Part15

139 18 0
                                    

“Syukurlah Anda sudah sadar. Anda sekarang ada di rumah sakit,” ucap seorang suster perempuan.

“G-gadis yang bersamaku di mana?” tanya Azora yang masih lemah. Ia terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan berlilitan perban di kepala dan tangan. Kondisinya sangat parah.

“Dia ada di kamar sebelah.”

“Bagaimana keadaannya?”

“Dia sudah kami tangani. Anda tidak perlu khawatir,” jawab suster cepat.

Azora merasa lega dan bersyukur Kania selamat. Ia bersumpah akan membunuh ayahnya karena sudah sabotase mobilnya.

________

“Kenapa belum tidur?” tanya Gara. Bagaimana Adelia bisa tidur sedangkan Gara memeluk dirinya sangat erat dari tadi. Jantung sialnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Aku belum ngantuk,” lirih Adelia sambil menyumbunyikan wajahnya di dada bidang Gada.

Badannya kekar dan tinggi. Mata biru nan tajam, alis tebal, hidung mancung. Rambutnya acak-acakkan. Di tambah rahangnya tegas dan kulitnya kuning langsat. Begitulah gambaran dari Gara, lelaki ini bisa dibilang hampir sempurna tapi sayangnya dia bukan manusia normal.

Satu kata dari Adelia pada Gara yaitu “Tampan!”

“Hmm, kau bilang apa barusan?” tanya Gara, ia tidak mendengar begitu jelas.

“Enggak ada!” ucap Adelia cepat. Ia tidak boleh terpesona dengan Gara.

Gara bangkit dari tidurnya. Hal itu membuat Adelia bingung.

“Mau ke mana?” tanya Adelia.

“Mau lihat bintang. Mau ikut?” ajak Gara. Adelia mengangukkan kepalanya. Lalu mereka berdua beranjak pergi keluar dari kamar. Gara menggandeng tangan Adelia dan menuntunnya keluar rumah.

Sampai di luar Adelia menatap ke sekelilingnya dengan tatapan takut. Malam yang gelap hanya ada sinar bulan menerangi, angin berhembus menusuk kulitnya. Bunyi jangkrik dan burung hantu semakin keras. Wajar namanya juga hutan! 

“Aku mau tidur aja,” ucap Adelia, ia melangkah masuk ke dalam tapi Gara mencegatnya.

“Kamu takut?” tebak Gara dari raut wajah Adelia.

“Enggak, aku ngantuk!” Adelia mencari alasan. Lebih baik ia kembali ke kamar dari pada berlama-lama di luar yang sangat menyeramkan.

“Jangan melihat ke sana tapi lihatlah ke atas!” tutur Gara. Adelia menatap ke atas dengan wajah malas namun bertapa terkejutnya ia. Di balik padangannya yang menyeramkan ada keindahan dibaliknya. Bintang-bintang di langit kelap-kelip menemani bulan bersinar, sangat indah di pandang mata.

“Coba kamu hitung bintangnya,” suruh Gara. Sangat mustahil bagi Adelia. Berabad-abad pun ia tidak akan selesai menghitung semua bintang itu.

“Banyak,” ucap Adelia yang membuat Gara terkekeh. Sedetik kemudian Adelia sadar dengan rencananya. Padahal Ini kesempatan yang bagus untuk kabur, tapi ia sudah berjanji pada Gara bahwa tidak akan kabur.

“Aku ingin menanyakan satu hal,” ucap Gara.

“Apa?”

“Apa kau sudah cinta padaku?” tanya Gara sambil tersenyum miring.

“E-enggak,” ucap Adelia, ditambah dengan gelengan kepala.

“Benarkah? Tapi tadi saat aku memelukku aku dapat merasakan jantungmu berdebar-debar. Apa jantungmu sakit?” Gara semakin menggodanya.

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang