01. Farell Drika Aditama

7.3K 476 36
                                    

"Sha, bangun." Farell mengguncang tubuh Aresha agar terbangun dari tidurnya.

"Hmmmm."

"Bangun, ini udah jam 7 pagi. Kamu nggak kuliah?" tanya Farell.

"Nggak, nggak ada kelas," jawab Aresha, menutupi matanya yang bengkak habis menangis semalam.

"Bener?" Farell memincingkan matanya, menatap Aresha tajam.

"Iya. Udah Abang sarapan aja sana," usir Aresha, memunggungi Farell.

Farell yang melihat itu berdecak kesal, ia ikut membaringkan tubuhnya, memeluk Aresha dari belakang.

"Abang!" pekik Aresha saat Farell melingkarkan tangan kekarnya diperut rata Aresha.

"Sarapan sama kamu ayok," ucap Farell manja.

"Nggak ah. Aku mah nanti aja, masih mau tidur."

"Sasha" rengek Farell.

Sasha, panggilan baru untuk Aresha dari keluarganya. Kata mereka kalo panggil Eca nggak sopan, hampir sama seperti nama Caca kalo dipanggil 'Ca'.

"Nggak cocok bos ngerengek gitu," Aresha kembali memejamkan matanya.

"Sarapan sekarang!" Farell bangkit dari duduknya, lalu menggendong Aresha ala bridal style menuju kamar mandi.

"Aaaa," Aresha tersentak kaget, ia menepuk kencang bahu Farell.

"Ayok sikat gigi, terus sarapan." Farell menyiapkan sikat dan pasta gigi berwarna kuning itu untuk adiknya.

"Bisa sendiri!" ketus Aresha mengambil sikat gigi yang Farell sodorkan.

Farell terkekeh, sejak kejadian itu, Farell lebih hangat dan merubah sikapnya pada Aresha dan keluarganya.

Farell, ia sekarang sudah menjabat sebagai kepala kantor di kantor cabang keluarganya.

"Dah!" Aresha memberikan sikat giginya pada Farell.

"Cuci muka dulu dong, Sha." Farell mengusap wajah Aresha lalu mengoleskan sabun cuci mukanya.

"Padahal aku masih punya tangan yang masih berfungsi untuk cuci muka."

Farell terkekeh, lalu membilas wajah Aresha. "Perih nggak?"

Aresha menggeleng. Sejak kejadian itu, keluarganya lebih-lebih posesif terhadapnya. Bahkan untuk mengangkat sendok berbahan besi itu pun tidak boleh. Sungguh terlalu.

Farell menggendong Aresha seperti bayi koala. Turun dari tangga dan menuju meja makan.

"Lho, ini kenapa digendong?" tanya Caca heran.

"Takut pegel kakinya, Mi," jawab Farell lalu mendudukan Aresha dikursi sampingnya.

Key, Caca, Gavin, Rian, Marvel, dan Listy terkekeh melihatnya.

"Mata kamu kenapa, Sha?" tanya Listy.

Aresha menatap nyalang Listy, seolah berkata, 'Diam, jangan macam-macam'

"Abang tadinya mau nanya, pasti kalo lagi berdua dia bisa ngelesnya. Kalo udah bareng gini kan dia nggak bakal bisa ngeles." Farell menatap Aresha datar.

"Nonton drakor." Aresha berucap dengan acuh.

"Boong! Masa tiap malem nonton drakor sampe nangis-nangis sih?" Gavin memincingkan matanya.

"Kepo banget kayak dora. Makanan tuh ada buat dimakan, bukan cuma diobrolin pas ada dia." Aresha menyuapkan nasi itu kemulutnya dengan malas.

Setelah beberapa menit sarapan mereka selesai, Aresha hendak ke kamarnya namun tangannya dicekal oleh Farell.

"Abang nggak suka kamu bohong. Emangnya kata kamu Abang nggak tau kamu sering nangis tiap malam karena capek? Kamu kenapa ngeluh terus, Sha? Disini ada Abang dan lainnya selalu buat kamu." Farell mengucap pelan. Untung saja, keluarganya sudah melanjutkan aktifitas masing-masing.

Dengan Listy, Marvel, dan Rian yang sedang sibuk mengurus skripsi. Dan Gavin yang sedang sibuk agar mendapat izin untuk praktek dirumah sakit keluarganya. Iya, Gavin memilih jurusan kedokteran.

"Apaan sih? Udah Abang berangkat kerja aja. Nanti telat lho."

"Abang nggak suka kamu gini ya. Kata kamu, kamu udah lupain semua kejadian yang dulu," ucap Farell tidak terima.

Aresha menghela nafas, "Aku nggak ada bilang gitu. Yang aku bilang, jangan lagi balik lagi ke masa sedih itu. Lagian ya Bang, Tuhan ciptakan otak untuk mengingat bukan untuk melupakan."

Aresha(Tersedia di Google Playstore/Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang