Arvi menghentikan langkahnya kala melihat bunga mawar yang tergeletak dihadapannya. Ia melihat lurus, Alka sudah masuk kedalam rumah. Ya, mereka baru saja melakukan perjalanan bisnis.
Arvi mengambil bunga mawar itu dengan perlahan.
"Darah?" gumamnya.
Arvi membawa bunga mawar itu sampai ke dalam rumah.
"Viiii, sini duduk," ajak Marvel.
Arvi menaikan alisnya bingung, ingin bertanya siapa wanita yang duduk disamping Raffa tetapi gengsi.
Arvi duduk disamping Marvel.
"Itu Arvi." Raffa memperkenalkan Arvi pada wanita dihadapannya.
"Aira pacar Raffa," balas Aira dengan senyum.
"Jadi, tangan siapa yang luka?" tanya Arvi dingin menatap ke arah Aresha dan Listy.
Sontak keduanya langsung menyembunyikan tanganannya ke belakang.
"Sha? Lis?" panggil Arvi.
Mereka lagi-lagi menggeleng.
"Lis, Abang mau liat tangan kamu. Buru," ucap Arvi.
Dengan berat hati Listy menyodorkan tangannya ke arah Arvi. Arvi mengangkat alisnya sebelah. Ia melihat jari telunjuk Listy yang terbalut hansaplast.
Arvi menghela nafas. "Besok, nggak usah ada bunga mawar dirumah ini kalo cuma nyakitin kamu. Ya Sha? Kamu boleh tanam bunga lain, asal jangan mawar," ucap Arvi lalu melenggang pergi dari ruang keluarga ini.
Listy menatap heran punggung Arvi yang menjauh. "Jari kamu kena duri?" tanya Aira pada Listy.
Listy menggeleng.
"Aku ke kamar dulu, mau siap-siap kuliah." Aresha bangkit dari duduknya, lalu berlaru kecil ke kamarnya.
"Apa Sasha ya?" gumam Aira yang masih didengar mereka.
Pukul 2 siang, kelas Aresha sudah berakhir. Dengan cepat ia pergi meninggalkan kampusnya.
Aresha melangkahkan kakinya, berjalan ke rumah peninggalan sang ibu, Alea.
Aresha tersenyum getir, membuka pintu berwarna coklat itu dengan pelan.
"Assalamualaikum, Ibu, Ayah, dan Abang," ucapnya.
Aresha berjalan pelan ke kamarnya, menatap setiap sudut kamar itu berharap menemukan seseorang.
"Bang Abdi?" panggil Aresha.
Aresha duduk dilantai itu, ia sudah tidak ada kekuatan untuk berdiri.
"Bang Abdi bener-bener pergi? Nggak mau berteman sama Eca lagi?" tanya Aresha pelan dengan air mata yang terus menetes.
Aresha mengambil foto dirinya dan Alea sewaktu kecil. "Ibu, tolong liat Eca. Eca nggak baik-baik aja, memaafkan emang sulit, Bu. Eca cuma mau kebahagiaan setelah memaafkan dan berdamai dengan keadaan. Tapi kenapa hal itu nggak terwujud, Bu?"
"Ngga, lo ngapain disini?" tanya Marvel tajam melihat Angga yang duduk santai diruang tamu rumahnya.
"Well, gue baru tau kalo lo punya adek cantik kayak Aresha," jawab Angga.
"Lo kenal Aresha?" tanya Marvel tidak percaya.
Angga mengangguk.
"Gue udah pacaran sama dia asal lo tau, tapi ya gitu. Backstreet sih, biar nggak ketauan lo."
Rahang Marvel mengeras. "Nggak waras. Gaakan gue kasih adek gue ke bajingan kayak lo!"
"Kalo gue bajingan, lo apa? Yang ud----"
"Lo salah paham anjing! Lo nggak biarin gue kasih kejelesan malam itu. Bajingan! Brengsek!" tukas Marvel.
Buggghhh.
Marvel memukul perut Angga. Angga tidak tinggal diam, ia membalasnya dirahang Marvel.
"Sesama bajingan dan brengsek, nggak usah banyak gaya!" cetus Angga.
Para pekerja dirumah itu langsung mendekat ke arah mereka. Memisahkan keduanya.
"Usir dia!" titah Marvel.
"Nggak punya kekuatan lo buat ngusir gue sendiri?" tanya Angga sinis.
"Seandainya punya pun, gue nggak akan kotor-kotorin tangan gue buat nyeret lo keluar," balas Marvel.
"Nggak usah pake seandainya, kalo bisa dipraktekin langsung. Ohiya? Nggak mau ngotorin tangan lo? Tapi sayangnya, lo udah ngotorin tangan lo buat gue."
Angga langsung diseret paksa keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aresha(Tersedia di Google Playstore/Playbook)
Ficção AdolescenteSeiring berjalannya waktu, seseorang yang dulunya singgah dan berjanji untuk tetap ada, kini hilang entah kemana. Tidak ada yang bisa singgah untuk jangka waktu yang lama, itu bagi Aresha. Semuanya silih berganti, ada yang datang dan ada yang perg...