part14

204 22 3
                                    

Malam harinya Gara duduk di sopa sambil termenung, ia selalu kepikiran dengan perkataan ayahnya yang memberinya waktu lima hari. Apa yang harus ia lakukan? 

“Kamu kenapa?” tanya Adelia sambil duduk di sebelah Gara. Sejak kejadian siang tadi Gara banyak diam.

'Tunggu, tunggu sejak kapan aku peduli dengannya?' gumam Adelia dalam hatinya.

“Jangan dekat-dekat,” tutur Gara. Ia

“Kenapa?” Adelia bingung.

“Karena nanti aku bisa makin cinta padamu,” ucap Gara. Lalu ia mengangkat tubuh Adelia dan mendudukkannya di pahanya. Adelia sontak terkejut.

“Mau makan?” tawar Gara. Adelia pun langsung menggeleng.

“Tidak apa-apa, kau bisa masak sendiri,” ucap Gara sambil menurunkan Adelia dari pangkuannya. Ia berdiri dan menggandeng tangan Adelia, melangkah keluar dari kamar dan menuju dapur.

Sampai di dapur Gara langsung membuka tudung saji yang ada di meja, di sana ada sepiring nasi untuk Adelia. Gara menyuruh Adelia untuk memasak nasi goreng.

Mata Adelia menatap ke tumpukan piring yang belum di cuci, piring tersebut menyisakan noda-noda darah. Adelia tidak habis pikir. Mereka sebenarnya makan apa?  

“Jangan lihat ke situ,” titah Gara. Gara membantu Adelia dengan menyiapkan bumbu-bumbunya, sedangkan Adelia ia mengiris bawang, memasukkannya ke dalam wajan dan menggorengnya bersama nasi. Entahlah! Adelia juga bingung tengah masak apa.

“Sepertinya jika kau mencampurkan usus di dalamnya rasanya pasti akan enak,” ucap Gara. Adelia menatapnya horor.

“Aku mau usus kamu gimana?” pinta Adelia. Sejak kapan Adelia seberani ini?

“Hmm, baiklah!” ucap Gara. Ia pun mengambil pisau kecil yang Adelia gunakan untuk mengiris bawang. Adelia nampak terkejut, padahal ia hanya bercanda tapi Gara menganggapnya serius. 

Gara mengangkat sedikit bajunya dan mengarahkan pisau itu ke perutnya. Adelia langsung panik lalu ia merebut pisau kecil itu dari tangan Gara.

“Apa kau sudah gila? Aku, kan hanya bercanda,” omel Adelia yang membuat sudut bibir Gara sedikit terangkat. Senang pastinya!

“Sejak kapan kau peduli?” tanya Gara.

“Aku tidak pernah peduli padamu,” jawab Adelia cepat, ia kembali mengaduk-aduk nasi yang ada di wajan dengan spatula.

“Kalau kau tidak peduli seharusnya kau membiarkan aku mengambil ususku untukmu. Lalu kenapa kau mencegahku?”

“Karena aku ingin!” ucap Adelia. Itu murni dari keinginannya. Bukan peduli! 

“Mengaku saja bahwa kau itu peduli terhadapku, atau jangan-jangan kau sudah jatuh cinta ya padaku?” tebak Gara.

“Aku sama sekali tidak peduli dengamu, apalagi cinta!” lirih Adelia.

Entah mengapa hati Gara langsung sakit ketika mendengarnya. Gara hanya diam. Sekuat mungkin ia menahan agar amarahnya jangan sampai keluar.

Tidak lama Adelia selesai memasak nasi goreng untuknya sendiri. Ia menyendok nasi itu ke piring dan meletakkan ke meja makan.

Gara menarik kursi dan menyuruh Adelia duduk, lalu ia mengambilkan sendok makan untuk Adelia.

“Nih, makanlah,” ucap Gara sambil menyerahkan sendok makan itu pada Adelia. Adelia mengambil sendok itu dan ia langsung melahap masakannya.

“Enak?” tanya Gara.

“Kamu mau?” tawar Adelia. Gara menganguk, ia pun menarik kursi yang ada di sebelah Adelia dan mendudukinya.

Adelia menyodorkan sesondok nasi goreng itu pada Gara. Dengan senang hati Gara menerima suapan dari gadisnya.

“Gimana?” tanya Adelia.

“Masakan kamu enak,” puji Gara. Adelia kembali melahap makanannya, sesekali ia menyuapi Gara. Bisa dibilang sepiring berdua.

Beberapa menit kemudian, Adelia selesai menghabiskan nasi goreng itu. Gara menuang air ke dalam gelas, lalu ia meminumnya setengah dan setengahnya lagi ia berikan pada gadisnya.

Apah? Minum bekas Gara. Ingin sekali Adelia menolak tapi apalah daya, ia tidak ingin singa kembali mengamuk. Dengan penuh berat hati Adelia meminum air putih itu sampai tuntas.

“Good!” ucap Gara sambil mengajak-acak rambut Adelia dengan gemas.

Mereka berdua kembali lagi ke kamar tapi mereka tidak sengaja berpapasan dengan Alex.

“Ayah mau ke mana malam-malam begini?” tanya Gara. 

“Mau ke rumah sakit, Ayah mau menjemput Azora dan membawanya pulang,” ucap Alex tanpa menghentikan langkah kakinya, ia berlalu pergi dari Gara.

“Siapa yang sakit?” tanya Adelia. 

“Kania,” ucap Gara yang membuat Adelia terkejut. Jadi yang Gara ucapakan semalam benar, bahwa Kania jatuh dari tangga.

“Aku mau jenguk Kania. Bawa aku ke rumah sakit Gara!” ucap Adelia. Gara menggeleng, ia tidak mau membawanya ke rumah sakit sebab Adelia pasti ada peluang untuk kabur.

“Ayolah Gara! Aku janji gak akan kabur dan aku gak bakal mengungkapkan identitas kalian, aku cuma mau melihat keadaan Kania aja,” ucap Adelia. Ia terus memaksa Gara hingga Gara merasa geram.

“Apa kau tidak mengerti? Ini sudah malam!” geram Gara. Gara mencengkeram tangan Adelia dan menariknya secara paksa untuk masuk ke dalam kamar.

“Hiks ... hiks!” Adelia menangis lagi. Tiada hari tanpa menangis! Tadinya Adelia mengira sikap Gara berubah tapi nyatanya tidak.

“Behentilah menangis atau aku akan mencongkel matamu!” ancam Gara. Namun Adelia tetap saja menangis walau Gara mengancamnya.

“Ohh, jadi aku harus Benar-benar menongkel matamu? Baiklah!” Gara mengambil pisau lipat yang ada di saku celananya. Lalu ia mendekat pada Adelia sambil mengayun-ayunkan pisau lipat yang ada di tangannya.

Adelia hendak melangkahkan mundur akan tetapi tangannya sudah di cengkram oleh Gara.

“Hiks ... m-maaf,” ucap Adelia disela isaknya.

“Kau sudah membuatku marah,” ucap Gara menyeringai, ia mencengkram dagu Adelia. Adelia benar-benar takut, ia pun menutup matanya.

“Ayolah buka matamu! Bagaimana aku mencongkel bola matamu kalau matamu saja tertutup,” lirih Gara. Gara tahu kalau gadisny ini sedang ketakutan, bahkan badannya saja bergetar hebat.

Gara kembali memasukkan pisau lipatnya ke dalam saku celana. Ia hanya menakut-nakuti gadisnya saja.

“Buka matamu!” titiah Gara. Adelia membalasnya dengan gelengan kepala.

“Aku bilang buka!” bentak Gara. Adelia lantas membuka matanya.

Sedetik kemudian mata mereka saling bertemu dan saling menatap, jarak mereka sangatlah dekat. Tanpa aba-aba Gara langsung mencium bibir tipis Adelia. Adelia sontak kaget, jatuhnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tidak lama Gara melepaskan ciumannya.

“I love you,” bisik Gara lembut di telinganya.

“Besok aku akan akan membawamu ke rumah sakit untuk menjenguk temanmu, tapi kau harus janji untuk tidak kabur. Jadi jangan menangis lagi,” ucap Gara sambil mengusap wajah Adelia yang basah karena air mata.

_________

“Egh ... i-ini di mana?” tanyanya yang tidak lain adalah Azora. Ia terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“Syukurlah Anda sudah sadar. Anda sekarang ada di rumah sakit,” ucap seorang suster perempuan.

#Bersambung!
Typo ...

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang