Selamat menikmati spesial update tanggal 15 guys ....
18. Kamar Hotel
"Hai," cowok itu tersenyum lebar, membuat Vina ketakutan.
"Kau sedang sendiri?" tanya cowok itu. Vina mengantupkan rahangnya, sama sekali tidak berniat untuk menjawab. Kakinya melangkah mundur, bersiap untuk kabur.
Tapi cowok itu lebih dulu menangkap tangannya. "Mau ke mana? Ayok 'main' sebentar denganku."
Tubuh gadis itu mulai gemetar, jantungnya berdegup kencang. Dia benar-benar ketakutan. "Aku buru-buru. Maaf. Tolong lepaskan."
Si cowok justru semakin mendekatkan tubuhnya. Mengusap rambut gadis bermanik hijau dengan sunggingan miring.
Si gadis memundurkan kepalanya brutal, secara refleks menepis tangan cowok itu agar tidak menyentuhnya.
"Hei, kenapa selalu menghindariku?" ujarnya dengan wajah kecewa. Vina tahu itu hanya sandiwara. "Ah, aku tahu. Kau pasti lebih suka pria-pria jelek seperti yang dulu hampir memperkosamu ya?" tambah cowok itu dengan senyum miring. Vina sudah tidak tahan lagi.
"Tolong lepaskan aku, Andre!" suara Vina meninggi. Dia benar-benar ketakutan.
Andre sama sekali 'tak terpengaruh, bahkan dengan santainya memeluk tubuh Vina membuat cewek itu menjerit histeris.
Cup!
"Aarrrgghh!"
***
"Hah ... hah ... hah ...."
"Brengsek!" umpat Vina terengah-engah. Kilasan masa lalu itu kembali hadir melalui mimpi. Terasa sangat nyata.
Kenapa? Kenapa dia masih setakut itu pada sosok Andre walau hanya dalam mimpi?
Dan kenapa dia tidak bisa melupakan cowok itu, juga segala kenangan buruk di masalalunya?
Kelereng hijau itu menatap hampa sudut kamarnya, wajah pasinya terlihat sedikit mengerikan. Saat ini Vina hanya sendiri di sebuah kamar hotel karena menolak untuk bertatap muka dengan sang momy yang akan melangsungkan pernikahan dalam hitungan jari.
Hening.
Membuat kekosongan dalam diri Vina semakin menjadi. Dia terbangun dari mimpi buruknya lewat tengah malam dengan kekalutan yang nyata. Bahkan Luvina masih bernapas pendek-pendek.
Vina mencari ponselnya setelah napasnya mulai kembali normal. Puluhan panggilan 'tak terjawab dari kontak bernama 'Momy', sama sekali tidak ia hiraukan. Jari-jarinya justru bergerak menekan kontak Sultan.
"Sultan," panggil Vina dengan tatapan lurus. "Temui aku di Star hotel. Sekarang." Tidak ada nada jail, tidak ada nada manja dan genit, Vina mengatakannya tanpa emosi.
Dia memutus sambungan bahkan sebelum Sultan menjawab, lalu mengirim alamat dan nomor kamar hotelnya.
Tiga puluh menit kemudian pria yang ditelponnya datang dengan napas memburu. Vina bisa menebak pria tampan itu pasti habis berlari.
Manik hijaunya bergulir menatap Sultan yang berdiri sembari mengatur napas. Tidak ada pergerakan dari Vina selain mata dan bibir pucatnya yang mengeja nama Sultan. "Sul-tan."
Sultan melangkahkan kaki, menghampiri Luvina. Naik ke atas tempat tidur dan langsung memeluk Luvina saat wanita itu merentangkan tangan.
"Ada apa?"
Tidak ada jawaban dari Luvina, tapi pelukannya di perut Sultan semakin erat. Sultan bisa merasakan detak jantung wanita itu yang berdetak 'tak normal, juga tubuhnya yang sedikit gemetar.
Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Luvina, tapi sungguh Sultan sangat khawatir melihat Luvina yang seperti ini. Dia ... tidak mengenali Luvina yang kini berada dalam dekapannya.
"Jangan takut ...." Sultan berbisik di telinga Luvina. Susah payah meneguk ludah. "Aku akan menemanimu."
Sultan membuktikan janjinya untuk menemani Vina, bahkan saat cewek itu terlelap di dalam pelukannya.
Semalaman Sultan terjaga. Menjaga Vina agar tidur nyaman dalam pelukannya.
"Sultan ... kau ada di sini?" tanya Vina saat membuka mata. Sedikit terkejut karena begitu membuka mata justru menangkap visual wajah Sultan yang begitu tampan nan mempesona.
"Tidak ingat semalam menelpon saya?" Sultan mencebik.
Vina memberi jarak, kedua tangan yang melingkar di perut Sultan kini berpindah menangkup rahang pria itu. "Ah, aku tidak terlalu ingat."
Sultan tidak menjawab. Dia menangkap tangan Luvina agar berhenti menyentuhnya.
"Sultan ...," rengek Vina sebal. Dia menerjang tubuh Sultan hingga terlentang lalu secepat kilat mencuri kecupan di bibir pria itu.
"Nakal," desis Sultan jengkel. Sekarang Luvina sudah kembali seperti semula, entah ke mana larinya Luvina yang semalam?
Vina tertawa kesenangan. Apalagi Sultan mengejarnya setelah dia menari layaknya penari triples.
"Mau lari ke mana lagi, hm?"
Di balik sofa Vina menyengir lebar. Sementara di depannya Sultan mengukir senyum miring.
Dan dalam hitungan detik, pria itu melompat melewati sofa membuat Vina menjerit, ikut melompat mundur.
Sultan mengukung Luvina dengan lengan kukuhnya. "Ayok menari lagi, saya ingin melihatnya dalam jarak dekat."
Vina memalingkan wajah kemudian menjawab dengan nada judes, "tidak mau!"
Cup!
Sultan memberi kecupan ringan di dahi Vina, turun ke pipi, lalu berhenti di bibir.
Vina menatap ngeri. Cepat-cepat mendorong tubuh Sultan dan membekap mulutnya.
Sultan tersenyum setan. Dengan mudahnya membawa tangan Luvina ke atas kepala cewek itu, lalu sedikit membungkuk untuk memberi tatapan mengintimidasi.
"SULTAN!!!" teriak Vina menggila. Lagi-lagi dia dijaili oleh setan tampan yang sama.
See u❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacophobia [COMPLETED]
Romance[Jangan lupa follow ya teman!] CERITA INI DIIKUT SERTAKAN DALAM CHALLENGE MENULIS BERSAMA MAGEIA PUBLISHER DAN LENTERA SASTRA CAKRAWALA Bagaimana rasanya jika mengidap fobia langka? Misalnya mengidap Cacophobia seperti Luvina Fernandez, mahasiswi se...