Kalian jangan solimi dong😢aku mati-matian nulis terus buat kalian tapi kalian malah mati-matian buat matiin aku hiks ... maksudnya apa coba? View keseluruhan 400 tapi Vote masih 100? 😭😭😭
27. Semaput
"Untuk apa kau bergabung? Sana, kembali ke mejamu," kata Sultan judes.
"Bukan urusanmu aku duduk di mana!" balas Xavier 'tak kalah judesnya.
Sementara Luvina tampak anteng dengan Laksanya. Masih tidak sadar, bahwa dua pria di sampingnya sedang berseteru, saling pandang dengan tatapan membunuh.
"Kenapa tidak makan? Tadi kau bilang lapar," ujar Vina bingung.
Tunggal Leonardo berdeham. "Ini saya makan," jawabnya sembari menyuap Laksa. Beruntung dia bergerak cepat memutuskan pandang dari Xavier.
"Berhenti menatap priaku seperti itu! Cari saja pria lain untuk memuaskan hasratmu, badebah!" bentak Vina saat melihat Xavier terus memandang Sultan dengan tatapan yang sulit Vina artikan.
Xavier berdigik ngeri. "Jangan asal bicara, aku pria normal!" sangkalnya cepat.
"Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Tidak akan aku biarkan siapa pun merebut Sultan Leonardo dariku," jeda beberapa detik. "Tidak para wanita, tidak juga pria jadi-jadian sepertimu," ucapnya bengis.
Xavier melotot, tidak terima dituduh gay padahal beberapa kali sering tegang saat melihat Vina. Lagipula ... kenapa Vina mendadak ngawur sih?
"Aku bukan gay!"
"Aku tidak bilang kau gay," sahut Luvina dengan senyum mencemooh. Xavier mendidih. Sultan memalingkan wajah, lalu tertawa tanpa suara.
"Vina! Hentikan, jangan membuatku kesal."
Lagi, Vina hanya tersenyum--menghina. Kini si cowok badboy hanya bisa mengelus dada.
Vina kembali menyantap Laksanya, dalam hati dia tertawa puas. Sebenarnya ... dia ingin menjaili Sultan, ingin balas dendam karena dibuat kesal setengah mati oleh pria tampan itu, tapi tampaknya tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk membalas Sultan. Jadilah Xavier yang dia buat kesal bukan kepalang.
Setidaknya dengan begitu, dendam dalam hatinya dapat tersalurkan.
***
"Sedari tadi kau terus memandang Sultan, bukankah pemandangan di sini jauh lebih menarik?" cetus Xavier sebal.
"Aku tidak mau menanggung resiko. Jika mataku jelalatan memandang sekitar, bukan tidak mungkin aku akan melihat orang jelek," jelas wanita itu, dia jadi ngeri sendiri. "Ew!"
Mendengar itu Xavier terkekeh geli, benar juga ya? Yanga ada Vina muntah-muntah jika tidak sengaja bersitatap dengan manusia yang dianggapnya buruk rupa.
Sultan mengipasi wajahnya dengan tangan, mendadak dia merasa gerah.
"Luvina, ayok ikut saya ke sebelah sana." Sultan menyeret Luvina pergi. Membuat Xavier yang tengah mengobrol dengan Vina menggeram kesal.
Tunggal Leonardo menyeret bungsu Fernandez 'tak tentu arah, melewati kedai kopi, wahana bermain dan kini rumah hantu. Apa saja asal jauh-jauh dari pria tengil bernama Xavier.
"Kita mau ke mana?"
"Ke mana saja," sahut Sultan ketus, dia kembali menyeret Luvina sembari sesekali menoleh ke belakang, memastikan Xavier berada pada jarak 'aman'.
Brukk!
Ah, sial, karena tidak memperhatikan langkah kini dia menabrak sesuatu di depannya. Membuat Luvina secara otomatis menabrak punggungnya.
"Sakit sekali ...," rintih pria itu. Penasaran, Sultan menggulirkan matanya untuk melihat benda yang ia tabrak hingga terguling.
Luvina ikut melihat--penasaran.
Patung. Salah satu properti rumah hantu.
Sultan mendesis melihat patung dengan setengah wajah yang hancur. Kesal, karena patung itu sudah membuat kepalanya berdenyut nyeri.
Detik-detik berlalu, Vina tidak sanggup bergerak melihat benda yang beberapa saat lalu ditabrak Sultan lumayan keras.
Sebuah patung.
Patung yang benar-benar buruk.
Detak jantung Luvina berpacu cepat, sangat cepat hingga membuat dadanya terasa sakit, dia bahkan kesulitan untuk bernapas.
Vina tidak bisa melihat, mengingat dan merasakan apa pun lagi ketika semuanya berubah gelap.
Brukh!
Vina ... semaput.
"VINA!" jerit Sultan dan Xavier bersamaan. Sultan benar-benar syok, begitu pun dengan Xavier. Tapi setidaknya Xavier masih bisa mempertahankan kesadarannya dan langsung membopong tubuh Luvina.
Sultan berdecak-decak karena kalah start dari pria tengil itu.
"Aku tidak tahu harus menangis atau tertawa, kenapa ada manusia seaneh Luvina di dunia ini?" ucap Xavier dengan dengkusannya.
Dua puluh dua tahun hidup di dunia, ini adalah ke empat kalinya Vina sampai semaput akibat fobia yang dideritanya.
"Katakan itu di depan Luvina," tantang Sultan dengan seringai di bibirnya. Xavier mendelik.
"Berikan Luvina kepada saya, biar saya saja yang menggendongnya."
"Enak saja. Tidak bisa begitu!"
"Ckk, kemarikan," paksa Sultan, dia berusaha untuk merebut Vina dari Xavier.
"Diamlah, bagaimana jika Vina jatuh?!" bentak Xavier kesal. Sultan menggeram. "Kenapa mendadak kau bertingkah seperti ini huh? Bukannya kau tidak suka Luvina berada di sekitarmu dan mengganggumu?" tanya Xavier telak.
Sultan bungkam. Sekali lagi, dia hanya bisa menggeram menahan kesal.
Sampai hari ini ... dia masih bingung akan perasaannya sendiri. Dulu, dia begitu kesal setiap kali Luvina mendekatinya dan mengganggu hari-harinya. Tapi sekarang ... sehari saja tanpa Luvina, dia merasa ada sesuatu yang kurang.
Sultan sadar bahwa dirinya mulai terbiasa akan keberadaan wanita itu, tapi dia masih ragu jika harus menyebut rasa itu sebagai cinta.
Walau banyak orang bilang cinta bisa datang karena terbiasa, Sultan sangsi akan merasakan hal seperti itu dalam hidupnya. Karena sebelumnya Sultan bahkan tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta.
Rasa itu masih sangat asing bagi tunggal Leonardo.
Dia pernah membaca di salah satu novel romance bahwa benci dan cinta itu berbeda tipis, nyaris tanpa jarak. Itu sebabnya banyak rasa benci yang berubah menjadi cinta.
Sedangkan dalam kasusnya dengan Luvina, Sultan tidak pernah membenci Luvina. Kalaupun dulu dia tidak menyukai Luvina, itu hanya sebatas perasaan kesal saja.
"Ah, sial, saya tertinggal jauh." Dia segera melangkahkan kaki ketika sadar dari lamunannya, menyusul Xavier.
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacophobia [COMPLETED]
Romance[Jangan lupa follow ya teman!] CERITA INI DIIKUT SERTAKAN DALAM CHALLENGE MENULIS BERSAMA MAGEIA PUBLISHER DAN LENTERA SASTRA CAKRAWALA Bagaimana rasanya jika mengidap fobia langka? Misalnya mengidap Cacophobia seperti Luvina Fernandez, mahasiswi se...