21. Menyusul

3.8K 325 61
                                    

"Eca..." ucap seseorang menghampiri Aresha.

Aresha mendongakan kepalanya, menatap seseorang itu.

"Ibuuuuuuuuu," pekik Aresha lalu memeluk ibunya, Alea.

"Halo anak Ibu, kangen sama Ibu ya?" tebak Alea.

Aresha mengangguk semangat. "Ibu kemana aja? Eca selalu kangen Ibu dan minta dijemput sama Ibu."

Alea tersenyum sendu, ia mengelus rambut Aresha yang panjang.

"Sabar ya sayang, sebentar lagi Ibu bakal jemput kamu. Masih ada beberapa hal yang harus kamu selesaikan didunia," tutur Alea.

"Harus sampe kapan Eca nunggu, Bu? Eca udah nggak kuat. Eca capek, Bu."

"Eca nya Ibu itu kuat, nggak gampang ngeluh. Ayok, ambil lagi apa yang harus jadi milik Eca," ucap Alea menyemangati putrinya.

Aresha menggeleng pelan, lalu menundukkan kepalanya. "Eca nggak sekuat itu, Bu."

Alea mendongakan kepala Aresha.

"You are my princess." Alea menaruh jari telunjuknya didada Aresha. "Karena disini, Ibu selalu ada buat kamu, jadi penyemangat kamu."

Aresha tersenyum kecil dengan mata yang berkaca-kaca. "Ayah mana?"

"Ayah dan Ibu selalu berada disini, untuk putrinya, yaitu kamu," Alea menunjuk dada Aresha lagi.

"Setelah semuanya beres, tolong jemput Eca, Bu," pinta Aresha pelan.

Alea mengangguk mantap. "Sekarang Eca pergi ya, selesaikan apa yang udah Eca mulai. Semangat berjuang putrinya Ibu."

Alea mencium puncak kepala Aresha lalu menghilang.

[happy/sad ending gengs?]

 ✨✨✨                           

Aresha membuka matanya, menatap ke atas dengan tatapan kosong. Penglihatan kepala kucing yang berlumur darah itu berbayang dipikiran Aresha.

Aresha menarik nafas dalam, lalu memejamkan matanya.

"Shaa... ada yang sakit?"

Aresha melihat siapa yang bertanya, ah, ternyata dia Rian.

Aresha menggeleng. "Enek aja, Bang. Keinget terus."

"Udah ya, lupain. Pikirin yang baik-baik aja, kayak Abang gitu. Kalo nggak mikirin seblak, atau terserah deh," ucap Rian.

Aresha tersenyum lalu mengangguk.

"Yang lain mana?" tanya Aresha.

"Kerja."

"Abang udah skripsinya?"

"Alhamdulillah udah, tinggal sidang aja. Doain Abang ya, cantik."

Aresha mengangguk semangat. "Pasti dong. Listy gimana kabarnya?"

"Baik, sepertinya."

"Kok sepertinya?" tanya Aresha bingung.

"Dari kemarin, Abang belum pulang kerumah. Jadi nggak tau gimana keadaan Listy," jawab Rian.

Aresha beroh ria.

"Abang, kalo ini semua udah selesai, aku boleh pergi nggak?" tanya Aresha pelan.

"Pergi kemana?"

"Nyusul ibu, mungkin."

Rian diam sejenak, menghela nafas, lalu mengusap punggung tangan Aresha yang dipasang selang infus.

"Nggak. Abang nggak akan pernah ngizinin kamu, kamu tetap disini sama Abang."

"Usia nggak ada yang tau, Bang." Aresha mengalihkan pandangannya ke samping.

"Abang marah kalo kamu bahas gini lagi, Sha. Abang baru ketemu kamu, dan kamu udah mau ninggalin Abang? Dimana otak kamu!?" suara Rian menggema diruang inap ini.

"Jatoh dijalan," jawab Aresha pelan.

Rian berdecak kesal. "Inget satu hal! Nggak ada yang akan pergi baik kamu maupun Abang atau yang lainnya!"

Setelah mengucapkan itu, Rian berlalu meninggalkan Aresha sendiri diruangan itu.

Aresha menghela nafas. "Emang ada yang salah dari yang gue ucapin?"

Aresha berjalan pelan menuju jendela kamar inapnya. Menatap dunia luar, dimana banyak orang yang berlalu-lalang disiang hari.

"Panas-panas gini, mau pada kemana sih?" kesal Aresha melihat mereka.

Aresha terus fokus pada pemandangan diluar sana. Sampai ada seekor kucing yang lewat dan hampir tertabrak oleh sebuah mobil.

Nafas Aresha tercekat, Ia trauma hanya untuk melihat kucing.

Tangan Aresha mengepal diselang infus itu, sampai membuat darahnya naik.

Aresha tersenyum tipis. "Dua langkah lebih maju, oke Listy. Gue menyusul."

Aresha berjalan kembali, merebahkan dirinya diranjang rumah sakit. Lalu, menekan bel untuk memanggil perawat.

Aresha(Tersedia di Google Playstore/Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang