35. Hero

61 14 9
                                    

Vote+komen ok.

35. Hero

Sebab keluh kesahku perlu pendengar ....

Perlu bahu 'tuk bersandar

"Aku jatuh cinta padamu Luvina," ucap Adam tegas. Membuat manik hijau di depannya melebar penuh.

"Kak--" Luvina menggeleng, kepalanya mendadak terasa berat. "Ta-tapi ba-ba-bagaimana mungkin?" ucap Vina susah payah.

"Kenapa tidak mungkin?" Tangan Adam berpindahkan ke pinggang Luvina, semakin merapatkan tubuh mereka. "Aku pria, dan kau wanita, kita hidup dan tumbuh bersama. Aku jatuh cinta padamu bahkan saat kau masih mengikat rambutmu menjadi dua."

Mengerikan! Pria di depannya ini pasti bukan Adam Fernandez!

Histeris Luvina dalam hati.

Terakhir kali Luvina mengikat rambutnya menjadi dua adalah saat dirinya masih berstatus sebagai siswi Sekolah Dasar. Jika Adam memiliki ketertarikan pada Vina sejak saat itu, artinya sulung Fernandez bukan hanya brocon, tapi juga pedofil!

Rasanya Luvina nyaris meninggal.

"Kau berbohong bukan?"

"Untuk apa?" sambar Adam cepat. Dia menyentuh satu sisi pipi Vina dengan tangan bebas dan langsung dihadiahi tepisan sadis oleh wanita itu.

"Ini salah, Kak!" Luvina mulai memberontak, mencoba melepaskan diri dari sang kakak. Tapi sepertinya percuma. "Coba kakak pikirkan baik-baik, kita saudara kandung. Rasa yang kakak miliki pasti hanya sebatas cinta terhadap seorang adik." Dia mencoba berpikir positif, karena bagaimanapun ini semua memang tidak masuk akal.

"Tidak. Aku mencintaimu selayaknya rasa cinta seorang pria pada wanitanya," sangkal Adam santai. Dia sudah memikirkan ini baik-baik, sudah saatnya Luvina tahu perasaannya. "Ingin membuktikannya?"

Luvina semakin belingsatan. Detik di mana ia berhasil terlepas, detik itu juga Adam kembali menangkapnya.

Jadi ... sekarang siapa yang tidak waras? Dia atau justru pria yang memeluknya. Ah, tidak, sekarang Adam bahkan memaksa Luvina untuk berciuman. Benar-benar gila.

"KAK!" pekik Luvina histeris.

Adam tuli. Tidak ia dengar segala teriakan Luvina yang memintanya berhenti.

Sulung Fernandez menghimpit tubuh sang adik ke dinding, kedua tangannya menangkup kedua sisi wajah Vina, lalu menempelkan bibir mereka.

Luvina tidak bisa lagi menahan isak tangisnya, pikirannya kosong saat benda kenyal itu menyentuh bibirnya.

"Aku adalah orang pertama yang mencium bibirmu ...," bisik Adam setelah menjauhkan wajahnya. "Sayang sekali Luvinaku baru mengetahui sekarang."

Deg!

Kenapa? Kenapa dunia ini isinya pria brengsek semua?

Sekarang, Luvina bahkan bingung harus memasang ekspresi seperti apa.

Tanpa sadar dia menyentuh bibirnya dengan tangan gemetar. Pandangannya kosong, begitupun dengan pikirannya.

"Aku tidak suka kau dekat dengan pria lain, hatiku sakit melihatnya."

Luvina sudah tidak bisa mendengar, sampai akhirnya--

Pranggg!!!

Adam nyaris tidak berkedip saat kaca jendela di kamar Luvina tiba-tiba pecah.

***

Ini tidak benar, ia yakin ada yang tidak beres di sini.

Kemarin, bahkan semalam, Luvina masih baik-baik saja, tidak mungkin tiba-tiba sekarang wanita itu demam.

"Ah, aku tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri." Sejak bertemu Adam tadi, Sultan memang sama sekali belum beranjak dari kediaman keluarga Fernandez. Alasannya tentu saja karena ia menaruh curiga.

Berakhirlah Sultan di samping rumah Luvina. "Aish, biasanya difilm-film jika pemeran utama akan masuk ke kamar wanitanya yang berada di lantai dua pasti ada pohon untuk memanjat, lalu mengapa di rumah Luvina tidak ada?" keluh pria itu. Jika saja di depan tidak ada bodyguard juga beberapa orang-orang Adam yang terus menjaga, Sultan pasti tidak akan serepot ini.

Menghela napas, Sultan memutuskan untuk menggunakan kemampuan Parkour-nya walau sedikit menguras tenaga.

Mengambil ancang-ancang, kakinya menyentuh tembok di sebelah kiri, membantu mendorong tubuhnya sehingga sebelah kakinya menyentuh dinding rumah Luvina yang cukup jauh. Butuh beberapa lompatan sebelum akhirnya tubuh Sultan bergelantungan di pembatas balkon, kali ini dia memutar tubuh, melepas pegangannya dan--

Hap!

Sultan berhasil mendarat di balkon kamar Luvina. Cepat-cepat pria itu melangkahkan kakinya untuk memasuki kamar Vina.

"Semoga kau baik-baik saja Luvin--"

Tidak bisa bergerak. Sultan bahkan lupa caranya bernapas saat melihat Adam--kakak Luvina mencium Vina tepat di bibir wanita itu.

Luvina memberontak, tapi jelas saja tenaganya tidak ada apa-apanya dibanding sang kakak.

"Adam Fernandez memang gila! Sejak awal aku sudah curiga padanya."

Sultan mencoba membuka jendela kamar Luvina, tapi tidak bisa. Jendelanya terkunci.

"Sial!" desis Sultan.

Memundurkan langkah, tanpa babibu Sultan melompat maju sembari mengacungkan tinju.

Pranggg!!!

Sultan melindungi wajahnya saat serpihan kaca pecah berhamburan. Sebelah tangannya mengucurkan darah, sisanya hanya goresan-goresan kecil. Sultan tidak mempermasalahkannya.

"Jangan Luvina lagi!" ujar Sultan sembari merebut Vina dari jeratan si sulung.

"Su-Sul-tan?"

"Ya, ini aku," sahut Sultan dengan senyum tipis.

"Jangan ikut campur!" teriak Adam marah. Bagaimana bisa pria sok keren itu bisa sampai ke kamar Luvina? Kurang ajar! Harusnya tadi dia memastikan pria itu enyah dari rumahnya.

"Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur saat kau mendadak gila seperti sekarang?" balas Sultan teramat sinis.

"Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur saat kau mendadak gila seperti sekarang?" balas Sultan teramat sinis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See u❤

Aku sayang kalian, kalau kalian sayang aku juga tolong Vote dan Komen hasil jerih payahku ini;))

Cacophobia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang