27. Pengakuan(1)

4.4K 325 29
                                    

Aresha pergi diam-diam ke rumah sakit intuk menemui Listy. Dengan ragu, ia membuka pintu kamar inap kakaknya.

"Hei..." ucap Aresha mendekat ke arah Listy.

Listy yang sedang bermain ponsel langsung menoleh ke arah Aresha.

"Tayo," ledek Aresha sambil terkekeh.

"Tertipu, 1-0," celetuk Aresha lalu duduk dikursi samping ranjang Listy.

"Mau ngapain lo!?" tanya Listy ketus.

Aresha diam beberapa saat, lalu mengangkat bahunya acuh.

"Nggak usah pura-pura didepan gue, Sha. Gue tau selama ini lo bohong tentang gangguan mental lo."

Aresha menundukan kepalanya. Ia yakin sedari awal memang Listy sudah tau permainannya.

"Makasih, udah lancarin permainan gue," lirih Aresha.

"Iya. Gue nggak jahat kayak yang lo lakuin terus ngadu ke abang yang lain," balas Listy santai.

"Kalo gue jahat, lo apa?" tanya Aresha memberanikan diri menatap Listy.

"Gue cuma mau rebut apa yang emang seharusnya buat gue."

Aresha menaril nafas dalam. Tak percaya akan ucapan yang terlontar dari bibir Listy.

"Didepan lo, gue tampilin ke rapuhan gue, Lis." Aresha memegang dada kirinya yang terasa sesak. "Disini, sakit..."

Nafas Aresha memburu, menahan emosi juga tangisan yang datang menjadi satu.

"Gue harus apa?" tanya Aresha pelan.

"Nyerah," jawab Listy cepat.

Mata Aresha berkaca-kaca, ia masih memegang dadanya yang terasa sakit karena ucapan Listy.

"Kasih satu alasan kenapa gue harus nyerah, Lis."

Listy menghela nafas. "Yang ditakdirin dari awal buat keluarga Aditama itu gue, Sha. Tolong ngerti posisi gue, gue butuh orang tua juga keluarga. Gue cuma mau hidup gue lebih baik dari nyokap gue. Sedangkan lo? Dari awal takdir Tuhan udah misahin lo sama keluarga Aditama. Seharusnya lo nggak usah ketemu kita, mungkin aja hidup kita masih kayak awal nggak ada drama-dramaan gini."

Sudut mata Aresha mengeluarkan cairan bening itu. Telinganya masih sangat berfungsi untuk mendengar penuturan Listy yang merangsang kesedihan dihati.

"Semesta emang jahat. Dia selalu kasih kesedihan buat orang yang rapuh karena kesendiriannya." Nada suara Aresha bergetar, menahan tangisnya.

"Nyerah, Sha. Dan semua akan balik kayak awal."

"Lis," ucap Aresha tersenyum walau air matanya sudah turun sedari tadi. Aresha menggenggam tangan Listy. "Gue bakal nyerah, tapi sebelumnya, gue punya satu permintaan."

"Apa?" tanya Listy dengan pelan.

"Izinin gue peluk Papa dan Mama. Keluarga kandung lo entah ada dimana, atau mungkin mereka nggak tau kalo lo masih hidup sampe detik ini. Tapi lo masih punya Papa dan Mama gue, yang dengan tulus rawat lo sampai lo sebesar ini. Sedangkan gue? Gue hidup sendiri dijalan, tanpa pelukan hangat yang namanya keluarga. Gue titip keluarga gue, seandainya gue pergi nanti, tolong udahin drama lo."

Listy menatap Aresha sendu. Ia hanya mengganggukan kepalanya untuk membalas ucapan Aresha.

"Lis?" panggil Aresha.

"Iya, Sha?"

"Sorry, awalnya gue percaya diri banget buat menang. Gue tarik kata-kata gue yang dulu. Gue nyerah dan kalah. Lo, keluar sebagai pemenang. Selamat Lis."

"Makasih, Sha. Makasih banyak, gue nggak tau harus bales kebaikan lo dengan apa," ucap Listy terharu.

"Jaga keluarga kita, itu udah cukup. Gue pergi dulu." Aresha langsung keluar kamar inap Listy dengan berlari.

Aresha(Tersedia di Google Playstore/Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang