4. Ilusi Optik

119 33 16
                                    

Jangan lupa vote dan komen cerita ini.

Tolong kerja samanya untuk readers tercinta, karena cerita ini diikutsertakan dalam challenge menulis.

Enjoy reading ... koreksi kalau ada typo atau salah.

4. Ilusi Optik

Langit hari ini indah ....

Tapi bumiku hancur tanpa kau di dalamnya.


Tepat jam lima pagi Vina terbangun dari tidur nyenyaknya. Wanita itu mengukir senyum kecil melihat tangan kekar Sultan melingkari perutnya.

Jadi semalaman Sultan memeluknya?

Vina menggeleng 'tak percaya, punggung tangannya ia tempelkan di bibirnya guna menutup senyum yang terlalu lebar.

Beringsut duduk, Vina mengulurkan tangan membelai rambut Sultan. "Tampan." Kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya.

Tangannya beralih membelai pipi Sultan yang sehalus kulit bayi, lalu semakin turun membelai bibir Sultan.

Tangan Vina gemetar.

Wanita itu menggeleng, dengan cepat Vina menarik tangannya. Turun dari tempat tidur menuju balkon.

Gorden putih, Vina singkap menyisakan jendela besar dengan kaca yang begitu bening nyaris 'tak terlihat. Sehingga pemandangan di luar sana terpampang jelas.

Dalam sepi luka itu kembali menyapa. Mengingatkan pada Vina bahwa kebahagian yang pernah dicecapnya hanyalah bagian dari dunia fana yang 'tak akan bertahan lama.

Kali ini Vina menengadah, menatap hamparan bintang yang mulai samar. Telunjuknya ia angkat seolah menyentuh bintang tersebut, perlahan bergerak membentuk pola gugusan yang hanya dirinya sendiri yang dapat mengerti.

Hamparan bintang itu terlihat begitu indah walau sebagian nyaris hilang ditelan fajar.

Di belakangnya Sultan berdiri memperhatikan setiap gerak-gerik Vina tanpa sepengetahuan cewek itu.

"Langit hari ini indah," Vina menunduk. "Tapi bumiku hancur tanpa kau di dalamnya." Setetes air mata menetes tepat di ujung kakinya.

Sultan menahan napas. Kedua kalinya ia melihat sisi lain Luvina yang sangat berbeda dengan keseharian wanita itu. Keseharian Luvina yang terlihat begitu ceria dan sembrono, tanpa beban ... sangat bebas.

Tapi saat ini di depannya ... Luvina terlihat begitu rapuh nan rentan. Seolah jika angin menerpa, gadis itu akan berubah menjadi abu.

***

Pulang dari rumah Sultan, Vina melangkah lunglai memasuki rumah.

Di luar sana langit malam bergemuruh mewakili persaannya.

Ya, menghabiskan waktu di rumah Sultan, saat pulang Vina kembali merasa sepi.

Bahunya semakin turun saja melihat dua orang berbeda jenis yang tengah bercengkrama di ruang tamu.

Cuih!

Vina meludah sembarangan membuat dua orang di ruang tamu itu memfokuskan atensi padanya.

"Luvina!"

Safira, momy-nya, berteriak marah. 

Vina berkata pelan, "tidak pernah sekali pun Vina meminta untuk dihadirkan ke dunia ini."

Cacophobia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang