Promise

9.3K 508 11
                                    

Aku memghembuskan nafas lelah memandang semua buku bertumpuk ini, sial seharusnya aku langsung meneruskan kedai saja daripada harus kuliah.

"kursi ini di tempati?" aku mendongak dan melihat pria itu tersenyum ramah aku hanya menggeleng sebagai balasannya. Bagus sudah, dari tadi aku sulit berkonsentrasi dan sekarang ada pria tampan ini di sampingku.

"Aku Robin" dia mengulurkan tangannya dan tersenyum ramah.

"Alice" aku membalasnya dengan sedikit gugup.

"ekonomi?" tanyanya melihat buku yang ada dihadapanku.

"iya, kau?"

"hukum"

Aku hanya tersenyum ramah sebelum memalingkan wajahku kembali, mata hijau itu mirip dengan mata ayahku namun miliknya lebih gelap, lebih... berbahaya.

-------

Aku terus mencuri pandang kearahnya, wajahnya halus dengan senyum manis dan mata abu-abunya seperti langit yang akan menyambut badai, rambut pirangnya dia biarkan tergerai halus melewati bahunya dan kaca mata bulatnya membuat wajahnya terlihat makin manis.

"apa ada tinta di wajahku?"

pertanyaannya membuatku tersentak dari kahyalanku.

"ya.. maksudku ada sedikit noda di pipimu"

Alice reflek langsung mengusap pipinya dengan wajah polos membuatku tersenyum sendiri melihatnya.

"sudah?"

"ya sudah hilang sekarang"

Aku tersenyum melihatnya, tingkahnya benar-benar polos.

"kau tinggal di asrama mana?"

"sebenarnya aku tinggal di club persaudarian becca, bangunan yang berada di sebelah barat itu"

"kau anggota club persaudarian?"

"well uang sewanya jauh lebih murah dan karena aku kesini bukan dengan beasiswa atau sebaginya jadi aku harus bisa berhemat, kau?"

"asrama utara, yang paling murah dan sama sepertimu aku harus pintar berhemat juga"

obrolan kami mulai mengalir dari membahas jurusan kami sampai masa SMA kami.

"kau 21 tahun?"

"hey aku terlambat kuliah oke? aku harus bekerja dulu selama dua tahun untuk kuliah, aku hampir tidak ingin melanjutkan kuliah namun ibuku benar-benar akan menendang bokongku jika aku menunda setahun lagi"

"papamu tidak menendang bokongmu juga?"

"kurasa jika dia masih ada dia akan sependapat dengan ibuku"

"ohh maafkan aku"

"bukan salahmu, dia meninggal saat aku masih bayi, Ibuku bilang dia meninggal melingdungi kami"

"aku juga tadinya tidak ingin langsung kuliah setelah SMA namun orang tuaku memaksaku, aku lebih baik menjaga kedai daripada berurusan dengan buku"

"permisi, bukannya bermaksud mengganggu namun perpustakaan ini akan tutup dalam sepuluh menit jika kalian ingin berkemah disini aku tidak akan menghalangi" Ibu paruh baya penjaga perpustakaan itu berlalu begitu saja membuatku dan Alice melihat jam tangan kami masing-masing.

"sial sudah jam 7!"

"yah kita harus pergi sebelum benar-benar di kunci disini"

Kami segera memberaskan barang-barang kami dan berjalan keluar menembus udara malam yang mengigit.

Just One Shoot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang