Chapter 8 (Flashback)

7 1 0
                                    

"Setelah aku mengenalmu, aku menemukan mimpiku yang telah lama hilang."
-Umi Atmawati

~~~

Disini aku melihat dengan jelas jalan peristiwa beberapa tahun kebelakang yang sempat terlupakan.

Setelah lulus SMP aku ingin masuk salah satu sekolah menengah kejuruan negeri yang ada di daerah Cikampek biar bisa langsung bekerja setelah lulus tetapi ditentang keras oleh Ayah. Beliau menyuruhku untuk masuk SMA agar aku bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Saat itu aku tidak tau perguruan tinggi. Dipikiranku adalah lulus sekolah, nyari kerjaan, dapet kerja akhirnya punya penghasilan sendiri. Aku dan Ayah bertengkar hebat hanya gara-gara hal itu. Akhirnya aku harus mengalah menuruti keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di SMA.

Ayah menyuruhku untuk masuk ke salah satu SMA negeri yang ada di daerah Karawang. Cukup terkejut aku akan dimasukkan ke sekolah kota yang para siswa isinya orang pinter dan rich people. Alasan lainnya mungkin, para kakakku pernah sekolah disana. Mungkin maksud Ayah memasukkan aku di sekolah tersebut agar mengikuti jejak mereka. Tapi saat melakukan seleksi masuk, aku gagal karena nilai aku kurang. Setelah itu, aku akhirnya daftar di salah satu sekolah yang ada di daerah Cikampek. Jarak dari rumahku ke sekolah tidak terlalu jauh dan mudah di akses dengan jalan kaki. Hal itu menjadi satu-satunya pilihanku. Beberapa hari kemudian aku lolos seleksi penerimaan murid baru.

Ketika hasil tes bakat dan minat sekaligus pembagian kelas diumuman, aku masuk jurusan Ips. Lebih tepatnya kelas X IPS 4. Selama 3 tahuh kedepan aku akan di kelas tersebut. Sudah kuduga aku bakal masuk Ips soalnya aku memilih Ips di kolom pemilihan jurusan. Aku gamau milih Ipa soalnya aku lemah dalam menghitung. Ku dengar kabar dari beberapa siswa Ipa yang bilang matematika di jurusan Ipa ada dua yakni matematika peminatan dan matematika wajib. Belum lagi fisika juga kimia yang pasti ada hitungannya. Cuma biologi aja yang teori. Daripada masuk jurusan cuma buat gaya-gayaan pamer "ni gue anak ipa" tapi ternyata giliran ngerjain soal mata pelajaran jurusan malah geleng-geleng gabisa. Setelah itu milih lintas jurusan pas mau kuliah. Ku pikir mending gausah dipilih.

Saat dirumah aku langsung ditanya sama Ayah karena aku masuk kelas Ips.

"Kamu kenapa masuk Ips? Kenapa ga Ipa?"

"Karena Umi ga suka hitungan-hitungan. Itu hal yang ribet. Belum fisika, kimia, biologi, matematika disana ada dua macem. Umi bakal anjlok nilainya kalo di Ipa. Makanya Umi pilih ips." Ya. Aku memilih jalan aman. Selagi ada yang mudah, mengapa harus pilih yang susah?

"Kamu bego atau apa sih. Mau masuk Ipa atau Ips semua ada itungannya. Kamu aja yang males. Aneh sama kamu." Ayah mulai mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar. Aku sudah biasa mendengarkannya.

"Tapi kan itungannya ga seribet di Ipa. Di Ips yang ngitung cuma matematika sama ekonomi doang kok." Aku berusaha menyangkal pernyataan beliau, tapi sepertinya itu tidak berhasil.

Ayah langsung pergi ke kamar tanpa mendengar alasanku. Sepertinya Ayah kecewa sama aku tapi aku gabisa menuruti keinginannya karena aku sadar aku tidak sehebat mereka dalam berhitung. Daripada di Ipa aku nilainya anjlok nanti dimarahin mending aku masuk Ipa. Itu yang ingin aku katakan namun beliau tak pernah mau mendengarkanku.

***

Ayah suka sekali memonton berita. Pagi, siang, sore dan malam menonton berita adalah hal yang wajib ditonton. Aku tidak suka nonton berita. Membosankan enggak seru pula. Aku selalu mengganti channel kartun ketika Ayah sedang menonton tv berita. Ayah memarahiku dan mengatakan aku tidak boleh nonton kartun di usia yang baru menginjak 16 tahun waktu itu. Ia menyuruhku untuk menonton berita agar aku bisa berpikir kritis serta mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Yaa karena aku udah "disemprot" sama Ayah aku ganti ke channel tv berita. Aku pun ikut menonton berita.

Aku Mencintaimu Sejauh 84, 1 KM (Cikampek - Jakarta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang