Part9

162 18 2
                                    

“Aku yakin dia pasti suka,” kekehnya.

Tidak lama kemudian Gara selesai memasak nasi goreng tersebut, ia kembali lagi ke kamarnya, menghidangkan sepiring nasi goreng itu pada gadisnya.

Gara duduk di tepi kasur, ia menyuruh Adelia yang tengah bebaring untuk duduk. Adelia pun menuruti perintahnya.

“Sekarang kamu makan ya!” ucap Gara sambil menyendok nasi goreng yang ada di piring dan meniupnya karena masih panas.

Adelia menatap nasi itu tanpa minat. Nasi itu berwarna kemerah-merahan dan aromanya juga tidak sedap. Sebenarnya apa yang sudah Gara campurkan pada nasinya? Begitulah pemikiran Adelia!

“Makan!” tutur Gara sambil menyodorkan sesendok nasi goreng itu ke mulut Adelia. Adelia langsung memalingkan wajahnya dan menutup mulutnya erat-erat.

Sedikitpun ia tidak akan mau mencicipi masakan itu, bau masakannya saja sudah membuatnya mual dan ingin muntah apalagi rasanya.

“Kenapa?” tanya Gara yang masih bisa  menahan dirinya. Ia tahu kalau Adelia menolak untuk makan masakannya, tapi paling tidak satu suapan saja tanda menghargainya, itu sudah cukup! Karena ia sudah susah payah membuatnya.

“Aku kenyang,” ucap Adelia beralasan. Keringat Adelia bercucuran. Ia takut jika Gara kembali marah dan menyiksanya lagi.

“Makan apa?” tanya Gara. Kalau kenyang makan apa? Gara tau sejak pagi Adelia hanya makan nasi putih saja, itu juga sedikit.

Adelia  berusaha mencari alasan yang masuk akal. “Makan angin!” jawabnya. Masuk akal? Tidak! Adelia benar-benar ingin memukul mulutnya.

“Makan angin bisa kenyang?!” Gara masih terlihat santai. Alasan Adelia sangat tidak masuk akal baginya. Dan ia paling tidak suka ada penolakan.

“Aku ... aku ....” Adelia kehabisan kata-kata.

Prang!

Sedetik kemudian Adelia terkejut karena mendengar suara pecahan piring dari Gara. Gara menghempas sepiring nasi goreng itu ke lantai dengan sangat kuat, hingga piring tersebut pecah berkeping-keping dan nasinya berserakan bersama pecahan itu.

“Aku tidak suka penolakan, aku sudah susah payah membuatnya dan kau menolaknya? Apa kau sudah bosan hidup!” geram Gara, matanya menatap tajam pada Adelia.

“Tapi aku sudah kenyang,” tutur Adelia. 

“Baiklah kalau itu maumu. Aku tidak akan memberimu makan selama tiga hari,” ucap Gara. Gadisnya ini ternyata sangat suka mebantah dan ia tidak suka itu. Ia akan membuatnya menjadi gadis penurut dan takut padanya. 

“Kamu mau hukuman apa lagi kali ini?”

Hukuman lagi? Luka di wajah Adelia saja belum sembuh. Adelia terdiam sesaat, setelah itu ia bebalik membelakangi Gara dan menarik selimut yang tadinya selimut itu hanya sampai pinggang kini sudah menutupi seluruh tubuhnya, ia bersembunyi di dalam sana.

“Ngapain?” tanya Gara sembari mendekat.

“Sembunyi dari kamu,” sahut Adelia di dalam sana.

Gara sedikit menarik sudut bibirnya. Ia tersenyum! Kali ini senyumnya berbeda dan terkesan manis andai saja Adelia mengetahuinya ... senyum langkanya itu biasanya hanya ia berikan pada ibunya. Tapi apa yang membuat Gara jadi tersenyum?

“Enggak ada gunanya juga sembunyi di situ kamu udah ketahuan.” Saat ini menurut Gara gadisnya terlihat lucu dan dapat membuat amarahnya langsung mereda. Tapi ia tetap akan menghukumnya agar dia menjadi gadis penurut.

Gara menarik selimut yang menutupi Adelia. 
Ia dapat melihat seluruh tubuh Adelia bergetar hebat, ia tahu betapa takutnya gadisnya pada dirinya. Gara suka itu!

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang