Chapter 32

1.1K 55 7
                                    

Happy reading✨

Malam ini, adalah tugas seorang Putra Dermaga yang menjaga markas Cendrawasih. Putra berjalan kearah dapur untuk mencari makanan serta minum disana. Ia membuka lemari atas yang ternyata tidak ada makanan disana.

"Ya Allah, berikanlah hamba keberuntungan untuk kali ini." ujar lalu membuka lemari bawah dengan perlahan. Matanya ia pejamkan dengan sengaja, lalu membukanya dan membuat dirinya jatuh ke lantai. "Duit gak ada, makanan gak ada, ngecrek kali ya di lampu merah?" tanya nya pada sendiri dan segera bangkit.

Putra melangkahkan kakinya keluar, ia sangat kesal saat mengecek cctv bahwa Jordhan serta anak yang lain telah menghabiskan makanan selama semalam. Sial, seharusnya ia ikut dimalam itu, bukan malah menemani Arkan yang sedang bermain dengan Dita.

Ia masuk kedalam supermarket, ia membeli beberal mie instan serta beberapa makanan kecil lainnya. Ia mengambil beberapa macam minuman, merasa sudah cukup, ia segera berjalan kearah kasir dan membayarnya.

Uang yang berada didalam dompetny adalah uang terakhirnya dimalam ini. Hatinya masih berat untuk mengeluarkan uang itu. "Mami kapan ya kirim uang? Biasanya akhir sih, apa gua telfon ya? Biar mempercepat." gumam nya sambil terus melangkahkan kakinya.

***

Yutha yang baru saja sampai di markas pun terkejut saat ia melihat ada seseorang yang masuk kedalam markasnya. Pemuda Mahendra itu melangkahkan kakinya dengan pelan dan langsung memukul bagian kepala belakang pemuda itu.

Ia langsung mengikat tangan orang iru dengan tali dan membuka penutup wajahnya. Ia memperhatikan wajah pemuda itu, lalu menamparnya dengan kuat saat melihat tato yang berada dileher pemuda itu.

"Sial, ada mata-mata." ucapnya dengan penuh penekanan dan langsung membopong orang itu untuk dibawa keruangan bawah tanah.

Putra yang baru saja sampai langsung berlari saat melihat ada dua motor terparkir disana. Ia mencari sosok orang tersebut namun hasilnya nihil.

Ia turun keruangan bawah saat mendengar suara pintu terbuka disana. Ia membawa sebalok kayu untuk memukul orang itu. Ia yang sudah berancang-ancang untuk memukul itu justru ditangkis oleh seseorang yang baru keluar.

"Yutha, Yutha ganteng anak Ayah Bastian!" pekiknya yang membuat Putra menghela napasnya lega. "Gua kirain ada yang ngerampok!" jawabnya yang langsung ditunjuk oleh Yutha. "Mata-mata." balasnya dan mengunci pintu itu.

***

Kini, kelima pasukan inti itu terus menatap tajam pemuda itu yang berana Dirga. Gilang selaku pemimpin disana menendang kaki kursi yang membuat kursi itu mundur dan jatuh. Dirga meringis, ia melihat kearah depan saat Yutha sedang memegang pisau kecil ditangannya.

"Jawab jujur, atau gua bikin tato diwajah lo?" tanya nya sambil memainkan pisau itu. Dirga menggeleng, "Gak akan!" balasnya dengan terpekik.

Putra bertepuk tangan, ia yang memegang air dengan campuran tanah itu ia tumpahkan diatas kepala pemuda itu. "Bisa-bisanya dikandang macan lo masih teriak kayak gitu. Udah ngera jagoan lo?" ujarnya, lalu memegang rahang pemuda itu dengan keras. "Disuruh siapa lo mata-matain Cenca?" tanya nya dan menyuruh Yutha untuk memberikan seni dilengan pemuda itu.

Dirga meringis saat Yutha mulai menyayat tangannya. "G-gua gak tau! Orangnya cuman telpon gua buat mata-matain Cendrawasih!" balasnya dengan suara gemetar. Gilang mendekat, ia memegang pundak pemuda itu dengan kencang, "Yakin? Tato dileher lo udah membuktikan jelas, bahwa lo pasukan Ezhar." ujarnya sambil menepuk-nepuk pipi pemuda itu.

"Lo mau cari apa disini? Maling? Ketua sampah lo yang besar omongan itu udah gak mampu lagi?" tanya Gilang dengan menohok. Pasalnya, dulu Ezhar adalah seorang pemuda yang paling disegani oleh sekolahnya. Dengan harta yang begitu melimpah, keluarga Ezhar ditangkap karna kasus korupsi dan membuat pemuda itu hilang kabarnya.

"Masih suka nyewa jalang ketua lo? Kalo masih, harusnya gak perlu dong buat maling dimarkas gua?" ujarnya yang kemudian menonjok tepat didepan wajah pemuda itu.

Dirga terbatuk, hidungnya terasa perih serta darah segar yang keluar dari kedua lubanya itu. "Sumpah! G-gua cuman disuruh doang! G-gua emang mau masuk di geng Ezhar, t-tapi syaratnya gua harus mata-matain Cenca!" balasnya yang diiringi oleh ringisan. Gilang mengangguk paham, Ezhar akan selalu licik untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.

***

"Gimana? Mau dibiarin disitu, sampe busuk?" tanya Yutha sambil meneguk minumnya. Gilang menggeleng, "Nggak, diurus sama Ardhan." balasnya lalu bangkit dari duduknya. Gilang pamit lebih dulu karna ia masih ada pekerjaan dihari ini.

Gilang mengendarakan motornya dengan kecepatan yang sedang, ia harus kembali mengajar muridnya yang selalu menunggu dirinya. Gilang memberhentikan motornya disalah satu supermarket yang berada didekat tempat les itu. Ia membeli beberapa coklat untuk hadiah muridnya nanti.

Setelah selesai, Gilang kembali melanjutkan langkahnya dan masuk kedalam ruangannya. Gilang mengajar Matematika, seperti biasa, ia menjelaskan cara tercepat serta beberapa materi untuk hari ini.

Gilang tersenyum, lalu ia mempersilakan muridnya untuk mencatat materi yang ia tulis di papan tulis tersebut.

Ghani yang sudah selesai pun, langsung menggendong tasnya lalu berjalan kearah Gilang. "Kakak ganteng, mau pulang." ucapnya yang diangguki oleh Gilang.

Gilang memberikan coklat itu dan diterima baik dengan Ghani. Setelah Ghani, semua muridnya pun keluar dari ruangan itu dan segera pulang.

Gilang memijat pangkal hidungnya, semakin hari, ia semakin merasa capek. Ia terus mencari kabar tentang gadisnya, namun ternyata hasilnya nihil.

"Kamu dimana Al? Aku rindu." gumamnya lalu melangkahkan kakinya ke area parkiran.

***

Giman sama chapter 32 nya? Jangan lupa vote dan komen ya!

Dukung terus karya bee yaa! Aku juga mau minta tolong sama kalian untuk share ceritaku ke orang lain atau ke sosial media, thank youu!

GILANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang