Part5

191 20 0
                                    

Malam hari ....

'Aku merasa badanku sudah mati dan tidak bisa digerakkan apa yang sudah terjadi dan kenapa aku masih bisa bernafas?' batin Adelia.

“Ehg ...,” Adelia bangun dari pingsannya. Ia nampak terkejut melihat keadaannya yang tengah terbaring lemah di meja panjang.

Kedua kakinya mati rasa tidak bisa digerakkan. Tangan dan kakinya berlumur darah dan terdapat banyak goresan luka yang sangat dalam di sana. Sangat sakit apa yang dirasakannya sekarang.

“Oh, ternyata kau sudah sadar!” Gara dari tadi tengah bersandar di pintu.

“I-ini di m-mana?” Suara Adelia terdengar sangat lemah.

“Ini ruang pribadiku! Aku yang membawamu ke sini dan aku juga yang menyiksamu,” jawab Gara.

“Kau jatuh pinsan lalu aku bawa ke ruang pribadiku dan karena aku sedikit baik makanya aku menyuntikkan sesuatu di tubuhmu agar kau tidak merasakan sakit tapi sakitnya akan datang jika kau sudah sadar,” jelas Gara.

“K-kenapa k-kau t-tidak membunuhku saja?”

“Membunuhmu? Itu tidak akan pernah ku lakukan karena mulai sekarang kau adalah bonekaku,” ucap Gara sambil mengambil sebuah botol yang berisi air lemon dari lemari.

Gara mendekat pada Adelia sambil menyeringai. Kali ini apa lagi yang ia lakukan?

Ingin sekali Adelia bangkit dan kabur tapi kakinya sangat sakit untuk digerakkan.

“Ini pasti enak!” ucap Gara sambil menyiram tangan kanan Adelia dengan air lemon tersebut.

“Akh ... p-perih hiks,” jerit Adelia. Gara tidak memperdulikannya ia kembali menyiram air lemon itu ke tangan sebelahnya lagi.

“H-hentikan hiks ....” Ingin sekali Adelia meneriakinya untuk behenti tapi apalah daya suaranya sangat lemah tidak ada tenaga. 

“Perih hiks ... hiks ...."

“Rasanya enak, kan?” Gara tertawa melihat gadis di depannya ini menjerit kesakitan.

Brak!

Pintu di dorong sangat kuat.

“Gara apa yang kamu lakukan? Sudah ibu bilang jangan menyakitinya, dagingnya akan terasa pahit jika dimakan!” geram Gisel pada anaknya.

“Aku sudah melukainya jadi bunda tidak boleh memasaknya. Gara menginginkan dia,” ucap Gara. Ia bersujud di hadapan ibunya.

“Jangan memohon seperti itu! Berdirilah,” ucap Gisel. Gara memang anak kesayangan  orang tuanya dan pastinnya semua kemaunnya harus dituruti.

“Bawa dia ke kamar dan obati lukanya,” ucap Gisel.

“Baik, Bun!” Gara merasa sangat senang sekarang ini namun berbeda dengan Adelia ia merasa hidupnya akan hancur.

Gara membawa Adelia ke kamarnya dengan menggendongnya, lalu ia membaringkan Adelia di kasur miliknya yang sudah ia ganti dengan seprai baru. seprai lamanya sudah dicuci karena penuh dengan bercak darah. 

Luka yang ada di perutnya sudah ia obati dan sekarang ia akan mengobati gadisnya.

Gara mengambil kotak P-3K di laci, setelah mengambilnya ia duduk di tepi kasur. Ia mulai mengoles luka di tangan Adelia dengan obat dan melilitnya dengan kain kasa begitu juga dengan kedua kaki Adelia.

“Mulai sekarang kamu tinggal di sini jadi kamu juga harus terbiasa dengan makan daging manusia,” ucap Gara.

Adelia terdiam, ingin sekali ia menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju tapi ia takut jika Gara akan melukainya lagi. Memakan daging manusia? Ayolah Adelia masih waras!

“Ku mohon lepaskan aku hiks ....,” mohon Adelia.

“Enggak! Kau itu milikku jadi berhentilah menangis jika tidak aku akan menghukumu lebih parah dari ini,” ucap Gara sambil mengusap air mata yang mengalir deras di pipi gadisnya.

“Aku tidak tau kenapa aku bisa tertarik pada gadis sampah sepertimu yang jelas matamu sangat cantik!” Gara menatap wajah Adelia dengan sangat dalam namun Adelia langsung memalingkan wajahnya agar Gara berhenti menatapnya.

“A-aku h-haus,” ucap Adelia. Selain haus Adelia juga merasa sangat lapar tapi tidak mungkin ia minta makan sebab makanan dikeluarga ini tidak normal.

“Sebentar aku ambilkan ke dapur dulu,” ucap Gara. Gara keluar dari kamar dan ia berjalan menuju dapur.

Sampai di dapur Gara melihat ibunya sedang memasak lalu Gara melangkah sangat pelan dan memeluk ibunya dari belakang hal itu membuat Gisel tekejut.

“Kamu buat ibumu kaget saja! Ada apa, sih? ” tanya Gisel yang melihat wajah anaknya Berseri-seri tidak seperti biasanya yang hanya datar dan suram.

“Enggak ada apa-apa, Bun! Aku cuma mau ambil air minum,” ucap Gara lalu ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih.

“Gadismu belum makan, kan? Bawakan dia makan jangan sampai dia jatuh sakit jika kau sudah bosan dengan dia bunuh saja,” ucap Gisel.

“Iya, Bun!”

Gara kembali ke kamarnya sambil membawa segelas air putih dan sepiring nasi serta sepotong daging yang sudah di goreng.

Gara membantu Adelia untuk duduk lalu ia menyodorkan gelas tersebut ke mulut Adelia. Adelia meminum air putih itu hingga sisa setengah.

“Sekarang kamu makan ya!”

“Enggak aku sudah kenyang!” ucap Adelia.

“Kamu harus makan!” geram Gara sambil mencengkeram dagu Adelia dan memasukkan nasi yang ada di sendok ke mulutnya secara paksa.

“B-baik aku akan makan tapi tolong lepaskan tanganmu,” ucap Adelia. Gara pun melepaskan cengkeramannya.

“Nih, makan!” Gara menyuapinya dengan terpaksa Adelia menerima suapannya. Namun Adelia hanya meminta nasinya saja tidak dengan lauknya.

“Sudah cukup aku kenyang,” ucap Adelia.

“Baik!” Gara meletakkan piring itu di atas nakas lalu ia kembali menyodorkan gelas ke mulut Adelia. Adelia meminumnya sampai habis.

“Sekarang kamu istirhatlah, aku mau mengantar piring dan gelas ini ke dapur,” ucap Gara. Gara membantu Adelia untuk kembali berbaring.

_____

“Ada yang bisa kami bantu?”

“Pak, anak-anak kami sudah sejak pagi sampai ini belum pulang-pulang!” ucap Windi. Sekarang mereka sedang berada di kantor polisi.

“Anak anda pergi ke mana?”

“Ke bandara, Pak! Mereka mau jemput saya tapi setelah saya tunggu lama mereka tidak muncul-muncul,” ucap Kania.

“Kasus ini sama dengan kasus orang tua lainnya yang juga kehilangan anaknya. Kami semua juga tengah menyelidiki kasus ini, saat ini kami masih belum tahu siapa penjahat dibalik ini semua,” ucapnya.

“Tolong temukan anak saya secepatnya, Pak! Dia anak saya satu-satunya,” ucap ibu Adelia yang bernama Santi.

Kania sangat gelisah, ada perasaan bersalah menghampirinya. Temannya hilang  karena ingin menjemputnya di bandara.

“Maaf Tante! Semua ini gara-gara Kania hiks ....” Kania tertunduk, ia benar-benar merasa bersalah.

“Iya ini semua gara-gara kamu jika saja anakku tidak ikut-ikutan menjemputmu pasti dia sekarang baik-baik saja!” Santi langsung mencengkeram rambut Kania dengan kuat.

“Akh ... sakit!”

“Sayang hentikan!” ucap suami Santi.

“Ini tidak sepenuhnya salah Kania!” Yanti membela Kania.

“Kalau bukan sepenuhnya salah Kania berarti salah anak kalian juga yang mengajak anakku,” ucap Santi pada Windi dan Yanti.

“Saya mohon jangan ribut di sini!” tegur salah satu polisi.

Kalau suka jangan lupa vote ❤

Keluarga Erlangga[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang