part10

173 15 1
                                    

Setelah Gara pergi. Kedua orang tuanya membawa Kania dan Adelia ke gudang secara paksa. Malam nanti mereka akan menyantapnya tapi mereka harus mempersiapkan pisau tajam terlebih dahulu.

“Tolong lepaskan kami hiks ...,” mohon Adelia sambil terisak.

“Kami tidak pernah memiliki rasa iba, jadi kau nikmati saja permainan ini,” lirih Gisel, lalu ia mengunci pintu gudangnya. 

Mereka hanya akan menyantap Kania saja, kalau Adelia? Karena Adelia penuh luka terpaksa mereka akan membunuhnya dan memutilasi tubuhnya. Kalau mangsanya sudah luka, rasa dagingnya sangat pahit di lidah mereka.

“Bagaimana ini, Del?” Kania sudah putus asa dan ia sudah merasa mati saat ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya di sayat-sayat dengan pisau lalu dimasak. Sangat mengerikan bukan?

“Aku juga gak tau Kania. Tapi sebelum berakhir kita harus mencoba dulu,” ucap Adelia sambil mendorong pintu gudang itu, agar dapat terbuka. Walaupun hasilnya nihil tapi ia sudah berusaha.

Kania membantu Adelia, ia ikut mendorong pintu itu dengan bahunya. Ya! meskipun kedua tangan dan kakinya masih terborgol.

“Dorong!!” ucap Adelia menyemangati dirinya. Adelia kembali berusaha sekuat tenaga, ia mendobrak-dobrak pintu gudang itu.

Adelia berharap Gara atau Azora yang akan menolongnya! Tapi itu tidak mungkin baginya sebabGara saja sudah setuju menjadikannya santapan makan malam.

“Percuma, Del!” ucap Kania pada Adelia, ia sudah putus asa. Kania tersungkur ke lantai, derai air mata terus mengalir di wajanya.

“Kania bangun! Kita tidak boleh menyerah begitu aja,” titah Adelia.

“Aku sudah lelah, Del,” lirih Kania.

“Hiks ... hiks ....” Adelia juga ikut menangis, tubuhnya luruh ke lantai dan tersandar di pintu. Wajahnya sudah basah oleh air mata dan luka di wajahnya kembali perih.

Tok, tok, tok!

Sebuah ketukan kecil terdengar oleh Adelia.
Apakah itu Gara?

“Kamu baik-baik saja, kan di dalam?” tanya seseorang dari luar. Suaranya terdengar tidak asing di telinga Adelia, ia tahu kalau di luar itu pasti Gara.

“Tolong hiks ..,” ucap Adelia lemah.

“Jangan menangis! Menyingkirlah dari sana, aku akan mendobrak pintunya,” tutur Gara. Kunci gudang kali ini tidak ada di tangannya melainkan pada ayahnya.

Adelia dan Kania menuruti perintah dari Gara. Mereka menjauh dari pintu. sedangkan di luar Gara mengambil tengah ancang-ancang, lalu ia mencoba mendobarak pintunya. Berulang-ulang kali Gara gagal, pintu gudang belum juga berhasil terbuka.

“Satu ... dua ... tiga!”

Brak! 

Akhirnya pintunya berhasil terbuka. Gara langsung masuk ke dalam, mencari keberadaan gadisnya.

“Jangan menangis,” ucap Gara sambil mengusap lembut wajah Adelia.

“Hiks ... apa aku akan mati?”

“Tentu saja! Aku yang akan membunuhmu,” ucap Gara menyeringai. Kali ini apa lagi? Sikap Gara tidak mudah ditebak, ia selalu berubah-ubah. Adelia pikir Gara akan menolongnya tapi ternyata tidak.

“Bunuh saja aku terlebih dahulu,” ucap Kania, menyerahkan diri.

“Wah, kau harus mengantri dan menunggu giliranmu. Sabar ya!” kekeh Gara. Lalu ia mengangkat tubuh gadisnya seperti karung beras. Kania berusaha menolong Adelia dengan menarik ujung celana panjang Gara, agar ia tidak bisa ke mana-mana.

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang