Part3

218 20 0
                                    

“Istirahatlah,” ucap Gara. Lalu ia beranjak keluar meninggalkan Adelia. Pintu kamar tidak ia kunci.

Gara kembali ke gudang ia melepaskan borgol yang ada di tangan dan kaki Dinda. Dinda jadi bingung, apakah Gara akan berbaik hati padanya dan melepaskannya? Tentu tidak.

Gara mengangkat tubuh Dinda membawanya keluar dari gudang.

Sampai di depan pintu rumah Gara menurunkan Dinda dari gendongannya. Pintu rumah itu terbuka lebar.

“Pergilah dan berlarilah sebisa mungkin,”  ucap Gara. Dinda langsung berlari keluar dari kediaman Gara tanpa memikirkan Adelia. Ia menuju jalan pulang.

Gara mengambil sebuah panah. Ayah dan ibunya juga ikut. Begitulah cara keluarganya bersenang-senang, melepaskan mangsanya dan memburunya.

Jika mangsanya sudah mati maka mereka akan membawanya pulang. Bukan untuk di makan tapi di jadikan pajangan di ruang bawah tanah.

Ayahnya bernama Alex Erlangga dan ibunya bernama Gisel Mariana. Alex sudah siap dengan kapak besarnya dan Gisel juga sudah siap dengan cambuknya.

Mereka bertiga langsung pergi memburu Dinda dengan berjalan kaki, tidak mungkin mereka pakai mobil itu sangat curang dalam permainan mereka.

“Semoga dia sudah lari jauh,” kekeh Gara.

Dinda terus berlari menelusuri jalananan yang beraspal, tidak ada satupun seseorang atau mobil yang melintas. Sangat sepi.

“Aku tidak akan pernah bisa sampai ke rumah jika begini,” gumam Dinda.

“Aku harus bagaimana? Apa mereka serius melepaskanku atau mereka sedng merencanakan sesuatu?” Dinda jadi ragu ia terus berlari hingga ia berhenti karena kakinya tidak bisa digerakkan lagi.

Dinda rasa ia sudah cukup jauh dari kediaman iblis itu. Ia beristirahat sejenak sambil mengatur nafasnya yang dari tadi ngos-ngosan.

“SAYANG KAMI DATANG!” teriak Gara dari kejauhan sambil melambai-lambaikan tangannya.

Dinda terkejut melihat Gara berlari ke arahnya bukan hanya Gara tapi orang tuanya juga. Wajah Dinda jadi memucat lantaran mereka mengejarnya tidak hanya dengan tangan kosong melaikan membawa senjata.

Dinda kembali berlari sekuat mungkin, ia berteriak sangat keras meminta pertolongan.

“Siapapun tolong aku hiks ....”

Gara melepaskan anak panah dari busurnya. Anak panah tersebut mengarah ke Dinda.

Set!

Panahan Gara tepat sasaran. Anak panah itu tertancap di kaki kanan Dinda. Darah kental mengalir deras di kakinya, Dinda pun terjatuh.

“Akh ...,” jerit Dinda kesakitan. Ia berusaha mencabutnya.

“ARGG ... SAKIT!” teriak Dinda sambil mencabut anak panah yang menancap di kakinya. Akhirnya ia berhasil mencabutnya namun Gara dan orang tuanya semakin dekat.

Dinda merobek baju bawahnya dan ia ikatkan ke kakinya yang terluka. Lalu Dinda berusaha bangkit.

“TOLONG!” teriak Dinda.

“Percuma kau berteriak, tidak akan ada yang menolongmu,” ucap Gara.

“Tolong lepaskan aku hiks ...,” mohon Dinda.

Plaks!

Sebuah cambukan melayang ke tubuh Dinda.

“Akh ...,” jerit Dinda.

“Dikeluarga kami tidak ada yang namanya kasihan,” ucap Gisel. Lalu ia kembali mencambuk tubuh Dinda tanpa ampun.

Dinda tidak berdaya lagi, mulutnya mengeluarkan darah. Baju Dinda juga robek-robek dan tubuhnya penuh dengan luka.

“Sekarang giliranku,” ucap Alex.

Alex memotong kedua kaki Dinda dengan kapak besarnya. Dinda berteriak dan menjerit penuh kesakitan, sakit yang luar biasa. Darahnya mencurat ke mana-mana. Mereka sungguh keji dan lebih kejam dari serigala.

Set!

Gara menusuk jantung Dinda dengan anak panahnya. Dinda langsung kehilangan kesadarannya, ia menutup matanya selama-lamanya.

“Ayo kita bawa dia,” ucap Gisel.

*****

“A-aku harus pergi dari sini!” Adelia berusaha bangkit meskipun tubuhnya sakit-sakitan ia terus memaksa dirinya.

Adelia keluar dari kamar. Ia terus memaksakan dirinya untuk melangkah, mencari gudang. Mencari gudangnya bukanlah hal yang mudah, rumah Gara sangat luas dan besar. Seperti labirin.

“Ini gudang di mana, sih?” ucapnya sambil menatap ke satu pintu yang ada di ujung. Adelia melangkah ke sana, ia pikir itu adalah gudang dan Adelia masuk ke dalam. Anehnya pintu itu tidak terkunci.

“Dinda?” panggil Adelia. Ruangan tersebut sangat gelap tidak ada cahaya sedikitpun.

“Siapa kau? Beraninya masuk ke kamarku!” ucap seorang laki-laki, ia sangat marah karena telah menggangu tidurnya.

Lelaki itu bangkit dan duduk di tepi ranjang lalu ia menyalakan lilin dan diletakkan di atas nakas.

“Kemarilah!” perintahnya. Adelia sangat ketakutan, ia tidak bisa melihat orang yang ada di depannya itu lantaran gelap.

Apakah itu Gara? Tidak mungkin suaranya saja beda! Menurut Adelia.

“Maaf, telah menggangumu,” ucap Adelia.

“Aku bilang kemari!” geramnya. Kedua tangannya terkepal dengan kuat. Adelia melangkah maju menuruti perintahnya. Badannya sudah bergetar ketakutan.

“Duduk!” suruhnya lagi sambil menepuk-nepuk pahanya. Dengan berat hati Adelia duduk di pangkuannya, ia juga tidak berani menatapnya.

“Kau siapa?” tanyanya.

“A-a-ku a-aku!” Adeliat terbata-bata ia bingung harus menjawab apa.

“Ngomong yang jelas mau aku potong lidahmu?” Adelia langsung menggeleng.

“Aku Adelia, tolong lepaskan aku hiks ... aku mau pulang,” mohon Adelia.

“Melepaskanmu? Itu tidak mungkin sebab kau terlalu cantik,” ucapnya sambil mengangkat dagu gadis itu agar dapat melihat wajah cantiknya. Mata elangnya bertemu dengan mata indah Adelia.

Adelia ingin bangkit tapi tangan kekar lelaki itu menahannya.

“Kau milikku,” ucapnya. Baru kali ini merasa tertarik untuk memiliki seseorang dan Adelia lah orangnya.

Adelia sontak terkejut. Adelia tidak mau terikat dengan keluarga iblis ini yang di pikirannya hanyalah kabur dari sini dan pulang.

“Aku Azora Erlangga,” ucapnya.

______

Kediaman Dinda ....

“Tante Dinda ada?” tanya Kania.

“Loh, dari tadi dia sudah pergi katanya mau jemput kamu,” ucap ibu Dinda.

“Hah? tadi Kania udah nunggu mereka di bandara tapi mereka gak muncul-muncul,” jelas Kania.

“Lah, terus mereka ke mana?”

Kalau suka jangan lupa vote ❤

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang