Must Have Been The Wind

3.5K 295 39
                                    

Aku merasakan getaran samar itu lagi lalu di ikuti oleh suara dentuman. Awalnya aku kira diriku bermimpi sampai aku mendengar suara pecahan kaca.

Aku baru pindah ke apartemen ini seminggu yang lalu dan suara-suara ini selalu terdengar samar namun semakin hari semakin besar.

Aku terduduk di ranjang ku dengan selimut melilit di antara kakiku, Aku terdiam sebentar untuk memastikan lagi, Sial apa aku baru mengigau?

Saat aku sudah akan berbaring lagi aku mendengar suara isakan pelan dari atas, Lalu suara itu semakin keras dan aku tahu itu suara gadis manusia yang sedang menangis.

Aku melirik kearah jam dan melihat ini sudah hampir tengah malam, apa dia bermimpi buruk? Sialan aku ada rapat besar besok namun sekarang aku terlalu khawatir untuk tidur lagi.

Aku turun lalu memakai bajuku dan berjalan kearah lift dan naik satu lantai ke atas.

Aku berjalan dan menemukan apartemen yang berada tepat diatasku tadi, Suara isakan samar masih terdengar dari sini membuatku membulatan tekad untuk mengetuk pintunya perlahan.

Aku harus mengetuk tiga kali sebelum seorang gadis muda mungkin baru berusia 14 tahun keluar dengan mata memerah dan wajah basah, Aku yakin dia baru saja mencuci muka untuk menghilangkan air matanya.

"Ya?" Tanyanya dengan suara serak, Aku melihat ke bawah tubuhnya dan memperhatikan dia mengenakan jaket yang di tarik sampai ke dagunya, apa dia menutupi sesuatu?

"Yeah aku dari apartemen bawah, Apa kau mendengar dentuman tadi?" Dapat aku lihat kepanikan di mata cerah itu namun dia dengan cepat menggeleng.

"Tidak pak"

"Kau yakin? aku rasa ada sesuatu yang pecah juga"

Dia kembali menggeleng dan menawarkan senyum tipis yang membuat jantungku serasa di remas.

"Saya rasa telinga anda mengerjai anda"

Aku mengangguk pelan lalu memperhatikan lehernya dan terdapat lebam samar disana.

"Apa kau baik-baik saja nak?"

Dia membeku sesaat sebelum mengangguk.

"Terimakasih karena sudah khawatir pak anda orang baik, tapi saya harus kembali masuk. Saya harap saya bisa menjelaskan suara yang anda maksud tapi saya tidak mendengar apa-apa"

Aku mengerutkan dahi ku dan memandangnya dengan tajam, Suara tadi cukup keras hingga aku yakin satu gedung ini dapat mendengarnya.

"Itu pasti angin" Ucapnya tiba-tiba dengan mata memohon agar aku tidak memperpanjang masalah, Akhirnya aku menghembuskan nafas dan mengangguk.

"Angin ya?" tanyaku dengan ragu.

"ya anda tahu angin malam ini cukup keras jadi aku yakin itu tadi pasti angin"

Dia tertawa hambar yang membuatku menarik senyum setengah.

"Baiklah kalau begitu, Maaf mengganggu"

Gadis itu mengangguk lalu menungguku berbalik sebelum menutup pintu, Aku berjalan perlahan kembali ke kamarku dan berusaha tidur namun pikiranku tidak mau melepas gadis tadi. Jadi setelah usaha sia-sia untuk tidur aku mengambil bantal dan menaruhnya di bawah jendela agar aku dapat melihat langit malam yang katanya 'berangin'.

Gadis itu memiliki wajah lembut dengan rambut hitam dan mata coklat cerah namun matanya memerah dan rambut coklatnya kusut lalu pakaian yang bisa di bilang aneh untuk cuaca hangat bulan juni.

Aku tidak ingin memikirkan kemungkinan itu namun aku tidak dapat menyingkirkan suara-suara yang tadi aku dengar. Aku tidak bisa memaksa masuk ataupun mencampuri urusan mereka karena aku tidak memiliki semua kebenarannya namun entah mengapa aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.

Just One Shoot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang