Chapter 22

1.5K 67 3
                                    

Happy reading

Putra gelisah, tangannya sudah bergetar hebat. Semua pasukan Cendrawasih berada diruang tunggu. Arkan yang baru saja meminta kotak P3k pun langsung memberikannya kepada pasukkan untuk mengobati luka mereka. "Obatin." ucap pemuda itu yang diangguki oleh semuanya.

Jordhan yang paham dengan kondisi Putra pun menepuk bahu sahabatnya itu. "Jangan dipikirin, Gilang bakal selamat." ujarnya yang membuat Putra menatap matanya. "Semua salah gua Dhan, g-gua selalu nyusahin Gilang." jawabnya dengan gemetar yang dibalas gelengan oleh Jordhan. Pemuda dengan rambut keriwilnya itu memeluk tubuh Putra yang sekarang sudah menangis.

Yutha pamit untuk ke kamar mandi. Pemuda dengan nama tengah Mahendra itu tidak pergi ke kamar mandi, melainkan ke atap rumah sakit. Yutha menonjok dinding rumah sakit, rasa kecewa, sakit, serta marah itu kini menjadi satu. Ia meluruhkan dirinya dan menyender di dinding. Memejamkan matanya saat angin malam menerpa dirinya dan berharap semua beban terbawa dengan angin itu.

"Anjing!" pekiknya lalu mengacak rambutnya frustasi. Sial, ia tidak pernah melihat ketua sekaligus sahabatnya seperti ini. Wajah yang begitu pucat serta bibir yang gemetar membuat Yutha tak tega saat melihat sahabatnya seperti itu.

***

Hampir tiga jam mereka menunggu, makanan serta minuman yang berada dihadapan mereka justru dianggurkan begitu saja. Menunggu kabar dari dokter bahwa, ketuanya selamat dari operasi ini.

Lampu diruangan itu mati yang menandakan bahwa operasinya telah selesai. Mereka yang berawal duduk, kini berdiri tegap dengan wajah yang masam. Terutama kepada empat sahabat Gilang yang sudah sembab akibat menangis.

Dokter itu keluar dari ruang operasi dan tersenyum. "Operasinya berjalan dengan lancar. Sekarang, pasien atas nama Leonard Gilang akan kami bawa ke ICU untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif, terimakasih." ujar sang-dokter yang membuat mereka semua bernapas lega. "Terimakasih dok." balas Yutha yang diangguki oleh dokter itu.

Arkan melihat pasukannya yang mulai memakan roti, ia menepuk bahu Ardhan. "Suruh pada pulang, besok kesini lagi. Gua sama yang lain jagain Gilang." ujarnya yang diangguki oleh Ardhan. "Siap, Bang." jawabnya dan kembali melanjutkan makannya.

Gilang sudah dipindahkan ke ruang ICU, sekarang kondisi pemuda itu kritis. Putra menatap Gilang dari jendela yang sedikit terbuka dengan tirai, ia kembali meneteskan air matanya saat melihat bagaimana Gilang menyelamatkannya. Ia terkejut kala ada suster yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Suster itu berjalan mendekat dan segera menutup tirai disana yang membuat Putra tidak bisa melihat sahabatnya.

Yutha mengajak keempat sahabatnya untuk ikut dengannya dan beristirahat diruangan Ayahnya. Ia berusaha menenangkan Putra yang sedari tadi gelisah itu.

***

Gilang membuka matanya dengan perlahan. Matanya melihat sekelilingnya dan melirik salah satu dokter yang sedang berjaga disana. Ia memanggil dokter itu dengan suara seraknya, "Dok-ter," panggilnya yang membuat dokter itu menengok dan menyampiri dirinya.

Dokter yang bernama Brian itu mengecek kondisi Gilang dan melepaskan oksigen yang terpasang di hidung pemuda itu. "Sesak gak?" tanya nya dibalas gelengan dari Gilang. Dokter itu tersenyum, lalu ia memegang tangan Gilang dan memindahkan gelang yang berada disana. "Saya ambil darahnya dulu ya," ujarnya.

Gilang menatap langi-langit kamar ICU itu, ia melirik kesebelahnya yang ternyata terdapat pasien yang menurutnya, pemuda itu dibawah dirinya. Ia mengernyitkan dahinya saat melihat pemuda itu masih memejamkan matanya.

"Kenapa?" tanya dokter itu yang membuat Gilang menengok. "Enggak," balasnya dengab pelan.

Dokter itu kembali duduk dibangkunya, ia meneguk minumnya lalu melirik kearah Gilang yang masih menatap pemuda disampingnya itu. "Dia koma, udah hampir sebulan lebih. Awalnya rumah sakit mau lepas alat, tapi orang tuanya nolak. Dan saat itu juga, detak jantungnya ada lagi, kayak sekarang." ujarnya. Gilang menengok, "Kecelakaan?" tebaknya yang digelengkan oleh dokter Brian. "Sakit." balasnya.

***

Gimana sama chapter 22 nya? Jangan lupa vote dan komen yaaa!

Dukung terus karya bee ya! Aku juga mau minta tolong sama kalian untuk share ceritaku ke orang lain atau sosial media, thank youuu!

GILANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang