk 10 besar di semester lalu. Untuk peringkat 1 sampe 3 selalu aman di posisinya masing-masing dari walau di peringkat 3 kadang berganti orang. Sulit untuk merobohkan posisi 3 besar apalagi merebut posisi peringkat 1. Yang juara 1 di kelasku juga juara umum 1 jurusan IPS selama 2 tahun berturut-turut.

Kelasku juga termasuk kelas dengan persaingan yang sangat sengit. Wali kelas pernah bilang walau kelas ini keliatan santai, asik dan solidaritas kuat tapi ternyata sikap individualisme dalam diri setiap murid cukup tinggi tidak seperti kelas Ips yang lain.

Semester 1 dan 2 aku di peringkat 3 tapi tiba-tiba peringkatku anjlok jadi 7 di semster 3. Lalu aku bangkit lagi dan menempati posisi ke 4 di semester 4.

Setelah ini aku dapat peringkat atau tidak yaa?

Aku tidak tau dan aku tidak peduli dengan peringkatku jika aku tidak pernah diliat apalagi dihargai perjuanganku oleh Ayah. Aku hanya disuruh terus belajar tapi saat aku menunjukkan hasil kerja keras dalam belajar yang menurutku bagus namun beliau hanya diam seakan tidak peduli dengan apa yang sudah kulakukan atau menuntutku untuk belajar lebih keras tanpa istirahat. Dimata beliau aku adalah anak bodoh. Tidak seperti kakak-kakakku yang sukses dengan usaha mereka masing-masing. Ayah selalu membandingkannya denganku.

Sebenarnya aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Ingin sekali ku katakan pada beliau kalo aku tak mau dibanding-bandingkan dengan mereka. Aku ya aku mereka ya mereka. Jelas berbeda. Tapi aku tidak bisa membrontak. Aku hanya diam, diam, diam, dan diam. Jika aku membrontak, makin jelek image ku di mata Ayah.

Suara lakson motor beat orange menghilangkan lamunan pagiku yang suram itu. Lalu pengendara motor yang ternyata Tania memberhentikan motornya seraya berkata, "eh ada si pur. Mbak purnomo mau bareng ga?" Ya itu ledekannya tiap kali ia menawarkan tumpangan padaku.

"Apasih lah purnomo wae. Purnomo mah lagi siaran di Jakarta." Kataku sambil menaiki motornya. Aku beruntung bisa nebeng naik motor bareng Tania pagi ini.

Sampailah di tempat parkir motor. Tempatnya tidak terlalu dari sekolah jadi para siswa jalan kaki menuju sekolah. Para siswa yang membawa motor dilarang parkir di sekolah kecuali yang punya SIM. Ya memang seperti itu peraturan sekolah harus dipatuhi agar para murid dilatih jadi orang yang disiplin. Itulah yang mungkin aku pikirkan.

"Purr... tungguin dong." Tania mengejarku yang berjalan selalu cepat. Aku berhenti dan menunggu Tania.

Sudah jadi hal biasa jika aku jalan bareng orang pasti gabisa bareng. Aku akan berjalan lebih cepat tanpa ku sadari orang lain ada di belakangku. Jahat banget yaa aku jalan bareng sama orang malah aku tinggalin. Jangan ditiru yaa hehe.

Aku Mencintaimu Sejauh 84, 1 KM (Cikampek - Jakarta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang