Assalamu'alaikum ....
Perkenalkan nama saya Reni Anggraeni, kalian boleh panggil saya dengan sebutan Renren atau Reni^^
Ini adalah kali pertama saya mengikuti Challenge menulis dan saya mengikuti Challenge Menulis 30 Hari bersama MageiaPublisher Terasastra_cakrawala
Mohon dukungannya dengan Vote dan komen di setiap part cerita ini🙏🙏🙏🙏 Dukungan dari kalian benar-benar berharga bagi saya;))
Minta doanya juga supaya saya bisa memenangkan Challenge ini, Aamiin.
Enjoy reading ... koreksi kalau ada typo atau salah.
1. Lelah
Seorang wanita dengan rambut hitam lebatnya yang tergerai berlari kesetanan memasuki sebuah apartement. Beberapa kali jari lentiknya menekan bel apartement tersebut dengan 'tak sabaran. Napasnya memburu, keringat dingin membasahi pelipis dan lehernya. Membuat wanita itu justru terlihat sexy.
"Kenapa lama sekali?" ucap wanita bersurai hitam itu dengan nada kesal, ketika seorang wanita yang sebaya dengannya membukakan pintu.
Wanita cantik di hadapannya memutar bola mata malas. "Kenapa kau berantakan sekali? Seperti dikejar-kejar hantu saja." Wanita itu justru balik bertanya, membuat wanita bersurai hitam berdecak 'tak suka.
"Bukan urusanmu!" sentak wanita cantik bersurai hitam sembari melangkah memasuki apartement sahabatnya yang bernama Helena.
Helena mengikuti sahabatnya dengan raut jengkel. "Heiii! Mulut siapa itu yang bicara? Membuatku ingin merobeknya saja," kata wanita itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Obat gatal. Cepat!" ujar wanita bersurai hitam yang tengah menggaruk tangan dan lehernya tergesa-gesa.
"Penyakit sialanmu itu kambuh lagi huh?" Helena bertanya dengan nada mengejek. Namun tangannya dengan cepat mengambil obat gatal dari dalam laci, kemudian menyerahkannya pada wanita berparas cantik yang terduduk 'tak tenang di atas sofa.
Namanya Luvina Fernandez, mahasiswi semester lima yang memiliki kepribadian menjengkelkan karena mengidap Cacophobia. Ya, fobia melihat orang jelek atau berpenampilan kurang menarik.
Vina dengan segera merampas obat di tangan Helena dan meminumnya. Seakan teringat sesuatu, gadis itu melotot panik. "Mana airnya bodoh!"
Helena tertawa terbahak-bahak karena berhasil menjaili sahabatnya. Setelah puas barulah wanita itu memberikan segelas air mineral kepada Vina.
Dalam sekali tegakan air di gelas itu sudah kandas. "Sial, ini benar-benar melelahkan." Vina memaki kesal, setelah meletakkan gelas kosong di tangannya ke atas meja. Helena duduk di sebelahnya sembari mengunyah keripik kentang.
"Padahal yang kau kerjakan hanya makan dan tidur saja, kenapa terlihat sangat kelelahan heh?"
Vina bersandang dagu. Beberapa kali menghela napas lalu berkata dengan wajah dongkol, "aku lelah melihat orang jelek." Helena yang mendengar itu sontak terbahak, wanita itu lalu mengibaskan rambut sebahunya yang dicat berwarna abu-abu.
"Bersyukurlah karena kau memiliki sahabat secantik diriku yang tidak akan membuatmu gatal-gatal apalagi memuntahkan seluruh isi perutmu," ucap Helena pongah.
Vina mendesis jijik. "Ya, ya, ya, wajahmu memang sedap dipandang, berbanding terbalik dengan mulutmu yang selalu minta ditendang."
Wanita berambut abu-abu itu refleks memukul kepala Vina dengan bantal yang berada di sofa. Membuat korbanya meringis sembari memegangi kepalanya.
Bugh! Bugh! Bugh!
Sedetik setelahnya Vina balas memukul Helena bertubi-tubi. "Mati kau Helena. Mati!"
"Astaga Vinaaa, kau ini menjengkelkan sekali!"
***
"Kenapa tiba-tiba kau ingin menginap di apartement-ku?" tanya Helena sembari menoleh ke arah Vina.
Tapi sahabatnya itu hanya diam, bergeming di atas ranjang king size miliknya.
"Jangan-jangan kau jatuh miskin ya?" Helena memincing curiga, menatap menuduh ke arah sahabatnya.
Vina menoleh, wanita itu melotot tajam. "Tutup mulut busukmu! Kau tahu? Haram bagi Luvina Fernandez untuk jatuh miskin. Hush! Jauh-jauh dari hidupku."
"Lalu kenapa kau menginap di apartement-ku?"
"Ini juga salah satu apartement milik keluargaku jika kau lupa," ucap Vina sombong.
Helena menggeram jengkel. "Kau ini ... tinggal katakan saja apa susahnya?!" ucap wanita itu setengah berteriak.
"Tenang Helena, tenang. Aku pasti akan menceritakannya." Vina terkekeh geli.
"Cepat katakan." Helena berkata ketus.
"Aku bertengkar dengan Kak Adam,"
"Lalu?"
"Dia balas dendam karena aku menjailinya,"
"Lalu apa hubungannya dengan kau yang mengungsi di apartement-ku?!" teriak Helena kesal.
Vina refleks memukul kepala Helena keras. "Aku belum selesai bicara bodoh!"
Helena cemberut. Lagi-lagi cewek itu berkata ketus, "teruskan."
"Kak Adam membawa temannya yang paling buruk rupa menginap di rumahku," raut wajah Vina berubah keruh saat mengatakannya. "Kakak laki-lakiku itu benar-benar berniat menyiksaku." Lanjutnya merasa sangat kesal.
"HAHAHAHA!" Helena tertawa terpingkal-pingkal, cewek itu memegangi perutnya yang terasa keram. "Rasakan! Salah sendiri memiliki Phobia yang sangat menjengkelkan."
"Helena!! Berhenti mengejekku!" teriak Vina semakin kesal. Helena terus tertawa membuat ranjang king size miliknya sedikit terguncang.
Tidak tahan.
Vina meraih benda apa pun yang terjangkau oleh tanganya, kemudian melemparnya ke wajah Helena.
Dan terjadilah drama bocah SD yang tengah bertengkar dengan temannya.
Terima kasih karena sudah membaca cerita Cacophobia, semoga suka dan tetap setia sama cerita ini.
Ajakin yang lain buat baca♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacophobia [COMPLETED]
Romance[Jangan lupa follow ya teman!] CERITA INI DIIKUT SERTAKAN DALAM CHALLENGE MENULIS BERSAMA MAGEIA PUBLISHER DAN LENTERA SASTRA CAKRAWALA Bagaimana rasanya jika mengidap fobia langka? Misalnya mengidap Cacophobia seperti Luvina Fernandez, mahasiswi se...